Kasus Emir Moeis perlu kesepakatan FBI & KPK
A
A
A
Sindonews.com - Kasus dugaan suap pengurusan anggaran proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, dengan tersangka anggota Komisi XI DPR Izendrik Emir Moeis, hampir mencapai satu tahun penyidikan.
Kasus yang menyeret anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, disebut-sebut sejumlah kalangan tidak memiliki perkembangan berarti.
Pasalnya, sejak sprindik atas nama mantan anggota Komisi IX DPR periode 2004-2009 ini ditandatangani 20 Juli 2012 dan diumumkan 26 Juli 2012. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sekali pun memeriksanya sebagai saksi atau tersangka.
Selain itu, belum ada tersangka lain atau pihak-pihak yang memiliki potential suspect yang ikut dijerat lembaga anti korupsi itu. Politikus PDIP ini diduga menerima suap senilai lebih dari USD300.000 atau Rp2,8 miliar dari PT Alstom Indonesia (AI) dalam pembangunan proyek PLTU di Tarahan, tahun anggaran (TA) 2004.
Ketua KPK Abraham Samad akhir Mei 2013 kepada SINDO menjelaskan, alasan kenapa kasus Emir belum memperoleh perkembangan signifikan meski sudah memeriksa puluhan saksi. Salah satunya adalah kesepakatan KPK dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat (AS).
Khususnya soal penangkapan saksi dan pemeriksaan saksi kasus Emir di Amerika Serikat. Padahal lanjut pendiri Anti Corruption Commision (ACC) ini menegaskan pihaknya sudah berkomitmen menyelesaikan kasus dengan nilai proyek sebesar USD268 juta atau setara lebih dari Rp2 triliun tersebut.
"Ini karena ada pertanyaan soal FBI. Kita (FBI dan KPK) ada komitmen untuk tidak membuka secara utuh tentang itu (penangkapan dan pemeriksaan saksi di AS). Nanti biar di pengadilan saja kita buka," kata Abraham di Citarik Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 25 Mei 2013.
Selain itu lanjut dia, penanganan kasus PLTU Tarahan tersangka Emir berlainan dengan sejumlah kasus korupsi lain yang ditangani KPK. Satu sisi KPK ingin menuntaskan kasus ini. Di sisi lain lain KPK juga memikirkan hubungan diplomatis dengan beberapa negara lain. "Kasus ini kan berkaitan dengan hubungan dengan negara lain," ujar Abraham.
Sekedar diketahui, perusahaan pemberi suap kepada Emir yakni PT Alstom Indonesia, yang merupakan anak perusahaan atau cabang dari Alstom Coorporation yang berpusat di Prancis. Sementara, oknum yang menyerahkan suap kepada Emir diduga adalah pegawai PT Alstom Indonesia berkerwarganegaraan AS dan Prancis.
Abraham mengakui, ada tim penyidik lain memeriksa dua saksi terkait kasus Emir saat Sri Mulyani diperiksa tim penyidik kasus Century di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington DC, Amerika Serikat (AS) 30 April dan 1 Mei lalu. Saksi untuk Emir itu berasal dari swasta.
"Itu (hasil pemeriksaan) sudah masuk ranah materi penyidikan. Jadi saya mungkin tidak bisa menjelaskan secara utuh. Yang jelas saksi-saksi itu kita sudah periksa," paparnya.
Dikonfirmasi apakah benar ada seorang saksi yang diperiksa penyidik di Jerman akhir 2012 lalu, Abraham hanya menyatakan, ada saksi-saksi yang diperiksa KPK di luar negeri seperti di AS dan beberapa negara lain.
Tapi orang-orang yang diperiksa itu berkebaratan disebutkan namanya. Yang jelas, kasus PLTU Tarahan Emir Moeis ini berbenturan dengan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. "Kita berkomitmen kepada yang bersangkutan (untuk tidak buka identitas). Saksi itu swasta. Ada orang-orang yang kita istilahkan partikelir, itu swasta kan," ujarnya.
Meski terhalang hubungan diplomatik dan masih terikat komitmen dengan FBI, Abraham menyampaikan, kemungkinan besar tidak lama lagi berkas Emir sudah rampung. Karena lanjutnya, tinggal beberapa kali lagi pemeriksaan saksi. Diperkirakan satu atau dua bulan lagi Emir akan ditahan penyidik. "Tinggal tahap perampungan. Kira-kira satu dua bulan lagi yang bersangkutan kita tahan," tandasnya.
Akhir pekan lalu, Abraham berharap publik dapat bersabar dan terus memantau KPK dalam menangani kasus PLTU Tarahan Emir. Menurutnya, ada juga kasus lain yang lama ditangani KPK seperti tersangka Burhanuddin Husein yang sudah setahun.
Demikian juga kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) dan reagen consumable penanganan flu burung di Departemen Kesehatan (Depkes) dengan tersangka/terdakwa Ratna Dewi Umar. Yang bersangkutan baru ditahan KPK setelah penyidik berjalan sekitar dua sampai tiga tahun. Setiap kasus yang ditangani KPK karakternya berbeda-beda.
