Independensi KPU

Sabtu, 19 Oktober 2013 - 06:26 WIB
Independensi KPU
Independensi KPU
A A A
INDENPENSI Komisi Pemilihan Umum (KPU) berperan sangat besar dalam pelaksanaan Pemilu 2014 yang jujur, adil, dan bermanfaat. Kekhawatiran banyak pihak atas kerja sama pengamanan data pemilu yang dilakukan KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) yang ditandatangani September lalu bukanlah luapan emosi tanpa alasan.

Ada sejumlah alasan mengapa publik begitu khawatir dengan kehadiran sosok Lemsaneg dalam proses Pemilu 2014. Lembaga yang satu ini dipimpin oleh anggota militer aktif berpangkat mayor jenderal. Pejabat penting Lemsaneg lain juga diisi para jenderal yang secara keseluruhan bertanggung jawab langsung kepada atasannya, Panglima TNI. Tanpa bermaksud berburuk sangka terhadap integritas pimpinan Lemsaneg, kehadiran mereka dalam proses pengawasan dan pengamanan data pemilu mengundang kecurigaan. Kepala Lemsaneg bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini masih merangkap sebagai ketua umum Partai Demokrat, salah satu kontestan Pemilu 2014. Keberatan yang disampaikan kontestan Pemilu 2014 lain atas keberadaan Lemsaneg dalam pengamanan data pemilu menjadi beralasan. Data hasil pemilu merupakan titik paling rawan yang bisa menimbulkan dampak sosial politik yang besar pada Pemilu 2014. Dengan kondisi geografis dan luasnya wilayah Indonesia, kekhawatiran KPU terhadap keamanan data ini juga sangat beralasan. KPU memiliki keterbatasan kapabilitas sumber daya dalam masalah ini.

Karena itu, langkah KPU menjalin kerja sama dengan lima lembaga seperti Lemsaneg, KPK, Ikatan Akuntan Indonesia, Ikatan Akuntan Publik Indonesia, dan Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) juga tindakan yang beralasan. Namun, KPU tidak boleh menutup mata dan telinga soal keberatan dan kecemasan banyak pihak tentang keterlibatan Lemsaneg dalam pengamanan data. Pemilu 2009 adalah pengalaman berharga. Apalagi hingga saat ini data pemilih masih menjadi perdebatan panjang.

Untuk menghindari kecurigaan itu, KPU harus membuka seluas-luasnya isi nota kerja sama dengan Lemsaneg tersebut ke publik atau melalui media massa. Penjelasan yang disampaikan para komisioner secara sepotong-sepotong belum cukup memberi pencerahan. Intinya, KPU harus bisa meyakinkan publik bahwa kerja sama dengan Lemsaneg tidak akan membuat independensi KPU terganggu. Setelah menjelaskan, KPU juga harus membuat komitmen untuk melibatkan publik secara langsung dalam proses pengawasan dan pengamanan data.

Misalkan diberikan fasilitas layar besar yang bisa dilihat langsung oleh masyarakat dalam rekapitulasi data pemilu di pusat dan daerah yang bisa diakses 24 jam. KPU juga bisa menggandeng organisasi kemasyarakatan yang dianggap mampu menjaga netralitas untuk sama-sama mengawasi proses olah data KPU. Prinsipnya, semakin banyak yang terlibat semakin transparan proses pemilu. Jika proses pemilu semakin transparan, pihak yang ingin mencurangi pemilu pun akan berpikir seribu kali.

Mengawasi proses pemilu hingga ke tingkat detail memerlukan energi besar. Lembaga-lembaga pengawas pemilu formal memang sudah ada. Tapi, itu belumlah cukup untuk mengamankan pesta demokrasi agar jujur dan adil serta bisa diterima semua pihak dengan lapang dada. Kelemahan kita selama ini adalah saat satu kasus mencuat perhatian publik sangat besar. Seiring perjalanan waktu, perhatian itu akan surut dan hilang oleh rutinitas dan tenggelam oleh isu-isu lain. Nah, di sinilah kerawanan itu terjadi.

Pemilu adalah proses panjang yang melelahkan. Tapi, inilah konsekuensi hidup berdemokrasi yang ternyata juga memiliki banyak kelemahan. Pemilu 2014 adalah momentum kita untuk memilih para pemimpin yang benar-benar bekerja untuk bangsa dan negara. KPU yang jujur dan independen adalah syarat penting menuju pemilu yang berkualitas.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5764 seconds (0.1#10.140)