Akan ada kurikulum pendidikan hak kekayaan intelektual
A
A
A
Sindonews.com - Hak kekayaan intelektual akan dirumuskan kedalam kurikulum pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, serta Perguruan Tinggi.
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM bersama Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai menjajaki agar diadakan kurikulum pendidikan tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Pengajaran tentang HAKI itu nantinya akan diterapkan di tingkat SMA dan sederajat, serta perguruan tinggi. "Saat ini masih proses penjajakan. Kita berharap pengajaran tentang HAKI ini bisa diterapkan dalam waktu dekat," kata perwakilan MIAP Maya Ghita Gunadi, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/6/2013).
Melalui mata pelajaran itu, siswa dan mahasiswa benar-benar paham tentang pembajakan. Sehingga mereka akan jadi generasi yang tidak jadi pengguna roduk bajakan.
Saat ini, Ditjen HKI dan MIAP sedang membuat modul yang akan dipakai sebagai bahan untuk pengajar. Dalam modul itu termuat sejumlah materi tentang HAKI. "Bahannya bagus, di dalamnya juga ada contoh studi kasus real untuk bahan mengajar," jelas Maya.
Soal produk bajakan, Maya menyebut jelas ada sejumlah pihak yang dirugikan. Pertama adalah pembuat atau perusahaan yang mengeluarkan produk, kedua adalah pemerintah karena produk bajakan tidak dikenakan pajak.
"Contoh kecil begini deh, kita punya karya, sudah keluarin modal dan bikin produknya, rela enggak kalau produk itu dibajak. Sekecil apapun karya yang dituangkan, itu besar banget artinya," ujar Maya.
Soal produk bajakan di Indonesia, Maya membenarkan jika kondisinya sudah parah. Barang bajakan bisa dibeli dengan mudah di mana saja, salah satunya di pusat perbelanjaan. Produk yang dijual misalnya software bajakan, fashion bermerk bajakan, hingga obat bajakan.
"Bukan rahasia lagi kalau barang bajakan dengan mudah di dapat di Indonesia. Kalau dibilang parah, memang iya," tandas Maya.
Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM bersama Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai menjajaki agar diadakan kurikulum pendidikan tentang hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Pengajaran tentang HAKI itu nantinya akan diterapkan di tingkat SMA dan sederajat, serta perguruan tinggi. "Saat ini masih proses penjajakan. Kita berharap pengajaran tentang HAKI ini bisa diterapkan dalam waktu dekat," kata perwakilan MIAP Maya Ghita Gunadi, di Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/6/2013).
Melalui mata pelajaran itu, siswa dan mahasiswa benar-benar paham tentang pembajakan. Sehingga mereka akan jadi generasi yang tidak jadi pengguna roduk bajakan.
Saat ini, Ditjen HKI dan MIAP sedang membuat modul yang akan dipakai sebagai bahan untuk pengajar. Dalam modul itu termuat sejumlah materi tentang HAKI. "Bahannya bagus, di dalamnya juga ada contoh studi kasus real untuk bahan mengajar," jelas Maya.
Soal produk bajakan, Maya menyebut jelas ada sejumlah pihak yang dirugikan. Pertama adalah pembuat atau perusahaan yang mengeluarkan produk, kedua adalah pemerintah karena produk bajakan tidak dikenakan pajak.
"Contoh kecil begini deh, kita punya karya, sudah keluarin modal dan bikin produknya, rela enggak kalau produk itu dibajak. Sekecil apapun karya yang dituangkan, itu besar banget artinya," ujar Maya.
Soal produk bajakan di Indonesia, Maya membenarkan jika kondisinya sudah parah. Barang bajakan bisa dibeli dengan mudah di mana saja, salah satunya di pusat perbelanjaan. Produk yang dijual misalnya software bajakan, fashion bermerk bajakan, hingga obat bajakan.
"Bukan rahasia lagi kalau barang bajakan dengan mudah di dapat di Indonesia. Kalau dibilang parah, memang iya," tandas Maya.
(lal)