"Ada hambatannya. Kayak Emir Moeis ada hambatan pemeriksaan saksi. Yang jelas tidak usah kawatir, KPK selalu on the track. Jadi semua yang sudah ditetapkan jadi tersangka akan ditahan kalau sudah tiba waktunya," imbuh Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 5 Juli 2013.
Saat didesak kapan kepastian penahanan Emir, dia mengisyaratkan yang bersangkutan segera ditahan penyidik di bulan Ramadhan 1434 Hijriyah. "Tunggu sajalah, Emir itu hadiah puasa buat wartawan," imbuhnya sembari tersenyum.
Terkait pemeriksaan saksi di AS, 23 Januari 2013 lalu Abraham mengungkapkan dua kendala pengusutan kasus ini. Pertama, terkait hubungan bilateral antara AS dan Indonesia. Kedua, penyidik KPK terkendala jarak dan waktu.
Karenanya, harus ada diplomasi antar dua negara yang dibangun untuk membangun kesepahaman dalam penyelesaian kasus suap pengurusan anggaran proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung. "Untuk melihat permasalahan hukum kasus itu. Jadi setelah kendala itu (diplomasi/hubungan bilateral) beres Emir pasti kita periksa," imbuhnya.
Dari informasi terbaru yang berhasil diterima KORAN SINDO, dalam waktu dekat KPK akan mengirimkan pengajuan perbaharuan kerja sama Mutual Legal Assistance (MLA) dengan FBI AS. Salah satunya terkait dengan penanganan kasus PLTU Tarahan.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, MLA bukanlah antar penegak hukum, seperti FBI dan KPK. Tapi MLA itu antar negara. Lebih lanjut dia membenarkan ada kerja sama KPK dengan FBI dalam penanganan kasus PLTU Tarahan tersangka Emir. "KPK dalam mengusut kasus ini memang bekerjasana meminta bantuan FBI terkait pemeriksaan pihak asing-nya," kata Johan saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (9/7/13)
Selama kurun waktu hampir satu tahun penyidikan kasus Emir, KPK sudah memeriksa sekitar 30 saksi. Untuk kepentingan penyidikan, Emir sudah dicegah berpergian ke luar negeri. Selain itu tiga bos perusahaan swasta juga ikut dilarang meninggalkan Indonesia.
Mereka yakni Business Development PT Alstom Power Energy System Indonesia Eko Suliyanto, Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama Zuliansyah Putra Zulkarnaen dan General Manager PT Indonesian Site Marine Reza Roestam Moenaf.
Kasus yang menyeret anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, disebut-sebut sejumlah kalangan tidak memiliki perkembangan berarti.
Pasalnya, sejak sprindik atas nama mantan anggota Komisi IX DPR periode 2004-2009 ini ditandatangani 20 Juli 2012 dan diumumkan 26 Juli 2012. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum sekali pun memeriksanya sebagai saksi atau tersangka.
Selain itu, belum ada tersangka lain atau pihak-pihak yang memiliki potential suspect yang ikut dijerat lembaga anti korupsi itu. Politikus PDIP ini diduga menerima suap senilai lebih dari USD300.000 atau Rp2,8 miliar dari PT Alstom Indonesia (AI) dalam pembangunan proyek PLTU di Tarahan, tahun anggaran (TA) 2004.
Ketua KPK Abraham Samad akhir Mei 2013 kepada SINDO menjelaskan, alasan kenapa kasus Emir belum memperoleh perkembangan signifikan meski sudah memeriksa puluhan saksi. Salah satunya adalah kesepakatan KPK dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat (AS).
Khususnya soal penangkapan saksi dan pemeriksaan saksi kasus Emir di Amerika Serikat. Padahal lanjut pendiri Anti Corruption Commision (ACC) ini menegaskan pihaknya sudah berkomitmen menyelesaikan kasus dengan nilai proyek sebesar USD268 juta atau setara lebih dari Rp2 triliun tersebut.
"Ini karena ada pertanyaan soal FBI. Kita (FBI dan KPK) ada komitmen untuk tidak membuka secara utuh tentang itu (penangkapan dan pemeriksaan saksi di AS). Nanti biar di pengadilan saja kita buka," kata Abraham di Citarik Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu 25 Mei 2013.
Selain itu lanjut dia, penanganan kasus PLTU Tarahan tersangka Emir berlainan dengan sejumlah kasus korupsi lain yang ditangani KPK. Satu sisi KPK ingin menuntaskan kasus ini. Di sisi lain lain KPK juga memikirkan hubungan diplomatis dengan beberapa negara lain. "Kasus ini kan berkaitan dengan hubungan dengan negara lain," ujar Abraham.
Sekedar diketahui, perusahaan pemberi suap kepada Emir yakni PT Alstom Indonesia, yang merupakan anak perusahaan atau cabang dari Alstom Coorporation yang berpusat di Prancis. Sementara, oknum yang menyerahkan suap kepada Emir diduga adalah pegawai PT Alstom Indonesia berkerwarganegaraan AS dan Prancis.
