Rumus 3L cegah penyeludupan pasal pelemahan KPK
A
A
A
Sindonews.com - Upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya tak pernah berhenti. Melalui cara kasar maupun halus terus dilakukan untuk menumpulkan kekuatan lembaga antikorupsi ini.
Menurut Pengamat Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Profesor Asep Warlan Yusuf, ketika pelemahan KPK lewat revisi UU KPK tidak berhasil dilakukan maka tidak menutup kemungkinan dilakukan melalui undang-undang lain.
Dengan demikian, lanjutnya, kasus-kasus korupsi akan jatuh dengan sendirinya ke Kejaksaan Agung dan Polri yang masih kurang dipercaya oleh masyarakat.
"Sampai detik ini masyarakat lebih percaya KPK ketimbang kejagung dan polisi. Kalau ada pasal yang diseludupkan sangat disayangkan. Itu besar kemungkinan itu akan didayagunakan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Rabu (2/9/2013).
Ia melanjutkan, setelah "penyeludupan" pasal pelemahan KPK dalam revisi RUU KUHAP dan RUU KUHP berhasil dilakukan di Senayan, maka akan dibangun argumentasi teoritis lewat akademisi yang pro pelemahan KPK.
"Argumentasi juga dibangun melalui praktisi bahwa KPK tidak proporsional dalam melakukan tindakan hukumnnya. Caranya dengan meredam melalui undang-undang. Biar rasional didatangkan ahli dan akademisi untuk melanggengkan itu," tegas dia.
Karena itu, lanjutnya, publik harus memberikan tekanan kepada DPR agar tak meloloskan sembilan pasal pelemahan KPK dalam RUU KUHAP dan RUU KUHP seperti yang dikhawatirkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Publik tidak boleh Lemah, Lengah, dan Lelah. Jika 3L itu terjadi, tanpa disadari undang-undang itu sampai di tangan presiden untuk ditandatangani. Jangan sampai kita kecolongan, revisi undang-undang itu harus dikawal melalui media massa," pungkasnya.
Baca juga berita Ini 9 pasal pelemahan KPK dalam RUU KUHAP
Menurut Pengamat Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Profesor Asep Warlan Yusuf, ketika pelemahan KPK lewat revisi UU KPK tidak berhasil dilakukan maka tidak menutup kemungkinan dilakukan melalui undang-undang lain.
Dengan demikian, lanjutnya, kasus-kasus korupsi akan jatuh dengan sendirinya ke Kejaksaan Agung dan Polri yang masih kurang dipercaya oleh masyarakat.
"Sampai detik ini masyarakat lebih percaya KPK ketimbang kejagung dan polisi. Kalau ada pasal yang diseludupkan sangat disayangkan. Itu besar kemungkinan itu akan didayagunakan," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Rabu (2/9/2013).
Ia melanjutkan, setelah "penyeludupan" pasal pelemahan KPK dalam revisi RUU KUHAP dan RUU KUHP berhasil dilakukan di Senayan, maka akan dibangun argumentasi teoritis lewat akademisi yang pro pelemahan KPK.
"Argumentasi juga dibangun melalui praktisi bahwa KPK tidak proporsional dalam melakukan tindakan hukumnnya. Caranya dengan meredam melalui undang-undang. Biar rasional didatangkan ahli dan akademisi untuk melanggengkan itu," tegas dia.
Karena itu, lanjutnya, publik harus memberikan tekanan kepada DPR agar tak meloloskan sembilan pasal pelemahan KPK dalam RUU KUHAP dan RUU KUHP seperti yang dikhawatirkan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Publik tidak boleh Lemah, Lengah, dan Lelah. Jika 3L itu terjadi, tanpa disadari undang-undang itu sampai di tangan presiden untuk ditandatangani. Jangan sampai kita kecolongan, revisi undang-undang itu harus dikawal melalui media massa," pungkasnya.
Baca juga berita Ini 9 pasal pelemahan KPK dalam RUU KUHAP
(kri)