Masalah PKL

Sabtu, 27 Juli 2013 - 10:20 WIB
Masalah PKL
Masalah PKL
A A A
Penertiban pedagang kaki lima (PKL) memang terbukti sangat sulit. Lihat saja betapa kerepotannya aparat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam menertibkan PKL yang memakan badan jalan di Pasar Tanah Abang.

Hanya beberapa saat setelah ditertibkan, PKL kembali memenuhi badan jalan. Pasar pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara itu pun kembali semrawut. Selain pengguna jalan dirugikan, tentu pedagang yang menghuni bangunan pasar dirugikan, karena pasti ada banyak orang yang mengurungkan niatnya berbelanja karena tahu harus mengarungi macet. Langkah serius dan ngotot dari Pemprov DKI ini memang sangat kita dambakan.

Kita semua ingin Jakarta tertata rapi, namun tidak juga menyingkirkan sektor informal yang memberi penghidupan banyak keluarga ini. Opsi pengalihan PKL ke Blok G Pasar Tanah Abang seharusnya bisa jadi jalan tengah kepentingan bersama itu. Pemprov juga harus mendengarkan keinginan PKL agar Blok G menjadi tempat yang representatif untuk berdagang. Pekerjaan informal seperti PKL ini memang pekerjaan yang modal awalnya sangat minim, sehingga bisa menjadi pilihan menarik di tengah sulitnya mencari nafkah di Ibu Kota.

Cukup dengan setoran ratusan ribu hingga beberapa juta rupiah ke preman, seorang PKL sudah bisa menggelar lapak dagangannya. Modal untuk barang dagangan pun tak perlu mahal-mahal, cukup dengan uang satu-dua juta rupiah bisa memiliki cukup banyak barang untuk diperdagangkan. Ketika barang habis, PKL dapat dengan mudah mendatangi berbagai sentra perdagangan yang menyediakan banyak barang dagangan PKL, seperti Pasar Senen, Pasar Tanah Abang, Pasar Mangga Dua, Pasar Jatinegara.

Maka tak heran dengan potensi keuntungan, modal yang minim, dan pasar yang sangat besar, maka jumlah PKL terus tumbuh memadati berbagai ruas-ruas jalan di kota-kota besar. Dalam masalah penertiban PKL ini, ada baiknya kita semua juga melakukan introspeksi diri. Mungkin pada dasarnya ada sedikit sifat hipokrit yang tertanam pada umumnya diri kita semua. Mayoritas pengguna jalan akan berpandangan negatif ketika berbicara mengenai PKL.

Umumnya akan mengeluh bahwa PKL ini adalah sumber utama kesemrawutan jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, selain memang perilaku pengendara yang masih di bawah standar. Namun, rupanya banyak di antara kita yang mengeluh ini ternyata menjadi pelanggan barang dagangan para PKL. Alasan utamanya adalah akses yang mudah dan harga miring di bawah harga di toko. Padahal, logika pasar bekerja dalam konteks yang sama dalam masalah PKL ini yaitu di mana ada permintaan maka akan ada penawaran.

Jika masyarakat masih terus belanja di PKL yang memakan badan jalan, mereka akan terus berdagang di sana. Jika masyarakat kompak hanya mau berbelanja pada PKL yang berdagang di lokasi yang telah ditentukan, dengan sendirinya PKL yang merugikan akan berkurang dan PKL menjadi kian tertib berdagang di tempat yang ditentukan. Memang Jakarta adalah kota seribu kepentingan.

Masalah yang sedang dicarikan solusinya selalu saja bisa berbelok pembahasannya karena berbagai macam hambatan. Misalnya keributan yang memalukan justru terjadi ketika anggota DPRD meributkan cara Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dianggap menyindir kehormatan anggota DPRD DKI Jakarta. Tak ayal keduanya saling serang pernyataan melalui media massa.

Seharusnya anggota DPRD Jakarta sebagai legislator bahumembahu mendukung program positif yang dijalankan oleh jajaran eksekutif Provinsi DKI Jakarta. Bukan justru hanya meributkan masalah etika, namun tak juga memberi solusi. Bahkan seperti yang disayangkan Ahok, alih-alih mendukung pemindahan PKL ke Blok G Pasar Tanah Abang, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana justru menyatakan PKL tak akan mau pindah.

Seharusnya sekalipun Abraham Lunggana tidak setuju cara Pemprov DKI Jakarta, dia harus menawarkan solusi yang menurutnya lebih baik, bukannya berperang kata yang hanya memanaskan situasi. Semoga Jakarta menjadi kian tertata sebagai kota utama di Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia, namun tanpa menyingkirkan kaum ekonomi lemah.
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6556 seconds (0.1#10.140)