RUU Pemda: Daerah persiapan antisipasi DOB gagal
A
A
A
Sindonews.com - Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Daerah (Pemda) diatur adanya daerah persiapan sebagai bagian dari tahapan menuju daerah otonomi baru (DOB). Hal ini untuk mengantisipasi DOB gagal.
Dirjen Pemerintahan Umum (PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Saut Situmorang mengatakan daerah persiapan merupakan gagasan pemerintah untuk memastikan daerah sudah siap menjadi DOB. Seblumnya pembentukan suatu daerah otonom langsung dituangkan di dalam suatu undang-undang (UU).
"Gagasan adanya daerah persiapan karena belum tentu menjadi suatu daerah otonom jadi tidak menggunakan undang-undang," katanya.
Dia mengatakan bahwa daerah persiapan ini akan ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah (PP). Jika benar-benar siap maka nantinya akan ditetapkan melalui UU. Sebaliknya jika daerah tersebut tidak kunjung siap maka PP tersebut nantinya dapat dicabut dan digabungkan dengan daerah induk.
"Kalau sudah UU sudah menjadi daerah otonom bukan daerah persiapan. Ini kan masih dalam tahap pembahasan di DPR," katanya.
Urgensi adanya daerah persiapan sangat dapat dipahami. Pemerintah berkeinginan untuk memastikan agar daerah otonom yang baru dalam dibentuk dalam wadah UU memang sudah siap.
"Tidak asal lahir begitu saja. Tetapi ketika lahir begitu saja beberapa di daerah dibuktikan gagal tapi sudah jadi. Belajar dari pengalaman empiris ini pemerintah untuk melakukan perubahan antara lain dengan menggagas perlunya daerah persiapan," katanya.
Ditanyakan kemungkinan adanya penggabungan daerah sebelum RUU tersebut disahkan, Saut mengatakan belum memungkinkan. Dia mengatakan ada mekanisme yang perlu ditempuh dalam penggabungan daerah.
"Tetapi dibina dulu. Dikembangkan dulu sampai beberapa tahun. Kemudian di evaluasi jika gagal dibina lagi sampai berapa tahun baru dipertimbangkan kemungkiannya. Jadi tidak berarti dievaluasi tahun ini lantas serta merta penggabungan," ungkapnya.
Dia mengatakan menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pembinaan. Bahkan menurut dia dari hasil evaluasi yang dilakukan kemudian dilakukan pembinaan masih saja terdapat daerah yang gagal.
"Ke depan kemungkinan terjadinya seperti itu dengan menggunakan daerah persiapan sembari yang sekarang sudah ada ini dibina terus," ungkapnya.
Anggota Pansus RUU Pemda, Taufiq Hidayat mengatakan adanya daerah persiapan dalam proses pembentukan daerah otonomi baru merupakan langkah yang tepat. "Status daerah otonom itu ada tahapannya. Ini perlu dilalui dan melihat perkembangan yang ada," katanya.
Dia mengatakan tahapan ini nantinya akan menentukan apakah daerah tersebut menjadi otonom atau nantinya digabungkan. Apalagi saat ini sedang marak usulan pemekaran dari banyak daerah.
"Saya kira ini cara yang wise dan efektif untuk melihat perkembangan kumpulan aspirasi daerah otonom baru yang demikian masif tetapi efektivitas yang kadang-kadang terlupakan," katanya.
Terkait dengan kemungkinan adanya penggabungan, Taufiq menilai hal tersebut merupakan keputusan yang tidaklah mudah. Dia mengatakan bahwa persoalan pemekaran bukan hanya berkaitan dengan kesejahteraan ataupun kemajuan suatu daerah.
"Itu kan sangat multikompleks karena aspek tidak semata-mata kesejateraan tetapi juga sosio politik yang tampaknya perlu dikaji lebih jauh," ungkapnya.
Taufiq mengatakan di Indonesia memiliki tren yang berbeda dengan negara lain. Pasalnya, di negara lain tren yang terjadi adalah penggabungan daerah. "Di kita lebih pemekatan. Kita seharusnya seperti itu," ungkapnya.
Selain itu, pemekaran yang terjadi di sebagian daerah otonom baru lebih pada otonomi politik. Padahal seharusnya tidak hanya sebatas itu. "Tetapi juga harus memajukan kesejahteraan dan keadaan yang daerah lebih baik," ungkapnya.
