Kasus simulator, Nazar sebut legislator yang terkenal vokal
A
A
A
Sindonews.com - Terpidana suap Wisma Atlet SEA Games Palembang, M Nazaruddin kembali mencatut mantan sesama koleganya di DPR RI. Tak tanggung-tanggung, Nazaruddin menyebut matan koleganya itu diduga terlibat dalam proyek pengadaan simulator SIM Kakorlantas Polri.
Mantan petinggi Partai Demokrat itu menyebut dirinya bersama Komisi III DPR RI seperti Herman Herry, Trimedya politikus Panjaitan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo (Partai Golkar) serta Benny Kabur Harman dan Saan Mustofa (Partai Demokrat) terlibat dalam proyek Simulator.
"Saya (Nazaruddin), Herman Herry, Azis, Bambang Soesatyo, Trimedya, dan dari Demokrat ada Benny K Harman, Saan Mustofa," kata Nazaruddin usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2013).
Nazar menjelaskan, perihal keterkaitan sejumlah politikus Senayan yang dikenal vokal tersebut, sudah diterangkan secara gamblang kepada penyidik KPK. "Itu saya rincikan secara jelas, di mana terima uangnya, di mana bagi-baginya," paparnya.
Sebelumnya, beberapa anggota DPR RI yang disebut namanya terkait pengadaan proyek simulator SIM sudah saling membantah. Namun, Nazar meyakinkan kepada publik tentang keterlibatan politikus dari latar belakang partai tersebut.
Dalam perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan sebelumnya telah menuntut terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dengan ancaman 18 tahun penjara.
Selain itu, Djoko di denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Selain itu, Djoko dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp32 miliar, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Djoko terbukti melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 65 ayat 1 KUHP
Serta melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31/1999 Jo Pasal 18 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Mantan petinggi Partai Demokrat itu menyebut dirinya bersama Komisi III DPR RI seperti Herman Herry, Trimedya politikus Panjaitan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo (Partai Golkar) serta Benny Kabur Harman dan Saan Mustofa (Partai Demokrat) terlibat dalam proyek Simulator.
"Saya (Nazaruddin), Herman Herry, Azis, Bambang Soesatyo, Trimedya, dan dari Demokrat ada Benny K Harman, Saan Mustofa," kata Nazaruddin usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2013).
Nazar menjelaskan, perihal keterkaitan sejumlah politikus Senayan yang dikenal vokal tersebut, sudah diterangkan secara gamblang kepada penyidik KPK. "Itu saya rincikan secara jelas, di mana terima uangnya, di mana bagi-baginya," paparnya.
Sebelumnya, beberapa anggota DPR RI yang disebut namanya terkait pengadaan proyek simulator SIM sudah saling membantah. Namun, Nazar meyakinkan kepada publik tentang keterlibatan politikus dari latar belakang partai tersebut.
Dalam perkara tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan sebelumnya telah menuntut terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dengan ancaman 18 tahun penjara.
Selain itu, Djoko di denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Selain itu, Djoko dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp32 miliar, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Djoko terbukti melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jo 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 65 ayat 1 KUHP
Serta melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31/1999 Jo Pasal 18 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(maf)