Bubarkan ormas, tudingan Nurhayati dinilai kasar
A
A
A
Sindonews.com - Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) menilai, pernyataan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf (NAA), terkait dengan pembubaran Ormas PPI merupakan tafsir yang sangat kasar terhadap ormas.
Terlebih dengan kapasitas NAA sebagai salah satu petinggi Partai Demokrat, yang saat ini berada di kursi pemerintahan dan juga sebagai tokoh penting di DPR, tafsiran kasar terhadap ormas tersebut sangatlah tidak layak untuk diucapkan.
"Tentu tafsir ini menjadi sangat berbahaya. Pada konteks inilah, maka kekhawatiran elemen-elemen masyarakat yang beberapa waktu lalu menolak UU Ormas, menjadi sangat beralasan, yaitu terkait potensi UU Ormas untuk dijalankan secara sewenang-wenang oleh siapa pun yang berkuasa," kata Juru Bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Ma'mun Murad, dalam konferensi persnya di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2013).
Ma'mun meyakini tafsiran kasar tersebut lahir, karena NAA tidak memiliki kemampuan dalam memahami nilai-nilai demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Dasar (UUD) dan NRI 1945 dan RUU Ormas.
"Dan tentu hal ini sangat memprihatinkan karena 'tafsir kasar' tersebut, justru muncul dari petinggi partai dan tokoh di DPR, yang semestinya berkewajiban dan harus bisa mengawal dengan baik setiap produk UU yang dihasilkan DPR," pungkas Ma'mun.
Klik di sini untuk berita terkait.
Terlebih dengan kapasitas NAA sebagai salah satu petinggi Partai Demokrat, yang saat ini berada di kursi pemerintahan dan juga sebagai tokoh penting di DPR, tafsiran kasar terhadap ormas tersebut sangatlah tidak layak untuk diucapkan.
"Tentu tafsir ini menjadi sangat berbahaya. Pada konteks inilah, maka kekhawatiran elemen-elemen masyarakat yang beberapa waktu lalu menolak UU Ormas, menjadi sangat beralasan, yaitu terkait potensi UU Ormas untuk dijalankan secara sewenang-wenang oleh siapa pun yang berkuasa," kata Juru Bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Ma'mun Murad, dalam konferensi persnya di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2013).
Ma'mun meyakini tafsiran kasar tersebut lahir, karena NAA tidak memiliki kemampuan dalam memahami nilai-nilai demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Dasar (UUD) dan NRI 1945 dan RUU Ormas.
"Dan tentu hal ini sangat memprihatinkan karena 'tafsir kasar' tersebut, justru muncul dari petinggi partai dan tokoh di DPR, yang semestinya berkewajiban dan harus bisa mengawal dengan baik setiap produk UU yang dihasilkan DPR," pungkas Ma'mun.
Klik di sini untuk berita terkait.
(stb)