Kejagung terus ulur pemeriksaan Nazaruddin
A
A
A
Sindonews.com - Hingga saat ini pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) masih terlihat ragu untuk memanggil mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat, M Nazaruddin terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat latih sayap tetap (fixed wing) dan Link Simulator pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI), Curug, Tanggerang.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Andhi Nirwanto mengatakan jika ingin memanggil Nazaruddin harus disampaikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Kalau ada keinginan memanggil Nazaruddin disampaikan saja dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kalau memang ada keterkaitannya. Intinya semua yang ada kaitannya akan dimintai keterangan," kata Andhi di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2013).
Seperti diberitakan sebelumnya, Penasehat Hukum Direktur Utama PT Pacific Putra Metropolitan (PPM) Bayu Widjokongko, Ramdan Alamsyah menegaskan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) harus memanggil terpidana kasus wisma atlet M Nazaruddin dalam kasus ini.
"Kita berharap Nazaruddin dipanggil karena keterlibatannya sangat kental dalam masalah ini," kata Ramdan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2013.
Ramdan menegaskan, Nazaruddin memiliki peran penting dalam proyek pengadaan pesawat latih. Selain sebagai pemilik PT Permai Grup yang menaungi PT Pacific Putra Metropolitan (PPM), Nazaruddin juga turut serta menentukan jajaran direksi perusahaan tersebut selama proses proyek pengadaan pesawat dijalankan.
"Kalau dilihat dari pola yang ada memang keterlibatan Nazaruddin sangat terlihat dimana ada pembentukan tim di dalam PT kemudian diikuti dengan pergantian direktur-direkturnya atas instruksi dan arahan Nazaruddin," tegas Ramdan.
Ramdan meyakini bahwa kliennya adalah korban dari Nazaruddin. Hal ini dikarenakan dalam proyek yang dikerjakan termasuk pengelolaan keuangan, seluruhnya dipegang oleh Nazaruddin.
"Begini ada instruksi pencairan uang yang seharusnya dibayarkan ke produsen kapal kemudian diminta ditransfer ke Nazaruddin melalui klien kita untuk ditransfer ke orang lain. Ini permasalahan pengelolaan dana yang seharusnya masuk ke produsen untuk bayar pajak atau bayar yang lain, dialihkan ke tempat lain, milik Nazaruddin, itu yang menjadi masalah," ungkap Ramdan.
Selain itu, Ramdan juga meyakini bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan salah tangkap (error in pesona) dalam kasus pengadaan pesawat latih tersebut. Kata dia, jika Kejagung serius maka yang harus ditersangkakan adalah direktur yang mengikuti proses lelang lalu Nazaruddin.
"Klien saya dikorbankan, kita berharap ini dibuka semua karena klien kita yang dikorbankan, dia tidak tahu apa-apa. Prosedur lelangnya tidak tahu, menang tender, dia tidak tahu. Semuanya ditunjuk oleh Nazaruddin pada saat lelang direkturnya berbeda, pada saat menang tender direkturnya Clara kalau tidak salah. Jadi itu ada pergantian direktur. Ketika klien saya masuk ini sudah terjadi semua," ujar Ramdan.
Proyek pengadaan pesawat tersebut dilakukan pada tahun anggaran 2010-2013 dengan nilai Rp138 miliar. Dalam pengadaannya, diduga terjadi kesalahan prosedur sebab dari 18 pesawat hanya enam saja yang didatangkan. Sementara pembayaran telah lunas dilakukan pada 14 Desember 2012.
Setelah diselidiki, ternyata 12 unit pesawat yang belum didatangkan itu masih dirakit. Jaksa penyidik menyita 12 pesawat tersebut dan dua unit link simulator dari PT Pacific Putra Metropolitan.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Andhi Nirwanto mengatakan jika ingin memanggil Nazaruddin harus disampaikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Kalau ada keinginan memanggil Nazaruddin disampaikan saja dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kalau memang ada keterkaitannya. Intinya semua yang ada kaitannya akan dimintai keterangan," kata Andhi di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2013).
Seperti diberitakan sebelumnya, Penasehat Hukum Direktur Utama PT Pacific Putra Metropolitan (PPM) Bayu Widjokongko, Ramdan Alamsyah menegaskan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) harus memanggil terpidana kasus wisma atlet M Nazaruddin dalam kasus ini.
"Kita berharap Nazaruddin dipanggil karena keterlibatannya sangat kental dalam masalah ini," kata Ramdan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis 11 Juli 2013.
Ramdan menegaskan, Nazaruddin memiliki peran penting dalam proyek pengadaan pesawat latih. Selain sebagai pemilik PT Permai Grup yang menaungi PT Pacific Putra Metropolitan (PPM), Nazaruddin juga turut serta menentukan jajaran direksi perusahaan tersebut selama proses proyek pengadaan pesawat dijalankan.
"Kalau dilihat dari pola yang ada memang keterlibatan Nazaruddin sangat terlihat dimana ada pembentukan tim di dalam PT kemudian diikuti dengan pergantian direktur-direkturnya atas instruksi dan arahan Nazaruddin," tegas Ramdan.
Ramdan meyakini bahwa kliennya adalah korban dari Nazaruddin. Hal ini dikarenakan dalam proyek yang dikerjakan termasuk pengelolaan keuangan, seluruhnya dipegang oleh Nazaruddin.
"Begini ada instruksi pencairan uang yang seharusnya dibayarkan ke produsen kapal kemudian diminta ditransfer ke Nazaruddin melalui klien kita untuk ditransfer ke orang lain. Ini permasalahan pengelolaan dana yang seharusnya masuk ke produsen untuk bayar pajak atau bayar yang lain, dialihkan ke tempat lain, milik Nazaruddin, itu yang menjadi masalah," ungkap Ramdan.
Selain itu, Ramdan juga meyakini bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan salah tangkap (error in pesona) dalam kasus pengadaan pesawat latih tersebut. Kata dia, jika Kejagung serius maka yang harus ditersangkakan adalah direktur yang mengikuti proses lelang lalu Nazaruddin.
"Klien saya dikorbankan, kita berharap ini dibuka semua karena klien kita yang dikorbankan, dia tidak tahu apa-apa. Prosedur lelangnya tidak tahu, menang tender, dia tidak tahu. Semuanya ditunjuk oleh Nazaruddin pada saat lelang direkturnya berbeda, pada saat menang tender direkturnya Clara kalau tidak salah. Jadi itu ada pergantian direktur. Ketika klien saya masuk ini sudah terjadi semua," ujar Ramdan.
Proyek pengadaan pesawat tersebut dilakukan pada tahun anggaran 2010-2013 dengan nilai Rp138 miliar. Dalam pengadaannya, diduga terjadi kesalahan prosedur sebab dari 18 pesawat hanya enam saja yang didatangkan. Sementara pembayaran telah lunas dilakukan pada 14 Desember 2012.
Setelah diselidiki, ternyata 12 unit pesawat yang belum didatangkan itu masih dirakit. Jaksa penyidik menyita 12 pesawat tersebut dan dua unit link simulator dari PT Pacific Putra Metropolitan.
(kri)