Dipo: Tidak ada yang ditangkap karena mengkritik Presiden
A
A
A
sindonews.com - Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam mengemukakan, selain pilar eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maka pilar media, pers, dan internet juga memiliki peran dalam demokrasi dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila.
“Masing-masing pilar memang kekuasaannya disorot untukk mencegah kekuasaan yang koruptif, termasuk kekuasaan media bisa koruptif,” kata Seskab Dipo Alam melalui akun twitternya @Dipoalam49 yang diunggahnya beberapa saat lalu, seperti dikutip laman setkab.go.id.
Melalui akun twitternya, Dipo mengisahkan apa yang dialaminya menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 1977. Saat itu, ia mencalonkan Ali Sadikin sebagai Presiden. “Karena pencalonan itu, saya dipenjara 7 (tujuh) bulan,ditangkap seperti ayam dilepas seperti ayam tanpa pengadilan,” kenang Dipo.
Menurut Seskab Dipo Alam itu terjadi pada zaman Demokrasi "Pancasila" ala ORBA (Orde Baru), saat Pak Harto selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden. Sebelumnya, Demokrasi "Terpimpin" era Soekarno, selama 22 tahun menjabat sebagai Presiden.
Dipo Alam melanjutkan, 1 (satu) hari setelah bebas, ia dipanggil Pangkopkamtib Soedomo. “Saya tanya kenapa saya ditahan? Jawabnya: Karena kamu calonkan Ali Sadikin sebagai Presiden," ungkap mantan Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia itu.
Dipo mengingat, ada satu nasehat yang disampaikan Pangkopkamtib Soedomo saat bertemu dirinya setelah bebas dari penjara. "Nasehat saya Dipo, kamu boleh kritik jendral dan menteri siapa saja, tapi jangan sekali-kali yg "satu" itu dan keluarganya," kata Dipo Alam mengutip pesan Pangkopkamtib Soedomo waktu itu.
Dipo membandingkan dengan era demokrasi reformasi saat ini, dimana Presiden SBY dan keluarganya yang telah menjabat selama sembilan tahun bisa bebas dikrtitik sana-sini.
“Tidak ada yang ditangkap masuk penjara karena mengkritik Presiden, tidak ada bredel untuk pers, bebas kritik walau mengutip sana-sini tanpa bukti,” kata Dipo.
Baca juga berita: Seskab: Ormas PPI tidak bisa dibubarkan
“Masing-masing pilar memang kekuasaannya disorot untukk mencegah kekuasaan yang koruptif, termasuk kekuasaan media bisa koruptif,” kata Seskab Dipo Alam melalui akun twitternya @Dipoalam49 yang diunggahnya beberapa saat lalu, seperti dikutip laman setkab.go.id.
Melalui akun twitternya, Dipo mengisahkan apa yang dialaminya menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 1977. Saat itu, ia mencalonkan Ali Sadikin sebagai Presiden. “Karena pencalonan itu, saya dipenjara 7 (tujuh) bulan,ditangkap seperti ayam dilepas seperti ayam tanpa pengadilan,” kenang Dipo.
Menurut Seskab Dipo Alam itu terjadi pada zaman Demokrasi "Pancasila" ala ORBA (Orde Baru), saat Pak Harto selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden. Sebelumnya, Demokrasi "Terpimpin" era Soekarno, selama 22 tahun menjabat sebagai Presiden.
Dipo Alam melanjutkan, 1 (satu) hari setelah bebas, ia dipanggil Pangkopkamtib Soedomo. “Saya tanya kenapa saya ditahan? Jawabnya: Karena kamu calonkan Ali Sadikin sebagai Presiden," ungkap mantan Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia itu.
Dipo mengingat, ada satu nasehat yang disampaikan Pangkopkamtib Soedomo saat bertemu dirinya setelah bebas dari penjara. "Nasehat saya Dipo, kamu boleh kritik jendral dan menteri siapa saja, tapi jangan sekali-kali yg "satu" itu dan keluarganya," kata Dipo Alam mengutip pesan Pangkopkamtib Soedomo waktu itu.
Dipo membandingkan dengan era demokrasi reformasi saat ini, dimana Presiden SBY dan keluarganya yang telah menjabat selama sembilan tahun bisa bebas dikrtitik sana-sini.
“Tidak ada yang ditangkap masuk penjara karena mengkritik Presiden, tidak ada bredel untuk pers, bebas kritik walau mengutip sana-sini tanpa bukti,” kata Dipo.
Baca juga berita: Seskab: Ormas PPI tidak bisa dibubarkan
(lal)