Sita aset Asian Agri, PPATK surati 5 negara
A
A
A
Sindonews.com - Kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group (AAG) sebesar Rp2,5 triliun sampai saat ini masih belum menemukan titik terang.
Instansi hukum pemerintah seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus tersebut pun, masih sebatas wacana untuk mengejar dan melakukan Asset Recovery terhadap PT AAG.
Dalam kasus ini, pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun turut membantu pihak Kejagung, yakni dengan cara mengirimkan surat ke berbagai negara yang diduga terdapat aset PT AAG.
Direktur Hukum PPATK, Fithriadi Muslim mengatakan bahwa pihaknya melalui Kepala PPATK Muhammad Yusuf telah mendapatkan informasi terkait aset-aset PT AAG yang berada di luar negeri dan akan segera melakukan penyitaan aset tersebut.
"Kepala PPATK, sudah mengirimkan surat ke lima sampai enam negara dimana ada perusahaan AAG disana. Kita meminta informasi terkait uang dan informasi kepada PPATK disana dan kita meminta informasi," kata Fithriadi usai peluncuran dan bedah buku 'Memahami Asset Recovery & Gatekeeper' di Auditorium Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2013).
Fithriadi melanjutkan, PPATK sudah menemukan berbagai bukti serta informasi penting terkait kasus penggelapan pajak PT AAG. Bukti dan informasi tersebut diakui oleh Fithriadi didapatkan dari kerjasama pihak PPATK di Indonesia dengan di luar negeri.
"Kita sudah mendapatkan barang bukti untuk itu (kasus PT AAG)," tegas Fithriadi.
Namun, pihak PPATK sampai saat ini mengaku masih mengalami kesulitan untuk menggunakan berbagai bukti kasus penggelapan pajak PT AAG ke pengadilan dikarenakan birokrasi yang cukup sulit.
"Baru tukar-menukar informasi, tapi kalau akan digunakan di bukti sidang pengadilan, itu sulit. Harus ditukar-tukar berkas. Seperti, PPATK tanda tangan dikirim ke sana. Disana tanda tangan, terus dikirim lagi ke sini. Itu biasa MoU seperti itu," tandas Fithriadi
Untuk diketahui, dalam kasus penggelapan pajak PT Asian Agri terjadi pada tahun 2002 sampai 2005 dengan modus rekayasa jumlah pengeluaran perusahaan.
Penggelapan pajak anak perusahaan dari Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu, diperkirakan mencapai Rp1,340 triliun dan Mahkamah Agung (MA) telah memvonis mantan Manajer Pajak Asean Agri Suwir Laut, dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun.
Selain itu, belakangan diketahui perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto juga telah dihukum untuk membayar denda sebesar Rp2,5 triliun, atau setara dengan dua kali lipat nilai pajak yang telah digelapkan olehnya. Seharusnya, denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun.
Instansi hukum pemerintah seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus tersebut pun, masih sebatas wacana untuk mengejar dan melakukan Asset Recovery terhadap PT AAG.
Dalam kasus ini, pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun turut membantu pihak Kejagung, yakni dengan cara mengirimkan surat ke berbagai negara yang diduga terdapat aset PT AAG.
Direktur Hukum PPATK, Fithriadi Muslim mengatakan bahwa pihaknya melalui Kepala PPATK Muhammad Yusuf telah mendapatkan informasi terkait aset-aset PT AAG yang berada di luar negeri dan akan segera melakukan penyitaan aset tersebut.
"Kepala PPATK, sudah mengirimkan surat ke lima sampai enam negara dimana ada perusahaan AAG disana. Kita meminta informasi terkait uang dan informasi kepada PPATK disana dan kita meminta informasi," kata Fithriadi usai peluncuran dan bedah buku 'Memahami Asset Recovery & Gatekeeper' di Auditorium Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2013).
Fithriadi melanjutkan, PPATK sudah menemukan berbagai bukti serta informasi penting terkait kasus penggelapan pajak PT AAG. Bukti dan informasi tersebut diakui oleh Fithriadi didapatkan dari kerjasama pihak PPATK di Indonesia dengan di luar negeri.
"Kita sudah mendapatkan barang bukti untuk itu (kasus PT AAG)," tegas Fithriadi.
Namun, pihak PPATK sampai saat ini mengaku masih mengalami kesulitan untuk menggunakan berbagai bukti kasus penggelapan pajak PT AAG ke pengadilan dikarenakan birokrasi yang cukup sulit.
"Baru tukar-menukar informasi, tapi kalau akan digunakan di bukti sidang pengadilan, itu sulit. Harus ditukar-tukar berkas. Seperti, PPATK tanda tangan dikirim ke sana. Disana tanda tangan, terus dikirim lagi ke sini. Itu biasa MoU seperti itu," tandas Fithriadi
Untuk diketahui, dalam kasus penggelapan pajak PT Asian Agri terjadi pada tahun 2002 sampai 2005 dengan modus rekayasa jumlah pengeluaran perusahaan.
Penggelapan pajak anak perusahaan dari Raja Garuda Mas milik Soekanto Tanoto itu, diperkirakan mencapai Rp1,340 triliun dan Mahkamah Agung (MA) telah memvonis mantan Manajer Pajak Asean Agri Suwir Laut, dua tahun penjara dengan masa percobaan tiga tahun.
Selain itu, belakangan diketahui perusahaan milik konglomerat Sukanto Tanoto juga telah dihukum untuk membayar denda sebesar Rp2,5 triliun, atau setara dengan dua kali lipat nilai pajak yang telah digelapkan olehnya. Seharusnya, denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun.
(kri)