Mantan Ketua Umum PBNU dukung UU Ormas
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) KH Hasyim Muzadi mendukung Undang-Undang Organisasi Massa (UU Ormas). Menurutnya UU Ormas perlu untuk keseimbangan antara hak masyarakat dan wewenang pemerintah, tetap dalam pengaturan.
"Jangan sampai pemerintah terlalu mengatur dan masyarakat pun juga punya hak dalam menjaga kebebasan hak. Namun, tidak pernah ada hak tanpa pengaturan kenegaraan," ungkapnya kepada wartawan di Depok, Jumat (12/7/2013).
Ia menambahkan, kebebasan yang tercantunm dalam UUD 45 pasca amandemen Hak Asasi Manusina (HAM) tidak boleh bertentangan dengan hukum, etika dan kepentingan bangsa. Sehigga, lanjutnya, tidak boleh atas nama HAM berbuat semena-mena membabat tata nilai UUD 45 dan NKRI itu.
"Yang penting dalam RUU Ormas itu ada keseimbangan antara hak masyarakat dan wewenang pemerintah dalam pengaturan," jelasnya.
Hasyim membenarkan sikap pemerintah yang menginginkan untuk membatasi, mengawasi dan mungkin menghilangkan pengaruh asing yang mengalirkan dana untuk gerakan sosial politik pada civil society. Pasalnya, kata dia, negara manapun dalam hubungannya dengan negara asing harus melalui negara.
"Negara luar tidak bisa berhubungan secara langsung dengan civil society. Hubungan langsung itu nantinya berakibat pada intervensi dan berujung pada kooptasi. Logikanya kalau ormas di danai asing pertama kali yang ikut adalah kepentingannya, kedua pikirannya, dan ketiga perjuangannya," ungkapnya.
"Nah, kenyataan saat ini terjadi ormas yang pro asing kalau ada masalah di Indonesia, menginventarisasi, mengidentifikasi dan menyetorkan ke luar negeri. Kondisi itu tidak sehat. Seharusnya, sebagai warga negara tidak komentari tapi menyelesaikan dengan komponen bangsa lain,“ imbuhnya.
Hasyim menyebutkan, sejumlah kasus terjadi belakangan ini seperti. masalah Syiah, Ahmadiyah, kekerasan dalam agama, konflik lintas agama, masalah ketidakadilan. Ia menengarai dalam sejumlah kasus itu, ormas yang didanai asing hanya berkomentar dan tidak bekerja.
"Maka, jika ada transparansi, pengawasan terhadap bantuan asing pada organisasi sosio politis, sikap negara sudah benar. Tak ada negara manapun yang mau diintervensi. Anehnya dalam UU ormas banyak yang berbondong-bondong melaporkannya ke Jenewa. Masalah dalam negeri sendiri kenapa di bawa ke asing," tuturnya.
"Ya jangan salah kalau ini terus menerus terjadi, wong kita mengundangnya. Dalam logika hubungan internasional, tidak ada negara asing itu care dengan negara lain. Kita lihat negara-negara yang kegiatan politiknya merujuk negara lain terjadi pertikaian. Karena pengendalian dalam tanda petik oleh asing,” tukasnya.
"Jangan sampai pemerintah terlalu mengatur dan masyarakat pun juga punya hak dalam menjaga kebebasan hak. Namun, tidak pernah ada hak tanpa pengaturan kenegaraan," ungkapnya kepada wartawan di Depok, Jumat (12/7/2013).
Ia menambahkan, kebebasan yang tercantunm dalam UUD 45 pasca amandemen Hak Asasi Manusina (HAM) tidak boleh bertentangan dengan hukum, etika dan kepentingan bangsa. Sehigga, lanjutnya, tidak boleh atas nama HAM berbuat semena-mena membabat tata nilai UUD 45 dan NKRI itu.
"Yang penting dalam RUU Ormas itu ada keseimbangan antara hak masyarakat dan wewenang pemerintah dalam pengaturan," jelasnya.
Hasyim membenarkan sikap pemerintah yang menginginkan untuk membatasi, mengawasi dan mungkin menghilangkan pengaruh asing yang mengalirkan dana untuk gerakan sosial politik pada civil society. Pasalnya, kata dia, negara manapun dalam hubungannya dengan negara asing harus melalui negara.
"Negara luar tidak bisa berhubungan secara langsung dengan civil society. Hubungan langsung itu nantinya berakibat pada intervensi dan berujung pada kooptasi. Logikanya kalau ormas di danai asing pertama kali yang ikut adalah kepentingannya, kedua pikirannya, dan ketiga perjuangannya," ungkapnya.
"Nah, kenyataan saat ini terjadi ormas yang pro asing kalau ada masalah di Indonesia, menginventarisasi, mengidentifikasi dan menyetorkan ke luar negeri. Kondisi itu tidak sehat. Seharusnya, sebagai warga negara tidak komentari tapi menyelesaikan dengan komponen bangsa lain,“ imbuhnya.
Hasyim menyebutkan, sejumlah kasus terjadi belakangan ini seperti. masalah Syiah, Ahmadiyah, kekerasan dalam agama, konflik lintas agama, masalah ketidakadilan. Ia menengarai dalam sejumlah kasus itu, ormas yang didanai asing hanya berkomentar dan tidak bekerja.
"Maka, jika ada transparansi, pengawasan terhadap bantuan asing pada organisasi sosio politis, sikap negara sudah benar. Tak ada negara manapun yang mau diintervensi. Anehnya dalam UU ormas banyak yang berbondong-bondong melaporkannya ke Jenewa. Masalah dalam negeri sendiri kenapa di bawa ke asing," tuturnya.
"Ya jangan salah kalau ini terus menerus terjadi, wong kita mengundangnya. Dalam logika hubungan internasional, tidak ada negara asing itu care dengan negara lain. Kita lihat negara-negara yang kegiatan politiknya merujuk negara lain terjadi pertikaian. Karena pengendalian dalam tanda petik oleh asing,” tukasnya.
(maf)