Saat ini momentum perbaikan masalah TKI
A
A
A
Sindonews.com - Wilfrida Soik (17), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT), kini terancam hukuman mati di Malaysia. Wilfrida didakwa hukuman mati setelah membunuh majikannya, Yeap Seok Pen. Namun kasus pembunuhan yang terjadi pada 7 Desember 2010 itu, karena Wilfrida berupaya membela diri dari kekerasan majikannya.
Direktur Eksekutif Migrant Institute, Adi Chandra Utama berharap, agar kasus pemerintah bisa lebih tersistem dalam menangani kasus atau permasalahan yang mendera TKI.
"Ubah secara fundamental kerangka politiknya dalam membangun dan menjalankan tata kelola TKI, dari komodifikasi TKI menuju perlindungan TKI sebagai warga negara dan aset bangsa," kata Adi kepada Sindonews, Senin (30/9/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kasus Wilfrida ini, bisa menjadi momentum agar Pemerintah dan DPR bisa merampungkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
"Momentum untuk itu (perbaikan pengurusan TKI), sekarang hadir melalui proses revisi UU 39/2004 yang saat ini sedang dibahas bersama pemerintah dan DPR," pungkasnya.
Sebelumnya, politikus beramai-ramai terbang ke Malaysia untuk memberikan pembelaannya terhadap Wilfrida. Kasus dakwaan hukuman mati yang menimpa gadis remaja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu di Malaysia, menjadi kesempatan bagi politikus menjadi 'pahlawan'.
Mereka yang telah berada di Malaysia antara lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, serta politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Dyah Pitaloka.
Simak berita terkait soal Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Direktur Eksekutif Migrant Institute, Adi Chandra Utama berharap, agar kasus pemerintah bisa lebih tersistem dalam menangani kasus atau permasalahan yang mendera TKI.
"Ubah secara fundamental kerangka politiknya dalam membangun dan menjalankan tata kelola TKI, dari komodifikasi TKI menuju perlindungan TKI sebagai warga negara dan aset bangsa," kata Adi kepada Sindonews, Senin (30/9/2013).
Lebih lanjut dia mengatakan, dalam kasus Wilfrida ini, bisa menjadi momentum agar Pemerintah dan DPR bisa merampungkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
"Momentum untuk itu (perbaikan pengurusan TKI), sekarang hadir melalui proses revisi UU 39/2004 yang saat ini sedang dibahas bersama pemerintah dan DPR," pungkasnya.
Sebelumnya, politikus beramai-ramai terbang ke Malaysia untuk memberikan pembelaannya terhadap Wilfrida. Kasus dakwaan hukuman mati yang menimpa gadis remaja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu di Malaysia, menjadi kesempatan bagi politikus menjadi 'pahlawan'.
Mereka yang telah berada di Malaysia antara lain, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) yang juga Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat, serta politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Dyah Pitaloka.
Simak berita terkait soal Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia.
(maf)