Soekarno belok kiri, PKI bangkit lagi!

Kamis, 03 Oktober 2013 - 05:55 WIB
Soekarno belok kiri,...
Soekarno belok kiri, PKI bangkit lagi!
A A A
RUBUHNYA Republik Demokrasi Rakyat Indonesia yang diproklamasikan tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Sumarsono, pada 18 September 1948, memberikan pukulan berat bagi Partai Komunis Indonesia (PKI). Ribuan komunis dibunuh dan ditangkapi tentara republik.

Namun begitu, tidak semua kekuatan komunis saat itu hancur. Sejumlah tokohnya masih hidup. Bahkan proklamator Republik Demokrasi Rakyat yang kemudian disebut Pemerintah Front Nasional dan Negara Republik Indonesia Soviet dengan Presidennya Musso dan Perdana Menterinya Amir Sjarifuddin, berhasil meloloskan diri.

Dengan susah payah, sejumlah tokoh komunis yang selamat melakukan konsolidasi. Mereka kembali memperbaiki kerusakan partai yang telah hancur berantakan digempur Presiden dan Wakil Presiden Soekarno-Hatta.

Berbeda dengan Hatta yang bersikap keras dengan menganggap peristiwa Madiun sebagai suatu pemberontakan yang gagal dari pihak komunis, Soekarno justru berbelok ke kiri dan merangkul kaum komunis yang sudah hancur. Sikap Soekarno ini dinilai sebagai penyesalan atas politiknya menumpas komunis di Madiun.

Bahkan, dalam tulisannya "Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948, Peristiwa Sumatera 1956" dengan tegas DN Aidit membela Presiden Soekarno dan menyalahkan Hatta. Dia menyebut, Hatta-lah yang bertanggung jawab atas pembunuhan dan penangkapan ribuan komunis di Madiun.

Padahal, setelah peristiwa Madiun meletus Soekarno yang berpidato di corong RRI Yogyakarta dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama "membasmi kaum pengacau" di Madiun. Adapun yang maksud pengacau adalah kaum Komunis dan kaum progresif. Sedang membasmi yang dia maksud adalah secara jasmaniah.

Lebih lanjut, Aidit mengatakan, karena Hatta tahu pengaruhnya sangat kecil di kalangan angkatan bersenjata dan alat-alat negara lainnya, apalagi di kalangan masyarakat. Maka, dia menggunakan mulut Soekarno dan meminjam kewibawaan Soekarno untuk membasmi Amir Syarifuddin, dan ribuan rakyat di Madiun.

Tidak butuh waktu lama, tahun 1950 PKI bangkit kembali. Beberapa tahun kemudian, pada 16-20 Maret 1954, di Jakarta, PKI menggelar Kongres Nasional Ke-V PKI. Dalam kongres itu, Aidit terpilih menjadi Central Comite PKI yang baru.

Dalam sambutannya, Aidit mengakui, peristiwa Madiun memberikan pukulan yang kuat terhadap seluruh gerakan kemerdekaan. Dia juga mengungkapkan, peristiwa Madiun adalah kesempatan yang diciptakan oleh kaum imperialis dan partai-partai yang menjadi tulang punggungnya, yaitu Masyumi dan PSI untuk berkuasa.

Tujuan partai-partai itu, adalah untuk mengonsolidasi diri guna memudahkan kompromi Indonesia dengan Belanda dan guna melemahkan gerakan kemerdekaan rakyat. Ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa pemerintah Hatta membikin persetujuan KMB dengan Belanda, dan pemerintah Natsir dan Sukiman mengekang hak-hak demokrasi rakyat.

Menurutnya, peristiwa Madiun seujung rambut pun tidak menguntungkan kaum nasionalis dan kaum agama yang jujur. Untuk itu, tudingannya itu ditujukan kepada oknum-oknum yang berada di dalam Masyumi dan PSI.

Dalam kongres itu juga Aidit menyatakan kembali sikap PKI untuk mengikuti "Jalan Baru" untuk Republik Indonesia Musso dengan menggalang front persatuan nasional.

Hal itu bahkan sudah dijalankan dalam politik PKI sehari-hari, terutama dalam lapangan politik yang diwujudkan dengan menggalang persatuan di kalangan kaum buruh, tani, pemuda, pelajar, dan wanita. Sejak provokasi Madiun, PKI tidak henti-hentinya menganjurkan persatuan di tiap-tiap golongan dengan tidak memandang perbedaan keyakinan politik dan agama.

Pola persatuan nasional, katanya, sudah terbukti membawa sukses besar di negara-negara jajahan, seperti Korea, Vietnam, Malaya, Birma, dan India. Inilah babak baru kebangkitan komunisme di Indonesia.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7960 seconds (0.1#10.140)