Abraham mengakui, ada tim penyidik lain memeriksa dua saksi terkait kasus Emir saat Sri Mulyani diperiksa tim penyidik kasus Century di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington DC, Amerika Serikat (AS) 30 April dan 1 Mei lalu. Saksi untuk Emir itu berasal dari swasta.
"Itu (hasil pemeriksaan) sudah masuk ranah materi penyidikan. Jadi saya mungkin tidak bisa menjelaskan secara utuh. Yang jelas saksi-saksi itu kita sudah periksa," paparnya.
Dikonfirmasi apakah benar ada seorang saksi yang diperiksa penyidik di Jerman akhir 2012 lalu, Abraham hanya menyatakan, ada saksi-saksi yang diperiksa KPK di luar negeri seperti di AS dan beberapa negara lain.
Tapi orang-orang yang diperiksa itu berkebaratan disebutkan namanya. Yang jelas, kasus PLTU Tarahan Emir Moeis ini berbenturan dengan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain. "Kita berkomitmen kepada yang bersangkutan (untuk tidak buka identitas). Saksi itu swasta. Ada orang-orang yang kita istilahkan partikelir, itu swasta kan," ujarnya.
Meski terhalang hubungan diplomatik dan masih terikat komitmen dengan FBI, Abraham menyampaikan, kemungkinan besar tidak lama lagi berkas Emir sudah rampung. Karena lanjutnya, tinggal beberapa kali lagi pemeriksaan saksi. Diperkirakan satu atau dua bulan lagi Emir akan ditahan penyidik. "Tinggal tahap perampungan. Kira-kira satu dua bulan lagi yang bersangkutan kita tahan," tandasnya.
Akhir pekan lalu, Abraham berharap publik dapat bersabar dan terus memantau KPK dalam menangani kasus PLTU Tarahan Emir. Menurutnya, ada juga kasus lain yang lama ditangani KPK seperti tersangka Burhanuddin Husein yang sudah setahun.
Demikian juga kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) dan reagen consumable penanganan flu burung di Departemen Kesehatan (Depkes) dengan tersangka/terdakwa Ratna Dewi Umar. Yang bersangkutan baru ditahan KPK setelah penyidik berjalan sekitar dua sampai tiga tahun. Setiap kasus yang ditangani KPK karakternya berbeda-beda.
"Ada hambatannya. Kayak Emir Moeis ada hambatan pemeriksaan saksi. Yang jelas tidak usah kawatir, KPK selalu on the track. Jadi semua yang sudah ditetapkan jadi tersangka akan ditahan kalau sudah tiba waktunya," imbuh Abraham di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 5 Juli 2013.
Saat didesak kapan kepastian penahanan Emir, dia mengisyaratkan yang bersangkutan segera ditahan penyidik di bulan Ramadhan 1434 Hijriyah. "Tunggu sajalah, Emir itu hadiah puasa buat wartawan," imbuhnya sembari tersenyum.
Terkait pemeriksaan saksi di AS, 23 Januari 2013 lalu Abraham mengungkapkan dua kendala pengusutan kasus ini. Pertama, terkait hubungan bilateral antara AS dan Indonesia. Kedua, penyidik KPK terkendala jarak dan waktu.
Karenanya, harus ada diplomasi antar dua negara yang dibangun untuk membangun kesepahaman dalam penyelesaian kasus suap pengurusan anggaran proyek pembangunan PLTU Tarahan Lampung. "Untuk melihat permasalahan hukum kasus itu. Jadi setelah kendala itu (diplomasi/hubungan bilateral) beres Emir pasti kita periksa," imbuhnya.
Dari informasi terbaru yang berhasil diterima KORAN SINDO, dalam waktu dekat KPK akan mengirimkan pengajuan perbaharuan kerja sama Mutual Legal Assistance (MLA) dengan FBI AS. Salah satunya terkait dengan penanganan kasus PLTU Tarahan.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, MLA bukanlah antar penegak hukum, seperti FBI dan KPK. Tapi MLA itu antar negara. Lebih lanjut dia membenarkan ada kerja sama KPK dengan FBI dalam penanganan kasus PLTU Tarahan tersangka Emir. "KPK dalam mengusut kasus ini memang bekerjasana meminta bantuan FBI terkait pemeriksaan pihak asing-nya," kata Johan saat dihubungi SINDO di Jakarta, Selasa (9/7/13)
Selama kurun waktu hampir satu tahun penyidikan kasus Emir, KPK sudah memeriksa sekitar 30 saksi. Untuk kepentingan penyidikan, Emir sudah dicegah berpergian ke luar negeri. Selain itu tiga bos perusahaan swasta juga ikut dilarang meninggalkan Indonesia.
Mereka yakni Business Development PT Alstom Power Energy System Indonesia Eko Suliyanto, Direktur Utama PT Artha Nusantara Utama Zuliansyah Putra Zulkarnaen dan General Manager PT Indonesian Site Marine Reza Roestam Moenaf.
(maf)