KPK mulai incar pengusaha penerima SKL BLBI
A
A
A
Sindonews.com - Penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendapatkan titik terang. Lembaga antikorupsi itu memastikan mengincar pengusaha atau debitur penerima SKL tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, penyelidikan ini sebenarnya KPK berkaitan dengan kewajiban dari pengusaha yang menerima SKL. Dia menjelaskan, sebelum pemberian SKL itu harusnya para debitur menyelesaikan yang menjadi kewajiban mereka.
Tapi dia mengaku belum mengetahui secara detil terkait kewajiban tersebut. Yang jelas ada beberapa hal yang diwajibkan bagi debitur.
"Kan ada beberapa debitur yang terima SKL BLBI itu. Jadi bukan kebijakan SKL-nya yang kita selidik, tapi proses terhadap pemberian SKL untuk debiturnya. Terus yang diselidiki itu adalah apakah dalam konteks pemenuhan kewajiban itu ada tindak pidana korupsinya apa ngga," kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/6/13).
Dia menuturkan, penyelidikan ini juga untuk melihat apakah kewajiban para debitur sudah sesuai atau tidak. Karena ternyata menurut KPK ada beberapa hal yang janggal. Tapi sejauh ini belum ada kesimpulan. Disinggung apa sebenarnya yang dicari KPK dari kewajiban dibitur itu, Johan mengatakan, tidak mengira-kira. Karena dalam hukum harus ada kepastian.
"Lebih baik kita menunggu saja hasil penyelidikannya. Apakah sudah penyidikannya, tentu belum. Sekarang kan masih penyelidikan," bebernya.
Hari ini lanjutnya, penyelidik memintai keterangan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Pemeriksaan itu dibutuhkan karena ada informasi atau keterangan yang ingin diperoleh dari Sukardi.
Tapi Johan tidak mengetahui apa materi yang ditanyakan penyelidik. Dia menuturkan, sebelumnya KPK sudah memintai keterangan dari beberapa pihak di antaranya Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli.
Disinggung apakah mantan Menteri Keuangan Boediono yang turut memberikan saran soal pemberian SKL BLBI itu akan diperiksa, Johan mengaku belum mengetahuinya. "Saya enggak tahu soal itu. Tapi sepanjang diperlukan. Kalau tidak diperlukan, ya tidak (dipanggil)," bebernya.
Johan menambahkan, penyelidik bisa saja akan memanggil sebagian debitur penerima SKL untuk dimintai keterangan sepanjang diperlukan penyelidik. Dikonfirmasi siapa saja para pengusaha itu, dia mengaku akan mengkonfirmasi lebih dulu ke penyelidik.
Saat ini, ada sejumlah pengusaha penerima SKL yang sudah melarikan diri ke luar negeri. Johan mengaku belum bisa memastikan apakah pengusaha-pengusaha itu juga akan dipanggil atau tidak. "Dilihat dulu keperluannya. Soal caranya apakah akan kerja sama dengan negara lain, saya ngga tahu," tandasnya.
Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya yakni, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BNDI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp55 triliun rupiah. Dua tahun setelah SKL terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp30 triliun), James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp424,65 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara, Rp189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp577,812 miliar).
Sebelumnya, KPK sudah memintai keterangan beberapa terperiksa. Mereka yakni mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie.
Diketahui, SKL BLBI pertama kali dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Sebelumnya, dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung SKL sudah mengeluarka Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitor. Padahal beberapa konglomerat besar sudah menerima SKL, sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, dari dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang sudah dikucurkan ke 48 bank umum nasional, negara dirugikan sebesar Rp138,4 triliun.
Sementara, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan terdapat penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, penyelidikan ini sebenarnya KPK berkaitan dengan kewajiban dari pengusaha yang menerima SKL. Dia menjelaskan, sebelum pemberian SKL itu harusnya para debitur menyelesaikan yang menjadi kewajiban mereka.
Tapi dia mengaku belum mengetahui secara detil terkait kewajiban tersebut. Yang jelas ada beberapa hal yang diwajibkan bagi debitur.
"Kan ada beberapa debitur yang terima SKL BLBI itu. Jadi bukan kebijakan SKL-nya yang kita selidik, tapi proses terhadap pemberian SKL untuk debiturnya. Terus yang diselidiki itu adalah apakah dalam konteks pemenuhan kewajiban itu ada tindak pidana korupsinya apa ngga," kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/6/13).
Dia menuturkan, penyelidikan ini juga untuk melihat apakah kewajiban para debitur sudah sesuai atau tidak. Karena ternyata menurut KPK ada beberapa hal yang janggal. Tapi sejauh ini belum ada kesimpulan. Disinggung apa sebenarnya yang dicari KPK dari kewajiban dibitur itu, Johan mengatakan, tidak mengira-kira. Karena dalam hukum harus ada kepastian.
"Lebih baik kita menunggu saja hasil penyelidikannya. Apakah sudah penyidikannya, tentu belum. Sekarang kan masih penyelidikan," bebernya.
Hari ini lanjutnya, penyelidik memintai keterangan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Pemeriksaan itu dibutuhkan karena ada informasi atau keterangan yang ingin diperoleh dari Sukardi.
Tapi Johan tidak mengetahui apa materi yang ditanyakan penyelidik. Dia menuturkan, sebelumnya KPK sudah memintai keterangan dari beberapa pihak di antaranya Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli.
Disinggung apakah mantan Menteri Keuangan Boediono yang turut memberikan saran soal pemberian SKL BLBI itu akan diperiksa, Johan mengaku belum mengetahuinya. "Saya enggak tahu soal itu. Tapi sepanjang diperlukan. Kalau tidak diperlukan, ya tidak (dipanggil)," bebernya.
Johan menambahkan, penyelidik bisa saja akan memanggil sebagian debitur penerima SKL untuk dimintai keterangan sepanjang diperlukan penyelidik. Dikonfirmasi siapa saja para pengusaha itu, dia mengaku akan mengkonfirmasi lebih dulu ke penyelidik.
Saat ini, ada sejumlah pengusaha penerima SKL yang sudah melarikan diri ke luar negeri. Johan mengaku belum bisa memastikan apakah pengusaha-pengusaha itu juga akan dipanggil atau tidak. "Dilihat dulu keperluannya. Soal caranya apakah akan kerja sama dengan negara lain, saya ngga tahu," tandasnya.
Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya yakni, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BNDI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp55 triliun rupiah. Dua tahun setelah SKL terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp30 triliun), James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp424,65 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara, Rp189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp577,812 miliar).
Sebelumnya, KPK sudah memintai keterangan beberapa terperiksa. Mereka yakni mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004 Kwik Kian Gie.
Diketahui, SKL BLBI pertama kali dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Sebelumnya, dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung SKL sudah mengeluarka Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitor. Padahal beberapa konglomerat besar sudah menerima SKL, sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, dari dana BLBI sebesar Rp144,5 triliun yang sudah dikucurkan ke 48 bank umum nasional, negara dirugikan sebesar Rp138,4 triliun.
Sementara, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan terdapat penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun dari 42 bank penerima BLBI. BPKP bahkan menyimpulkan Rp53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.
(kri)