Jeratan harta

Jum'at, 11 Oktober 2013 - 06:28 WIB
Jeratan harta
Jeratan harta
A A A
UPAYA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri harta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar yang diduga diperoleh dari hasil suap, berhasil menemukan sejumlah mobil mewah.

Dalam penggeledahan yang dilakukan di rumah Akil di Kompleks Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan (8/10), penyidik menemukan tiga mobil mewah, yakni jenis Mercedes-Benz S350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete. Sebelumnya, dalam penggeledahan di kediaman Tubagus Chaery Wardhana alias Wawan, di Jalan Denpasar IV Nomor 35, Kuningan, Jakarta Selatan, KPK menemukan ”tumpukan” mobil mewah.

Bak showroom mobil mewah, garansi rumah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tersebut dipenuhi mobil seperti Bentley, dua Ferarri, Nissan G-TR, Lamborghini Gallardo, Lexus, Rolls Royce, Toyota Land Cruiser, Toyota Land Cruiser Prado, serta ada motor Harley-Davidson. Penemuan mobil ewah dengan harga miliaran rupiah, bahkan di antaranya ada yang nilainya di atas Rp5 miliar, di rumah Akil dan Wawan, secara tidak langsung menyiratkan adanya kesamaan di antara kedua tersangka suap tersebut, yakni hobi menimbun harta dan barang mewah.

Kata menimbun pantas digunakan karena jumlah mewah yang mereka koleksi jauh melebihi kebutuhan untuk pamer status, apalagi fungsional. Secara psikologis, menimbun mobil mewah tidak bisa dimungkiri menunjukkan adanya potensi keserakahan di dalam diri Akil dan Wawan. Bagaimana tidak, sebagai pemimpin semestinya Akil memahami betul kehidupan sosial-ekonomi masyarakatnya dengan kondisi banyak yang masih memprihatinkan.

Dengan timbunan mobil mewah di rumahnya, sama saja Akil membuat barikade antara dirinya dan masyarakatnya. Jika melihat masa lalu Akil di Pontianak, Kalimantan Barat yang konon pernah menjadi tukang semir sepatu, semestinya Akil mempunyai sifat nrimo sebagai wujud syukur atas capaian perjuangannya selama ini. Tapi dengan temuan mobil mewah, juga transaksi mencurigakan sebesar kurang lebih Rp100 miliar di PT Ratu Samagad yang diklaim milik sang istri, Akil yang dulu seorang aktivis kampus dan ormas kini menjadi begitu kedonyan.

Begitu pun Wawan. Walau terlahir dari keluarga kaya, Tubagus Chasan Sochib, sebagai bagian keluarga besar yang mempunyai trah pemimpin, semestinya dia tepo seliro dengan masyarakatnya. Sudah seharusnya dia malu Banten yang dikuasai kakak, istri, ibu tiri, saudara tiri, kemenakan, dan lainnya tidak beranjak dari keterbelakangan. Sebaliknya yang dia pertontonkan adalah sebuah ironi antisosial.

Fakta-fakta mencengangkan yang terungkap setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terkait kasus sengketa pilkada menunjukkan bahwa Akil dan Wawan sudah melupakan posisi dan peran yang semestinya mereka mainkan. Mereka sudah jauh menanggalkan norma dan etika sosial, sebaliknya sudah tergelincir jauh untuk memenuhi ambisi keduniaan. Jika demikian adanya, apa lagi yang dicari kecuali segala sesuatu yang bisa diukur secara kebendaan dan kemewahan.

Jabatan politik dan sosial yang mereka emban pun tak lebih sebagai kendaraan transaksional. Alhasil, sumpah jabatan berhenti pada kenang-kenangan atau malah bisa menjadi kamuflase untuk menutupi kelakuan. Benar kata orang bijak bahwa harta begitu memabukkan, sehingga membuat siapa pun yang tidak kuat iman lupa daratan.

Mereka yang terjerat orientasi harta dan kemewahan biasanya melupakan kaidah halal atau haram, hilang kemaluan, dan tipis perasaan. Mereka pasti lupa, bahwa mencari harta dengan cara haram bukan hanya menghancurkan dirinya sendiri, melainkan juga keluarga dan keturunannya.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5494 seconds (0.1#10.140)