Manajemen yang buruk
A
A
A
Rusuh yang terjadi pada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah sungguh membuat kita miris. Ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mengurus surat perjalanan laksana paspor (SPLP) mengamuk karena lambannya pelayanan pengurusan di KJR Jeddah.
Mereka membakar, melempar, dan merusak sebagai wujud ketidakpuasan sehingga satu orang meninggal dunia karena berdesak-desakan saat kerusuhan meletus. Aksi anarkistis memang tidak dibenarkan, namun aksi anarkistis pasti dipicu oleh satu hal yang membuat mereka merasa tak nyaman atau terganggu. Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyoroti manajemen pelayanan yang dilakukan oleh KJRI di Jeddah.
Politikus PDIP ini menganggap manajemen pelayanan kurang baik dan perlu diperbaiki. Banyaknya TKI yang menginginkan SPLP tidak sebanding dengan jumlah loket dan tenaga yang melayani. Peralatan yang belum modern hingga sistem pelayanan yang apa adanya membuat pelayanan di KJRI pun seadanya. Tentu ini sangat memprihatinkan.
KJRI sepertinya tidak belajar dari cara-cara pelayanan tahun-tahun sebelumnya ataupun mencontoh perusahaan-perusahaan jasa terhadap customers(pelanggan). Ya, TKI adalah customers bagi KJRI yang harus mendapat pelayanan maksimal. Untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada customers atau TKI, KJRI harus bisa memahami karakter dari pelanggannya.
Tentu KJRI yang hanya satu-satunya wakil pemerintah di suatu wilayah dalam melayani warga Indonesia, harus benar-benar memahami bahwa kantor pemerintahan adalah kantor pelayanan. Dalam melayani, capaian yang harus dilakukan adalah excellent serviceatau pelayanan prima, sedangkan yang terjadi di KJRI adalah poor service. Tampaknya tentang kantor pemerintahan adalah kantor pelayanan belum sepenuhnya dipahami pemerintah.
Fungsi ini yang sering diabaikan, sehingga masyarakat yang merupakan pelanggan atau bahkan share holders dari negeri ini selalu terabaikan. Para pejabat pemerintahan pun semestinya seorang bergaya servant leadership (kepemimpinan melayani). Namun yang muncul seorang pemimpin yang bergaya ingin dilayani, bukan melayani. Dalam memuaskan pelanggan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah fokus pekerjaan yang dilakukan.
Fokus kantor pemerintah adalah masyarakat yang merupakan pelanggan. Fokus kepada masyarakat artinya bisa memahami karakter masyarakat, termasuk apa yang mereka inginkan. Terus menjalin komunikasi dengan masyarakat akan membuat para pejabat pemerintah tahu karakteristik pelanggan mereka. Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah pelayanan yang efektif dan efisien.
Nah, jika berbicara efektif dan efisien tentu harus menjauhkan diri dari kata birokrasi yang kompleks dan berbelit. Jika bisa dipermudah mengapa harus dipersulit, toh pelanggan kita adalah masyarakat kita juga. Hal lain dalam melayani pelanggan adalah mampu menghargai pelanggan dengan baik. Menghargai pelanggan dengan baik adalah memberikan kemudahan saat pelanggan melakukan proses pelayanan. Menyapa pelanggan dan mengenal pelanggan, serta memberikan pengarahan dengan nada tidak memerintah atau menggurui, akan membuat pelanggan merasa diorangkan.
Ketika pelanggan merasa diorangkan, pelanggan akan bisa melakukan tahapan-tahapan pelayanan dengan tertib. Selanjutnya dalam melakukan pelayanan, adalah menjalin hubungan yang baik. Sudah seharusnya para pejabat menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat. Mendengarkan apa yang ingin disampaikan pelanggan dan menunjukkan simpati dari ide dari pelanggan adalah salah satunya.
Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menanggapi dan memberi masukan tentang pelayanan yang diberikan akan membuat pelanggan ada ikatan saling membutuhkan di antara pelanggan dan pelayan. Cara seperti ini yang dibutuhkan. Pemerintah harus mengubah manajemen buruk yang telah dilakukan selama ini. Pemerintah harus menyandari bahwa manajemen yang diterapkan adalah pelayanan kepada masyarakat yang merupakan pelanggan dari pemerintah.
