PKS menikmati dinamika politik Setgab & Demokrat
A
A
A
Sindonews.com - Elite politik seharusnya bisa secara bijak, meredam prahara politik yang melibatkan Sekretariat Gabungan (Setgab), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Pasalnya, konflik yang tercipta tersebut, jelas sangat tidak produktif bagi keberlangsungan politik dan kesejahteraan rakyat. "Ditambah lagi, belum juga BBM naik, harga kebutuhan lainnya sudah ikut naik," kata pengamat politik dari Maarif Institute, Fajar Rizal Ul Haq saat dihubungi Sindonews, Jumat (21/6/2013).
Lebih lanjut Rizal mengatakan, sudah seharusnya para elite ini, memikirkan nasib rakyat. Jangan lagi berputar pada permasalahan partai dan kekuasaan. "Ini persoalan enggak penting di mata publik. Justru adanya permainan (antara koalisi dan Setgab) ini, yang lebih menikmati adalah PKS, karena jelas PKS yang memunculkan adanya konflik internal ini, dengan manuver menolak kenaikan BBM," ucapnya.
"Sebenarnya, yang harus dipikirkan para elite adalah, bagaimana kompensasi dari kenaikan BBM, seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), bisa dilakukan secara efektif, tidak adanya kebocoran dan tepat sasaran, sampai pada rakyat miskin yang membutuhkan bantuan itu," pungkasnya.
Seperti diketahui, hingga saat ini belum ada surat resmi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengenai posisi PKS di koalisi. Sebaliknya, hingga saat ini PKS juga tak angkat kaki meninggalkan koalisi.
Keberadaan PKS di dalam koalisi terus mendapat kritikan setelah mereka menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang tercantum dalam UU Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2013.
Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Sutan Bhatoegana mengatakan, SBY-Boediono sebagai pemimpin koalisi akan segera menggelar rapat Setgab untuk mengevaluasi keberadaan partai beraliran Islam itu.
"Tentu akan ada evaluasi tindakan Ketua Setgab kepada PKS yang dianggap menyimpang perjuangan bersama dalam Setgab," kata Sutan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 20 Juni 2013.
Pasalnya, konflik yang tercipta tersebut, jelas sangat tidak produktif bagi keberlangsungan politik dan kesejahteraan rakyat. "Ditambah lagi, belum juga BBM naik, harga kebutuhan lainnya sudah ikut naik," kata pengamat politik dari Maarif Institute, Fajar Rizal Ul Haq saat dihubungi Sindonews, Jumat (21/6/2013).
Lebih lanjut Rizal mengatakan, sudah seharusnya para elite ini, memikirkan nasib rakyat. Jangan lagi berputar pada permasalahan partai dan kekuasaan. "Ini persoalan enggak penting di mata publik. Justru adanya permainan (antara koalisi dan Setgab) ini, yang lebih menikmati adalah PKS, karena jelas PKS yang memunculkan adanya konflik internal ini, dengan manuver menolak kenaikan BBM," ucapnya.
"Sebenarnya, yang harus dipikirkan para elite adalah, bagaimana kompensasi dari kenaikan BBM, seperti BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat), bisa dilakukan secara efektif, tidak adanya kebocoran dan tepat sasaran, sampai pada rakyat miskin yang membutuhkan bantuan itu," pungkasnya.
Seperti diketahui, hingga saat ini belum ada surat resmi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengenai posisi PKS di koalisi. Sebaliknya, hingga saat ini PKS juga tak angkat kaki meninggalkan koalisi.
Keberadaan PKS di dalam koalisi terus mendapat kritikan setelah mereka menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang tercantum dalam UU Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2013.
Ketua DPP Partai Demokrat (PD) Sutan Bhatoegana mengatakan, SBY-Boediono sebagai pemimpin koalisi akan segera menggelar rapat Setgab untuk mengevaluasi keberadaan partai beraliran Islam itu.
"Tentu akan ada evaluasi tindakan Ketua Setgab kepada PKS yang dianggap menyimpang perjuangan bersama dalam Setgab," kata Sutan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis 20 Juni 2013.
(maf)