Karir politik sang Ketua Kelas

Minggu, 09 Juni 2013 - 12:46 WIB
Karir politik sang Ketua Kelas
Karir politik sang Ketua Kelas
A A A
Sindonews.com - Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno pernah berujar, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." Kalimat itu menyiratkan kembali kepada kita untuk mengingat serta menghormati semua tokoh nasional di Indonesia yang pernah memberikan kontribusi untuk bangsa Indonesia.

Baik berkontribusi tenaga, gerakan serta pemikiran yang tentunya bertujuan untuk membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dibandingkan dengan negara-negara lain. Pemikiran Soekarno ini seakan telah menjadi ruh bagi ideologi semua rakyat Indonesia yang bersatu dalam semangat nasionalisme kebersamaan.

Gerakan mahasiswa nasionalis pun mulai menjamur dimana-mana pada saat Soekarno mulai mengibarkan semangat nasionalisme kebersamaan yang bertujuan untuk membuat bangsa Indonesia mandiri tanpa adanya hegemoni dari bangsa asing. Salah satu gerakan nasionalis mahasiswa yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

GMNI adalah sebuah gerakan mahasiswa yang terbentuk pada tanggal 22 Maret 1954. GMNI juga tidak terbentuk sendiri melainkan hasil gabungan dari retorika tiga organisasi mahasiwa yakni, Gerakan Mahasiswa Marhenis, Gerakan Mahasiswa Merdeka, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia.

Dengan ideologi Marhaenisme yang menjadi landasan GMNI, GMNI berharap bisa selalu memperjuangkan hak-hak orang yang tertindas. Marhaenisme diambil dari kata marhaen yang berarti orang yang tertindas, marhaenisme adalah orang-orang yang memperjuangkan hak-hak orang yang tertindas, sedangkan marhaenisme sendiri adalah paham tentang marhaen tersebut.

Dewasa ini, banyak alumni GMNI yang berhasil menjadi tokoh-tokoh nasional dan memiliki bargaining position, karena kontribusi pemikirannya selama ini kepada bangsa. Salah satu alumni GMNI yang telah berhasil adalah Muhammad Taufiq Kiemas yang lebih akrab disapa Taufiq Kiemas.

Taufik Kiemaq adalah alumni anggota GMNI yang saat ini memiliki nilai-nilai kebangsaan dan memiliki gelar Datuk Basah Batuah, lahir pada tanggal 31 Desember 1942. Taufiq Kiemas yang memulai karir politiknya di GMNI mulai merambah ke kancah dunia perpolitikan nasional dengan bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada tahun 1992 dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P.

Selama masa Orde Baru, karier politiknya banyak dikebiri oleh pihak penguasa. Kariernya mulai cemerlang, ketika rezim Soeharto tumbang. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) keluar sebagai pemenang. Kemenangan ini mengantarkan istrinya, Megawati Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden dan kemudian Presiden Indonesia kelima.

Selain itu, Taufiq Kiemas juga terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2009-2014 serta sekaligus dilantik pada hari Sabtu, 3 Oktober 2009 dan langsung memilih empat Wakil Ketua untuk mendampinginya yang telah diajukan delapan fraksi dalam satu paket.

Sebagai politikus terkemuka, banyak penulis yang mengulas karier politik Taufiq Kiemas, diantaranya ialah karya Derek Manangka yang berjudul Jurus Dan Manuver Politik Taufiq Kiemas: Memang Lidah Tak Bertulang yang terbit pada tahun 2009 dan pada 10 Maret 2013, Taufiq Kiemas mendapatkan gelar penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang Kebangsaan dan Bernegara oleh Universitas Trisakti Jakarta.

Lalu pada Peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada tanggak 1 Juni. Taufiq Kiemas mendampingi Wakil Presiden Boediono untuk meresmikan Monumen Bung Karno dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur. Selepas acara peresmian tersebut, Taufik Kiemas dilaporkan menderita kelelahan dan segera diterbangkan ke Singapura untuk menjalani pengobatan.

Pada tanggal 8 Juni 2013 tepatnya setelah waktu magrib, Taufiq Kiemas dikabarkan telah berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Rencananya jenazah akan dibawa ke Indonesia pada hari Minggu 9 Juni dan langsung dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Di kalangan politikus, Taufiq Kiemas memiliki julukan khusus. Para koleganya kerap memanggil Taufiq Kiemas dengan sebutan "Ketua Kelas".

Lantas, mengapa ia dipanggil dengan julukan tersebut? Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menuturkan Taufiq Kiemas adalah pejabat tinggi paling senior di negara Indonesiasekarang ini.

"Sehingga, Taufiq Kiemas biasa disebut sebagai Ketua Kelas oleh para kolega. Kepergiannya jelas meninggalkan bekas yang sangat berarti bagi segenap anak bangsa," tutur Jimly.

Di mata para sahabatnya, Taufiq Kiemas juga dikenal sebagai sosok yang luwes, peduli akan minoritas dan juga peduli kepada bangsa. Apalagi posisinya yang paling senior di antara semua politisi dan pejabat, di tengah kohesivitas pelbagai kelompok yang cenderung rengang, posisi dan peran Taufik, senantiasa menjadi jembatan komunikasi antar golongan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8875 seconds (0.1#10.140)
pixels