Mereka membakar, melempar, dan merusak sebagai wujud ketidakpuasan sehingga satu orang meninggal dunia karena berdesak-desakan saat kerusuhan meletus. Aksi anarkistis memang tidak dibenarkan, namun aksi anarkistis pasti dipicu oleh satu hal yang membuat mereka merasa tak nyaman atau terganggu. Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyoroti manajemen pelayanan yang dilakukan oleh KJRI di Jeddah.
Politikus PDIP ini menganggap manajemen pelayanan kurang baik dan perlu diperbaiki. Banyaknya TKI yang menginginkan SPLP tidak sebanding dengan jumlah loket dan tenaga yang melayani. Peralatan yang belum modern hingga sistem pelayanan yang apa adanya membuat pelayanan di KJRI pun seadanya. Tentu ini sangat memprihatinkan.
KJRI sepertinya tidak belajar dari cara-cara pelayanan tahun-tahun sebelumnya ataupun mencontoh perusahaan-perusahaan jasa terhadap customers(pelanggan). Ya, TKI adalah customers bagi KJRI yang harus mendapat pelayanan maksimal. Untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada customers atau TKI, KJRI harus bisa memahami karakter dari pelanggannya.
Tentu KJRI yang hanya satu-satunya wakil pemerintah di suatu wilayah dalam melayani warga Indonesia, harus benar-benar memahami bahwa kantor pemerintahan adalah kantor pelayanan. Dalam melayani, capaian yang harus dilakukan adalah excellent serviceatau pelayanan prima, sedangkan yang terjadi di KJRI adalah poor service. Tampaknya tentang kantor pemerintahan adalah kantor pelayanan belum sepenuhnya dipahami pemerintah.
Fungsi ini yang sering diabaikan, sehingga masyarakat yang merupakan pelanggan atau bahkan share holders dari negeri ini selalu terabaikan. Para pejabat pemerintahan pun semestinya seorang bergaya servant leadership (kepemimpinan melayani). Namun yang muncul seorang pemimpin yang bergaya ingin dilayani, bukan melayani. Dalam memuaskan pelanggan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah fokus pekerjaan yang dilakukan.
Fokus kantor pemerintah adalah masyarakat yang merupakan pelanggan. Fokus kepada masyarakat artinya bisa memahami karakter masyarakat, termasuk apa yang mereka inginkan. Terus menjalin komunikasi dengan masyarakat akan membuat para pejabat pemerintah tahu karakteristik pelanggan mereka. Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah pelayanan yang efektif dan efisien.
Nah, jika berbicara efektif dan efisien tentu harus menjauhkan diri dari kata birokrasi yang kompleks dan berbelit. Jika bisa dipermudah mengapa harus dipersulit, toh pelanggan kita adalah masyarakat kita juga. Hal lain dalam melayani pelanggan adalah mampu menghargai pelanggan dengan baik. Menghargai pelanggan dengan baik adalah memberikan kemudahan saat pelanggan melakukan proses pelayanan. Menyapa pelanggan dan mengenal pelanggan, serta memberikan pengarahan dengan nada tidak memerintah atau menggurui, akan membuat pelanggan merasa diorangkan.
Ketika pelanggan merasa diorangkan, pelanggan akan bisa melakukan tahapan-tahapan pelayanan dengan tertib. Selanjutnya dalam melakukan pelayanan, adalah menjalin hubungan yang baik. Sudah seharusnya para pejabat menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat. Mendengarkan apa yang ingin disampaikan pelanggan dan menunjukkan simpati dari ide dari pelanggan adalah salah satunya.
Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menanggapi dan memberi masukan tentang pelayanan yang diberikan akan membuat pelanggan ada ikatan saling membutuhkan di antara pelanggan dan pelayan. Cara seperti ini yang dibutuhkan. Pemerintah harus mengubah manajemen buruk yang telah dilakukan selama ini. Pemerintah harus menyandari bahwa manajemen yang diterapkan adalah pelayanan kepada masyarakat yang merupakan pelanggan dari pemerintah.
(hyk)