Kesalehan sosial tumbuhkan toleransi antar kelompok
A
A
A
Sindonews.com - Saat ini diperlukan kesalehan sosial selain kesalehan individual yang diwujudkan dengan ibadah melalui ritual. Kesalehan individual belum tentu memiliki korelasi positif dengan kesalehan sosial yang terwujud ketika manusia berada dalam suatu kelompok.
"Padahal kesalehan sosial itu dapat membangun sikap toleransi antar kelompok sosial. Seseorang yang saleh dalam hal hubungannya dengan Tuhan belum tentu bisa membawa kesalehan tersebut ketika berada dalam kelompok," ujar dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Amin Abdullah di UMY, Yogyakarta, Senin (29/7/2013).
Menurut Amin, Tuhan tidak dapat dilepaskan sedetikpun dari manusia sebagai individu, dalam arti manusia secara individu mengklaim dan percaya demikian adanya. Namun ketika mereka berkelompok seringkali mereka melupakan pengawasan Tuhan.
"Ketika umat Islam hidup berkelompok, mudah sekali terbelenggu pada ikatan primordialisme dan neo sektarianisme beraqidah yang super ketat yang tidak toleran terhadap perbedaan tafsir keagamaan. Bahkan, sering kali Tuhan dijadikan tameng dan dalih oleh kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan psikologis maupun fisik sosial," jelasnya.
Hal yang demikian tersebutlah yang menurut Amin membuat umat Islam mudah saling mengkafirkan, saling murtad memurtadkan di lingkungan intern umat sendiri. Dan perilaku sosial neo sektarianisme, tambahnya, seringkali dianggap oleh sebagian orang sangat emosional dan mudah menyulut kekerasan.
Ia meyakini tidak semua perilaku sosial organisasi atau sosial keagamaan memiliki tingkah laku seperti itu. “Banyak pengamat sosial menganggap prilaku kelompok neo sektarianisme sangat emosional dan mudah menyulut kekerasan dan mengantarkan ke disharmonisasi sosial,” tambahnya.
"Padahal kesalehan sosial itu dapat membangun sikap toleransi antar kelompok sosial. Seseorang yang saleh dalam hal hubungannya dengan Tuhan belum tentu bisa membawa kesalehan tersebut ketika berada dalam kelompok," ujar dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Amin Abdullah di UMY, Yogyakarta, Senin (29/7/2013).
Menurut Amin, Tuhan tidak dapat dilepaskan sedetikpun dari manusia sebagai individu, dalam arti manusia secara individu mengklaim dan percaya demikian adanya. Namun ketika mereka berkelompok seringkali mereka melupakan pengawasan Tuhan.
"Ketika umat Islam hidup berkelompok, mudah sekali terbelenggu pada ikatan primordialisme dan neo sektarianisme beraqidah yang super ketat yang tidak toleran terhadap perbedaan tafsir keagamaan. Bahkan, sering kali Tuhan dijadikan tameng dan dalih oleh kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan psikologis maupun fisik sosial," jelasnya.
Hal yang demikian tersebutlah yang menurut Amin membuat umat Islam mudah saling mengkafirkan, saling murtad memurtadkan di lingkungan intern umat sendiri. Dan perilaku sosial neo sektarianisme, tambahnya, seringkali dianggap oleh sebagian orang sangat emosional dan mudah menyulut kekerasan.
Ia meyakini tidak semua perilaku sosial organisasi atau sosial keagamaan memiliki tingkah laku seperti itu. “Banyak pengamat sosial menganggap prilaku kelompok neo sektarianisme sangat emosional dan mudah menyulut kekerasan dan mengantarkan ke disharmonisasi sosial,” tambahnya.
(maf)