Waspadai gejolak harga pangan

Selasa, 25 Juni 2013 - 07:42 WIB
Waspadai gejolak harga...
Waspadai gejolak harga pangan
A A A
Setelah sukses menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ”diredam” dengan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), bukan berarti pekerjaan rumah pemerintah makin mengecil.

Justru tantangan lebih berat kini mulai menghadang, bagaimana menyalurkan BLSM agar tepat sasaran dan mengatur pengalokasian dana subsidi menjadi anggaran pembangunan infrastruktur yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Dan tantangan dalam tiga bulan ke depan, bagaimana menjaga harga pangan pasca kenaikan harga premium dan solar tetap stabil, mengingat harga pangan berpotensi menjadi liar di tengah kebutuhan masyarakat yang makin tinggi, dan ulah spekulan yang mencari kesempatan dalam kesempitan.

Kenaikan harga pangan memang sudah terjadi ketika pemerintah baru mengambil ancang-ancang untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, namun sejumlah pedagang masih terkesan malu-malu. Pascakenaikan harga BBM bersubsidi, harga pangan sejumlah kota besar naik secara serentak dengan alasan biaya transportasi yang melonjak.

Memang harga pangan yang naik tersebut masih tetap dalam kendali pemerintah, tetapi sangat berpotensi tidak terkontrol bila tidak ada tindakan nyatadari pemerintah sebagai antisipasi. Setidaknya, pemerintah menjaga tingkat inflasi tetap terkendali hingga akhir tahun ini. Bagaimana mengendalikan angka inflasi agar tetap bersahabat hingga akhir tahun ini?

Untuk menjaga angka inflasi tidak meleset dari target pemerintah yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2013, menurut Sekretaris Komite Ekonomi Nasional Aviliani, pemerintah butuh dua langkah tegas. Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap dibawah batas psikologis atau tidak lewat dari Rp10.000 perdolar AS.

Kedua, harga bahan pokok harus tetap terkontrol, termasuk soal pendistribusian yang tidak tersendat. Kalau nilai rupiah menembus batas psikologis maka sudah merepotkan pemerintah mengingat sekitar 65% bahan pangan harus diimpor. Bila menyimak penjelasan pemerintah baik sebelum maupun sesudah kenaikan harga BBM bersubsidi, sebenarnya kita tidak perlu khawatir terjadinya gejolak harga pangan yang pada ujungnya dapat mendongkrak angka inflasi.

Pasalnya, pemerintah telah menjamin pasokan bahan pangan selama Juni hingga Agustus mendatang cukup tersedia. Untuk bahan pangan yang berpotensi langka di pasar, di antaranya daging sapi dan beberapa produk holtikultura, akan dipenuhi dengan membuka keran impor.

Saat ini, sebagaimana diungkapkan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa awal pekan lalu, stok beras di gudang Bulog mencapai sebanyak 2,98 juta ton dan bakal ada penambahan sekitar 2 juta ton hingga akhir tahun ini. Dari angka stok beras tersebut, tak kurang dari 700.000 ton dialokasikan sebagai beras untuk rakyat miskin, sebagai bagian dari kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi.

Sedangkan untuk daging sapi, pemerintah berencana mengimpor sekitar 3.000 ton untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga daging sepanjang bulan Ramadan dan Idul Fitri mendatang. Sementara itu, guna mengatasi kenaikan tarif transportasi yang dilakukan sepihak oleh sejumlah operator transportasi di beberapa kota besar, pemerintah sudah mematok kenaikan tarif maksimal sebesar 15% untuk angkutan umum nonsubsidi.

Regulasi kenaikan tarif itu sudah ditandatangani Menteri Perhubungan EE Mangindaan sebagai tindakan peduli terhadap operator angkutan umum yang terkena dampak kenaikan BBM bersubsidi. ”Pemerintah akan memberi sanksi kepada pengelola angkutan yang melanggar,” tegas Mangindaan.

Kita berharap segala persiapan dan tindakan pemerintah mengatasi dampak kenaikan harga BBM bersubsidi betul-betul terimplementasi di lapangan. Jangan sampai pascakenaikan harga premium dan solar menimbulkan gejolak yang tidak perlu sehingga mengganggu pertumbuhan perekonomian nasional yang mulai tercolek oleh dampak krisis ekonomi global. Dan, tentu harapan terbesar postur anggaran negara akan lebih sehat setelah subsidi BBM bisa ditekan mulai pertengahan tahun ini.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0948 seconds (0.1#10.140)