KPK kejar pemberi suap Emir Moeis
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengejar pemberi suap senilai lebih dari USD300.000 atau Rp2,8 miliar kepada tersangka Izendrik Emir Moeis, terkait pengurusan anggaran proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, tahun anggaran 2004.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan, sampai saat ini belum ada indikasi nama-nama lain yang terlibat dalam kasus Emir. Tetapi bukan berarti KPK tidak mengembangkan kasus ini.
Logikanya lanjut dia, Emir adalah penerima, tentu ada pemberi. Karenanya lanjut dia, biasanya dalam proses pemberkasan, pemeriksaan sejumlah saksi dan tersangka akan berkembangan pada pemberi suapnya.
"Kan berkembang, nah kami mengikuti itu (pemberi suap)," kata Busyro kepada SINDO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (11/7/13).
Dia menyampaikan, saksi yang pernah diperiksa penyidik di luar negeri punya dua kemungkinan dalam persidangan Emir. Pertama, bisa ditentukan dengan dipanggil di pengadilan. Kedua, Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya yang sudah dibuat di bawah sumpah kementerian kehakiman di AS cukup dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. "Positifnya langkah apa yang diambil, nanti didiskusikan," bebernya.
Disinggung bahwa Emir menerima suap dari PT Alstom Indonesia, berusaha diplomatis. Menurutnya, nama-nama lain baik itu pemberi atau penerima lain belum terindikasi sebagai potential suspect. Saat ini Emir baru ditahan dan penyidik masih memfokuskan terlebih dulu kepada pemberkasan Emir. "(Tapi) masih terus berkembanglah," tandasnya.
Emir Moies akhirnya ditahan KPK untuk 20 tahun ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Jakarta Timur Cabang KPK, yang bertempat di Pomdam Jaya, Guntur. Penahanan itu dilakukan pasca pemeriksaan pertama sebagai tersangka untuk pertama kalinya. Sebelum ditahan, yang bersangkutan diperiksa penyidik KPK lebih dari lima jam.
Surat Perintah dimulainya Penyidikan (Sprindik) atas nama Izendrik Emir Moeis selaku anggota Komisi IX DPR Periode 2004-2009 ini ditandatangani 20 Juli 2012. Pengumuman pentapannya disampaikan KPK pada 26 Juli 2012.
Dalam kasus dugaan suap proyek yang bernilai USD268 juta atau setara lebih dari Rp2 Triliun ini Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, diduga menerima suap senilai lebih dari USD300.000 atau Rp2,8 miliar dalam pembangunan proyek PLTU di Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, tahun anggaran (TA) 2004.
Penyidikan proyek PLTU Tarahan ini merupakan pengembangan kasus korupsi pengadaan outsourcing roll out customer information service rencana induk sistem informasi (CISRISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya).
Untuk kepentingan penyidikan, sebelumnya Emir Moeis telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Selain itu tiga bos perusahaan swasta juga ikut dilarang meninggalkan Indonesia. Mereka yakni Business Development PT Alstom Power Energy System Indonesia Eko Suliyanto, Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama Zuliansyah Putra Zulkarnaen dan General Manager PT Indonesian Site Marine Reza Roestam Moenaf.
Selama hampir satu tahun, penyidik sudah memeriksa lebih dari 30 saksi. Saksi pertama Direktur Development PT Alstom IndonesiaEko Sulianto diperiksa Rabu 1 Agustus 2012 lalu, mantan anggota DPR dan Ketua Komite Tetap Bidang Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Harry Salman Sohar diperiksa Senin 1 Oktober 2012, mantan Direktur Utama PT Pembangkit Listrik Negara Eddie Widiono Suwondho diperiksa Rabu 17 Oktober 2012 lalu.
Selain itu KPK juga pernah memeriksa Direktur PT Langgeng Prima Gas dan PT Kiani Pacific Nusantara Armand Omar Moeis (anak Emir Moeis) diperiksa Jumat, 21 September 2012.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyatakan, sampai saat ini belum ada indikasi nama-nama lain yang terlibat dalam kasus Emir. Tetapi bukan berarti KPK tidak mengembangkan kasus ini.
Logikanya lanjut dia, Emir adalah penerima, tentu ada pemberi. Karenanya lanjut dia, biasanya dalam proses pemberkasan, pemeriksaan sejumlah saksi dan tersangka akan berkembangan pada pemberi suapnya.
"Kan berkembang, nah kami mengikuti itu (pemberi suap)," kata Busyro kepada SINDO di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (11/7/13).
Dia menyampaikan, saksi yang pernah diperiksa penyidik di luar negeri punya dua kemungkinan dalam persidangan Emir. Pertama, bisa ditentukan dengan dipanggil di pengadilan. Kedua, Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya yang sudah dibuat di bawah sumpah kementerian kehakiman di AS cukup dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. "Positifnya langkah apa yang diambil, nanti didiskusikan," bebernya.
Disinggung bahwa Emir menerima suap dari PT Alstom Indonesia, berusaha diplomatis. Menurutnya, nama-nama lain baik itu pemberi atau penerima lain belum terindikasi sebagai potential suspect. Saat ini Emir baru ditahan dan penyidik masih memfokuskan terlebih dulu kepada pemberkasan Emir. "(Tapi) masih terus berkembanglah," tandasnya.
Emir Moies akhirnya ditahan KPK untuk 20 tahun ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Jakarta Timur Cabang KPK, yang bertempat di Pomdam Jaya, Guntur. Penahanan itu dilakukan pasca pemeriksaan pertama sebagai tersangka untuk pertama kalinya. Sebelum ditahan, yang bersangkutan diperiksa penyidik KPK lebih dari lima jam.
Surat Perintah dimulainya Penyidikan (Sprindik) atas nama Izendrik Emir Moeis selaku anggota Komisi IX DPR Periode 2004-2009 ini ditandatangani 20 Juli 2012. Pengumuman pentapannya disampaikan KPK pada 26 Juli 2012.
Dalam kasus dugaan suap proyek yang bernilai USD268 juta atau setara lebih dari Rp2 Triliun ini Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, diduga menerima suap senilai lebih dari USD300.000 atau Rp2,8 miliar dalam pembangunan proyek PLTU di Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, tahun anggaran (TA) 2004.
Penyidikan proyek PLTU Tarahan ini merupakan pengembangan kasus korupsi pengadaan outsourcing roll out customer information service rencana induk sistem informasi (CISRISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (Disjaya).
Untuk kepentingan penyidikan, sebelumnya Emir Moeis telah dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Selain itu tiga bos perusahaan swasta juga ikut dilarang meninggalkan Indonesia. Mereka yakni Business Development PT Alstom Power Energy System Indonesia Eko Suliyanto, Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama Zuliansyah Putra Zulkarnaen dan General Manager PT Indonesian Site Marine Reza Roestam Moenaf.
Selama hampir satu tahun, penyidik sudah memeriksa lebih dari 30 saksi. Saksi pertama Direktur Development PT Alstom IndonesiaEko Sulianto diperiksa Rabu 1 Agustus 2012 lalu, mantan anggota DPR dan Ketua Komite Tetap Bidang Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Harry Salman Sohar diperiksa Senin 1 Oktober 2012, mantan Direktur Utama PT Pembangkit Listrik Negara Eddie Widiono Suwondho diperiksa Rabu 17 Oktober 2012 lalu.
Selain itu KPK juga pernah memeriksa Direktur PT Langgeng Prima Gas dan PT Kiani Pacific Nusantara Armand Omar Moeis (anak Emir Moeis) diperiksa Jumat, 21 September 2012.
(maf)