Zakat kini tak lagi dimonopoli BAZ dan LAZ
A
A
A
Sindonews.com - Pengelolaan zakat kini tak lagi dimonopoli oleh Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus, takmir masjid, musala di suatu komunitas dan wilayah kini dapat mengelola zakat sendiri.
Syaratnya, dengan cara memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat mereka kepada pejabat yang berwenang untuk mengelola zakat.
Pengelolaan zakat tersebut, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ungkap Ketua Majelis Hamdan Zoelva, dalam sidang putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Mahkamah telah mengabulkan Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5255).
Pasal tersebut menyatakan "a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial.“
b. berbentuk lembaga berbadan hukum” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum, harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, sedangkan untuk perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, cukup dengan memberitahukan 108 kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang”.
Mahkamah juga mengabulkan Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang menyatakan, "Memiliki pengawas syariat" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, pengawas syariat, baik internal, atau eksternal.
Selan itu, Mahkamah juga menyatakan Frasa 'Setiap orang' dalam Pasal 38 dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan mengecualikan perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, dan telah memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat belum tersedianya BAZ dan LAZ dalam penyaluran zakat, sementara pada saat yang sama amil zakat yang tidak memiliki izin dari pejabat berwenang telah dilarang memberikan pelayanan, tentu mengakibatkan terhalanginya hak warga negara untuk membayarkan/menyalurkan zakat sebagai bagian dari ibadah mereka.
"Terhalangnya warga negara untuk menunaikan kewajiban maupun tuntunan agamanya inilah yang menurut Mahkamah bertentangan dengan UUD 1945," jelas Hakim Anggota Fadlil Sumadi.
Menurut Mahkamah, pengorganisasian pelaksanaan zakat oleh negara bukanlah hal yang bertentangan dengan UUD 1945. Namun, terhalangnya hak-hak warga negara dalam membayarkan/menunaikan zakat akibat belum terjangkaunya pelayanan pemerintah dalam pelaksanaan ketentuan UU Pengelolalaan Zakat sesuai waktu yang diatur dalam UU itu sendiri, adalah akibat perumusan norma Pasal 38 dan Pasal 41 UU a quo yang tidak tepat secara sosiologis.
Menurut Sumadi, dengan adanya UU 23/2011 ini, telah mengabaikan eksistensi amil zakat yang telah melayani umat sejak lama sebelum UU tersebut diberlakukan. Oleh karenanya, Mahkamah menggabulkan sebagian permohonan yang oleh 20 pemohon yang terdiri dari sembilan lembaga amil zakat (LAZ) dan 11 perorangan.
Sekedar informasi pemohon dalam uji materi ini berasal dari beberapa lembaga diantaranya Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, LPP Ziswaf Harum, Yayasan Portal Infaq, Yayasan Harapan Dhuafa Banten, KSUP Sabua Ade Bima NTB dan Koperasi Serba Usaha Kembang Makmur Situbondo.
Sedangkan pemohon perorangan diantaranya Mohammad Arifin, Juperta Panji Utama, Rudi Dwi Setiyanto, Armie Robi, Dessy Sonyaratri, A Azka Muthia, Umaruddinul Islam yang semuanya selaku amil zakat. Selanjutnya Fadlullah dan Sylviani Abdul Hamis selaku muazakki, serta Asep Supriyatna, Marjaya keduanya selaku mustahik.
Para pemohon menguji Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38 dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat yang mengatur keberadaan lembaga pengelolaan zakat dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Namun MK hanya menggabulkan pengujian Pasal 18 UU Pengelolaan zakat tersebut.
UU masih di MK, amil zakat bingung himpun zakat
Syaratnya, dengan cara memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat mereka kepada pejabat yang berwenang untuk mengelola zakat.
Pengelolaan zakat tersebut, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ungkap Ketua Majelis Hamdan Zoelva, dalam sidang putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Mahkamah telah mengabulkan Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5255).
Pasal tersebut menyatakan "a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial.“
b. berbentuk lembaga berbadan hukum” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum, harus mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang, sedangkan untuk perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, cukup dengan memberitahukan 108 kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang”.
Mahkamah juga mengabulkan Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang menyatakan, "Memiliki pengawas syariat" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, pengawas syariat, baik internal, atau eksternal.
Selan itu, Mahkamah juga menyatakan Frasa 'Setiap orang' dalam Pasal 38 dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan mengecualikan perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, dan telah memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat belum tersedianya BAZ dan LAZ dalam penyaluran zakat, sementara pada saat yang sama amil zakat yang tidak memiliki izin dari pejabat berwenang telah dilarang memberikan pelayanan, tentu mengakibatkan terhalanginya hak warga negara untuk membayarkan/menyalurkan zakat sebagai bagian dari ibadah mereka.
"Terhalangnya warga negara untuk menunaikan kewajiban maupun tuntunan agamanya inilah yang menurut Mahkamah bertentangan dengan UUD 1945," jelas Hakim Anggota Fadlil Sumadi.
Menurut Mahkamah, pengorganisasian pelaksanaan zakat oleh negara bukanlah hal yang bertentangan dengan UUD 1945. Namun, terhalangnya hak-hak warga negara dalam membayarkan/menunaikan zakat akibat belum terjangkaunya pelayanan pemerintah dalam pelaksanaan ketentuan UU Pengelolalaan Zakat sesuai waktu yang diatur dalam UU itu sendiri, adalah akibat perumusan norma Pasal 38 dan Pasal 41 UU a quo yang tidak tepat secara sosiologis.
Menurut Sumadi, dengan adanya UU 23/2011 ini, telah mengabaikan eksistensi amil zakat yang telah melayani umat sejak lama sebelum UU tersebut diberlakukan. Oleh karenanya, Mahkamah menggabulkan sebagian permohonan yang oleh 20 pemohon yang terdiri dari sembilan lembaga amil zakat (LAZ) dan 11 perorangan.
Sekedar informasi pemohon dalam uji materi ini berasal dari beberapa lembaga diantaranya Yayasan Dompet Dhuafa, Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang, Yayasan Yatim Mandiri, Yayasan Rumah Zakat Indonesia, LPP Ziswaf Harum, Yayasan Portal Infaq, Yayasan Harapan Dhuafa Banten, KSUP Sabua Ade Bima NTB dan Koperasi Serba Usaha Kembang Makmur Situbondo.
Sedangkan pemohon perorangan diantaranya Mohammad Arifin, Juperta Panji Utama, Rudi Dwi Setiyanto, Armie Robi, Dessy Sonyaratri, A Azka Muthia, Umaruddinul Islam yang semuanya selaku amil zakat. Selanjutnya Fadlullah dan Sylviani Abdul Hamis selaku muazakki, serta Asep Supriyatna, Marjaya keduanya selaku mustahik.
Para pemohon menguji Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38 dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat yang mengatur keberadaan lembaga pengelolaan zakat dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Namun MK hanya menggabulkan pengujian Pasal 18 UU Pengelolaan zakat tersebut.
UU masih di MK, amil zakat bingung himpun zakat
(lal)