Macet Jakarta

Rabu, 13 November 2013 - 07:46 WIB
Macet Jakarta
Macet Jakarta
A A A
KEMACETAN di Jakarta sudah menjadi pandangan umum. Dari tahun ke tahun, persoalan kemacetan menjadi buah bibir atau pembicaraan setiap orang.

Kemacetan di Jakarta semakin menjadi-jadi ketika musim penghujan tiba. Genangan air atau bahkan banjir di beberapa wilayah akan memperparah kemacetan karena laju kendaraan semakin melamban atau bahkan terhenti. Kemacetan di Jakarta seolah menjadi persoalan abadi tanpa ada solusi yang tepat. Banyak yang menganalisis tentang penyebab dari kemacetan.

Selain genangan atau banjir, persoalan tidak memadai angkutan umum, makin banyaknya kendaraan di Jakarta, minimnya pertumbuhan panjang jalan, ketidakdisiplinan para pengguna jalan, atau ketidakdisiplinan pengguna jalan selalu menjadi buntut dari pembahasan kemacetan di Jakarta. Dan Gubernur DKI Jakarta pun dipastikan akan menjadi sasaran tembak karena dianggap gagal mengatasi persoalan klasik di Ibu Kota ini.

Memang tidak bisa bim salabim dalam mengatasi persoalan kemacetan di Jakarta. Tidak pula dengan cara Bandung Bondowoso untuk membuat Jakarta tidak macet lagi. Butuh sebuah proses panjang untuk persoalan yang konon merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah setiap tahun, karena konsumsi BBM ataupun waktu ekonomis yang terbuang.

Selain proses, butuh juga komitmen semua pihak tidak hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tapi juga pemerintah pusat, kota penyangga Jakarta, maupun pihak-pihak swasta. Namun jika pada saat ini Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang terkena pulung dari banyak pihak karena dianggap belum mampu mengatasi kemacetan, juga tidak bisa disalahkan.

Namun juga tidak fairkalau kesalahan ini hanya ditumpukan kepada satu pihak. Jika memang kita sangat peduli dengan persoalan kemacetan ini, hal yang paling bijak adalah memulai mengatasi macet dari diri kita sendiri. Selain itu, pemerintah pusat, daerah penyangga, dan swasta juga harus memikirkan solusi komprehensif agar persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik.

Solusi komprehensif yang saling terkait dan mendukung dari pemerintah pusat, daerah, dan swasta mengatasi persoalan ini. Betapa malunya kita ketika para duta besar dari Uni Eropa terus mengeluhkan kemacetan di Jakarta tanpa ada solusi yang konkret. Lagi-lagi sasaran keluh kesah ada pada Jokowi. Bisa jadi ini sebagai tamparan bagi Jokowi dan jajarannya.

Namun jika melihat lebih jauh, sebenarnya ini tamparan bagi bangsa ini yang sepertinya kurang mampu dalam mengatasi persoalan yang jelas-jelas ada di depan mata. Contoh kekurangmampuan ini bisa dilihat bagaimana pemerintah pusat dan DKI Jakarta sepertinya tidak sejalan dalam mengatasi kemacetan. Ketika pemerintah DKI Jakarta ingin membatasi penggunaan mobil pribadi, justru pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan mobil murah dengan bea masuk bahan baku dari luar negeri 0%.

Di sisi lain, pengadaan angkutan umum yang bisa jadi solusi kemacetan justru dibebani bea masuk dengan alasan menggunakan bahan bakar gas. Jelas ini tidak ada komitmen yang komprehensif dari bangsa ini untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Bayangkan jumlah kendaraan yang melintas di Jakarta saat ini sekitar 6,5 juta, dengan angka perjalanan mencapai 22 juta.

Angka ini akan semakin besar jika pertumbuhan kendaraan yang mencapai 11–13%. Selain itu, perizinan investasi yang masih terfokus di Jakarta dan sekitar yang membuat geliat ekonomi seolah hanya terpusat di Jakarta sepertinya menambah sesak Ibu Kota. Jika memang ingin memeratakan pembangunan, semestinya izin investasi bisa diberikan di luar Jakarta atau bahkan luar Jawa.

Cara ini sekaligus akan mampu mengurangi jumlah orang dan kendaraan yang beroperasi di Jakarta. Pada akhirnya sambil menunggu solusi komprehensif dari pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta serta daerah penyangga lainnya, kita tidak perlu menunjuk hidung siapa yang salah tentang kemacetan Jakarta.

Sebagai individu, akan lebih baik jika kita membiasakan diri lebih bijak dalam melakukan kegiatan di Jakarta dengan mengurangi risiko menambah kemacetan di Jakarta. Banyak cara bisa kita lakukan untuk mengurangi risiko kemacetan di Jakarta, hanya saja kita masih belum terbiasa dan justru lebih gampang menyalahkan pihak lain.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4854 seconds (0.1#10.140)