NU akan jalankan politik tingkat tinggi

Minggu, 08 September 2013 - 23:02 WIB
NU akan jalankan politik tingkat tinggi
NU akan jalankan politik tingkat tinggi
A A A
Sindonews.com - Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Ahmad Muhammad Sahal Mahfudh menginstruksikan agar NU secara organisasi menajalankan politik tingkat tinggi. Pasalnya sebagai organisasi sosial NU harus mencurahkan perhatiannya secara serius pada bidang sosial, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, pertanian dan lain-lain yang menjadi problem kehidupan sehari-hari warga, masyarakat dan bangsa.

“Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi (high politics), yakni politik kebangsaan, kerakyatan dan etika berpolitik,” katanya.

Politik kebangsaan berarti NU harus dan proaktif mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara bagi bangsa Indonesia. Politik kerakyatan antara lain bermakna NU harus aktif memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi dan membela mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun.

“Etika berpolitik harus selalu ditanamkan NU kepada kader dan warganya pada khususnya, dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar berlangsung kehidupan politik yang santun dan bermoral yang tidak menghalalkan segala cara,” ungkapnya.

Ahmad mengatakan politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (low politics) adalah porsi partai politik dan warga negara, termasuk warga NU secara perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga, harus steril dari politik semacam itu. Hal ini perlu diingatkan, menjelang tahun 2014 yang merupakan tahun politik.

“Dikhawatirkan tidak sedikit pengurus NU di berbagai tingkatan yang memperlakukan NU seakan-akan sebagai sebuah partai politik yang bergerak pada tataran politik praktis alias politik kekuasaan,” katanya.

Menurutnya, dengan menjaga NU untuk bergerak pada tataran politik tingkat tinggi maka jalinan persaudaraan di lingkungan warga NU dapat terpelihara. Sebaliknya,manakala NU secara kelembagaan telah diseret ke pusaran politik praktis, akan tercabik-cabik.

“Oleh karena itu, sinyalemen adanya Rais Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah di beberapa daerah yang dicalegkan dan lain sebagainya, wajib mendapatkan respons yang sungguh-sungguh dari Rapat Pleno ini, sesuai dengan ketentuan AD/ART tentang larangan rangkap jabatan,” katanya.

Dia menegaskan bahwa NU merupakan organisasi keagamaan yang bersifat sosial. Sebagai organisasi keagamaan Islam, tugas utama NU adalah menjaga, membentengi, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam menurut pemahaman di bumi nusantara.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar memastikan bahwa hal tersebut memang sudah seharusnya. Pasalnya NU memang tidak berpolitik praktis.

“NU memang harus memainkan high politic. Tidak berpolitik berwawasan praktis atau berpolitik rendah atau berpolitik praktis tetapi lebih pada masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan,” katanya.

Dia mengatakan tidak bermasalah dengan intruksi tersebut. Namun demikian, marwan mengatakan bahwa PKB merupakan alat alat perjuangan alat politik dan perjuangan nahdiyin.
“Tidak masalah kebersamaan NU dan PKB luar biasa,” katanya.

Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatulloh, Gun Gun Heriyanto mengatakan hal tersebut merupakan langkah yang postif bagi NU. Pasalnya NU sebagai organisasi tentu sudah seharusnya tidak menjadi bagian dari politik praktis.

“Tepat ini artinya kan memnjaga marwah NU. Sehingga tidak menjadi kendaraan politik praktis. NU kan kekuatan civil society. ini kan perannya jauh lebih besar dari partai politik,” katanya.

Dia mengatakan sudah semestinya NU menjaga jarak dari kekuatan partai politik. Menurutnya pengalaman sebelumnya terkait keterlibatan NU dalam poilitik membuatnya harus dalam tanda petik berkorban.

“Pada saat Hasyim Muzadi mencalonkan diri sebagai wakil banyak hal yang harus dalam tanda petik dikorbankan NU. Kemudian gusdur menjadi presiden ini beririsan partai dan kekuasaan. Itu memang harus dihindari sebagai organisasi,” katanya.

Dia mengatakan akan jauh lebih positif membangun sebuah kekuasasaan tetapi tidak masuk ke dalam parpol atau sebagai tim pemenangan. Tentunya bahwa warga NU sendiri memiliki hak berpolitik itu atas nama pribadi.

“NU katalisastor umat. Harus membangun fatsun bahwa harus lebih konsen mengurus umat sebagai organisasi yang memiliki basis masa,” katanya.
(lal)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2451 seconds (0.1#10.140)