Data faktual minimalisir pemilih fiktif
A
A
A
Sindonews.com - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, data faktual akan dapat memnimalisir pemilih fiktif. Pasalnya salah satu permasalahan dalam daftar pemilih, adalah adanya pemilih-pemilih fiktif.
"Kalau data pemilih memang harus berdasar data faktual di lapangan," katanya saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2013.
Dia mengatakan, ada kondisi di lapangan yang kadang tak sesuai dengan pemahaman umum masyarakat. Misalnya terkait nama pemilih 'pocong', yang memang sepanjang ada orang yang bernama seperti itu, walaupun tidak lazim kalau secara faktual ada maka tetap harus didata oleh jajaran KPU.
"Sehingga memang data pemilih itu soal data faktual di lapangan, bukan soal kelaziman yang berlaku dalam pehamanan umum masyarakat kita," katanya.
Dia mengatakan, pembersihan pemilih tidak memenuhi syarat atau pemilih dalam DPT ini penting juga untuk mencegah manipulasi data pemilih. Meskipun dia menilai, DPT akurat 100 persen akan sulit terwujud.
Ketidakakuratan tersebut harus diantisipasi, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dia mengatakan, kekurangan-kekurangan yang ada harus diantisipasi dengan prosedur dan pengawasan ketat di lapangan. "Ini untuk mencegah manipulasi pada saat pemungutan suara," ungkapnya.
Dia mengatakan, perlunya kerjasama dengan pihak lain. Seperti partai politik, pengawasa pemilu dan masyarakat untuk sama-sama proaktif memberikan masukan.
Dia menekankan, pembersihan DPT harus dilakukan terus menerus bahkan pasca ditetapkan sekalipun.
Sehingga, meskipun sudah ada di DPT tetapi pemilih yang tidak berhak harus terus dibersihkan sampai jelang hari H. "Prinsipnya hanya pemilih yang berhak saja yang boleh ada di DPT," katanya.
Klik di sini untuk berita terkait.
"Kalau data pemilih memang harus berdasar data faktual di lapangan," katanya saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2013.
Dia mengatakan, ada kondisi di lapangan yang kadang tak sesuai dengan pemahaman umum masyarakat. Misalnya terkait nama pemilih 'pocong', yang memang sepanjang ada orang yang bernama seperti itu, walaupun tidak lazim kalau secara faktual ada maka tetap harus didata oleh jajaran KPU.
"Sehingga memang data pemilih itu soal data faktual di lapangan, bukan soal kelaziman yang berlaku dalam pehamanan umum masyarakat kita," katanya.
Dia mengatakan, pembersihan pemilih tidak memenuhi syarat atau pemilih dalam DPT ini penting juga untuk mencegah manipulasi data pemilih. Meskipun dia menilai, DPT akurat 100 persen akan sulit terwujud.
Ketidakakuratan tersebut harus diantisipasi, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dia mengatakan, kekurangan-kekurangan yang ada harus diantisipasi dengan prosedur dan pengawasan ketat di lapangan. "Ini untuk mencegah manipulasi pada saat pemungutan suara," ungkapnya.
Dia mengatakan, perlunya kerjasama dengan pihak lain. Seperti partai politik, pengawasa pemilu dan masyarakat untuk sama-sama proaktif memberikan masukan.
Dia menekankan, pembersihan DPT harus dilakukan terus menerus bahkan pasca ditetapkan sekalipun.
Sehingga, meskipun sudah ada di DPT tetapi pemilih yang tidak berhak harus terus dibersihkan sampai jelang hari H. "Prinsipnya hanya pemilih yang berhak saja yang boleh ada di DPT," katanya.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)