Pansus RUU Pemda & kementerian belum capai titik temu
Dirjen Pemerintahan Umum (PUM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Saut Situmorang mengatakan daerah persiapan merupakan gagasan pemerintah untuk memastikan daerah sudah siap menjadi DOB. Seblumnya pembentukan suatu daerah otonom langsung dituangkan di dalam suatu undang-undang (UU).
"Gagasan adanya daerah persiapan karena belum tentu menjadi suatu daerah otonom jadi tidak menggunakan undang-undang," katanya.
Dia mengatakan bahwa daerah persiapan ini akan ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah (PP). Jika benar-benar siap maka nantinya akan ditetapkan melalui UU. Sebaliknya jika daerah tersebut tidak kunjung siap maka PP tersebut nantinya dapat dicabut dan digabungkan dengan daerah induk.
"Kalau sudah UU sudah menjadi daerah otonom bukan daerah persiapan. Ini kan masih dalam tahap pembahasan di DPR," katanya.
Urgensi adanya daerah persiapan sangat dapat dipahami. Pemerintah berkeinginan untuk memastikan agar daerah otonom yang baru dalam dibentuk dalam wadah UU memang sudah siap.
"Tidak asal lahir begitu saja. Tetapi ketika lahir begitu saja beberapa di daerah dibuktikan gagal tapi sudah jadi. Belajar dari pengalaman empiris ini pemerintah untuk melakukan perubahan antara lain dengan menggagas perlunya daerah persiapan," katanya.
Ditanyakan kemungkinan adanya penggabungan daerah sebelum RUU tersebut disahkan, Saut mengatakan belum memungkinkan. Dia mengatakan ada mekanisme yang perlu ditempuh dalam penggabungan daerah.
"Tetapi dibina dulu. Dikembangkan dulu sampai beberapa tahun. Kemudian di evaluasi jika gagal dibina lagi sampai berapa tahun baru dipertimbangkan kemungkiannya. Jadi tidak berarti dievaluasi tahun ini lantas serta merta penggabungan," ungkapnya.
Dia mengatakan menjadi kewajiban pemerintah untuk melakukan pembinaan. Bahkan menurut dia dari hasil evaluasi yang dilakukan kemudian dilakukan pembinaan masih saja terdapat daerah yang gagal.
"Ke depan kemungkinan terjadinya seperti itu dengan menggunakan daerah persiapan sembari yang sekarang sudah ada ini dibina terus," ungkapnya.
Anggota Pansus RUU Pemda, Taufiq Hidayat mengatakan adanya daerah persiapan dalam proses pembentukan daerah otonomi baru merupakan langkah yang tepat. "Status daerah otonom itu ada tahapannya. Ini perlu dilalui dan melihat perkembangan yang ada," katanya.
Dia mengatakan tahapan ini nantinya akan menentukan apakah daerah tersebut menjadi otonom atau nantinya digabungkan. Apalagi saat ini sedang marak usulan pemekaran dari banyak daerah.
"Saya kira ini cara yang wise dan efektif untuk melihat perkembangan kumpulan aspirasi daerah otonom baru yang demikian masif tetapi efektivitas yang kadang-kadang terlupakan," katanya.
Terkait dengan kemungkinan adanya penggabungan, Taufiq menilai hal tersebut merupakan keputusan yang tidaklah mudah. Dia mengatakan bahwa persoalan pemekaran bukan hanya berkaitan dengan kesejahteraan ataupun kemajuan suatu daerah.
"Itu kan sangat multikompleks karena aspek tidak semata-mata kesejateraan tetapi juga sosio politik yang tampaknya perlu dikaji lebih jauh," ungkapnya.
Taufiq mengatakan di Indonesia memiliki tren yang berbeda dengan negara lain. Pasalnya, di negara lain tren yang terjadi adalah penggabungan daerah. "Di kita lebih pemekatan. Kita seharusnya seperti itu," ungkapnya.
Selain itu, pemekaran yang terjadi di sebagian daerah otonom baru lebih pada otonomi politik. Padahal seharusnya tidak hanya sebatas itu. "Tetapi juga harus memajukan kesejahteraan dan keadaan yang daerah lebih baik," ungkapnya.
Pansus RUU Pemda & kementerian belum capai titik temu
(lal)