15 bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilu versi KPAI
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Divisi Sosialisasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa pro kontra soal pelibatan anak-anak dalam kegiatan partai politik mencuat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Komisi II DPR RI belum lama ini.
KPAI, kata dia, berpegang pada ketentuan undang-undang dan kepentingan terbaik bagi anak. Di satu sisi, ujar dia, anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan politik yang bermartabat, karena salah satu prinsip dasar perlindungan anak adalah mendengar dan menghargai pendapat anak.
Di sini yang lain, lanjut dia, Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan anak mengatur bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
"Yang dilarang dalam kegiatan politik, adalah penyalahgunaan anak. Untuk itu, KPAI merinci bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum yang terlarang dan disampaikan secara resmi ke KPU untuk jadi acuan dalam mewujudkan Pemilu Ramah Anak," ujarnya melalui pesan singkat kepada Sindonews, Sabtu (27/7/2013).
Ada 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum yang terlarang menurut KPAI. Pertama, memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih
Kedua, menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye terbuka. Ketiga, memobilitasi massa anak oleh partai politik atau calon anggota legislatif (Caleg).
Keempat, menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu. Kelima, menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik.
Keenam, menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan. "Ketujuh, menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut partai politik," katanya.
Kedelapan, menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uang oleh parpol atau caleg. Kesembilan, mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain.
"Kesepuluh, memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau perhitungan suara," imbuhnya.
Kesebelas, membawa anak ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak. Keduabelas, melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat diartikan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau perhitungan suara. Seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot atau dicat.
Ketigabelas, melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.
"Keempatbelas, memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci caleg atau parpol tertentu. Kelimabelas, melibatkan anak dalam sengketa hasil perhitungan suara."
"Dengan demikian, harus dipahami bahwa yang dilarang adalah penyalahgunaan anak. Saatnya kampanye dan aktifitas politik partai jadi ajang pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, termasuk bagi anak-anak Indonesia,"pungkasnya.
KPAI, kata dia, berpegang pada ketentuan undang-undang dan kepentingan terbaik bagi anak. Di satu sisi, ujar dia, anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan politik yang bermartabat, karena salah satu prinsip dasar perlindungan anak adalah mendengar dan menghargai pendapat anak.
Di sini yang lain, lanjut dia, Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan anak mengatur bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
"Yang dilarang dalam kegiatan politik, adalah penyalahgunaan anak. Untuk itu, KPAI merinci bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum yang terlarang dan disampaikan secara resmi ke KPU untuk jadi acuan dalam mewujudkan Pemilu Ramah Anak," ujarnya melalui pesan singkat kepada Sindonews, Sabtu (27/7/2013).
Ada 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum yang terlarang menurut KPAI. Pertama, memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih
Kedua, menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye terbuka. Ketiga, memobilitasi massa anak oleh partai politik atau calon anggota legislatif (Caleg).
Keempat, menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau caleg tertentu. Kelima, menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik.
Keenam, menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol dalam bentuk hiburan. "Ketujuh, menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut partai politik," katanya.
Kedelapan, menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uang oleh parpol atau caleg. Kesembilan, mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain.
"Kesepuluh, memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau perhitungan suara," imbuhnya.
Kesebelas, membawa anak ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak. Keduabelas, melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat diartikan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau perhitungan suara. Seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot atau dicat.
Ketigabelas, melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.
"Keempatbelas, memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci caleg atau parpol tertentu. Kelimabelas, melibatkan anak dalam sengketa hasil perhitungan suara."
"Dengan demikian, harus dipahami bahwa yang dilarang adalah penyalahgunaan anak. Saatnya kampanye dan aktifitas politik partai jadi ajang pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, termasuk bagi anak-anak Indonesia,"pungkasnya.
(kri)