Kekerasan terhadap LGBTI memberi dampak negatif
A
A
A
Sindonews.com - Maraknya laporan terhadap kasus (Gay, Bisexual, Trangender fan Intersex) LGBTI, bagaimana keluarga, masyarakat dan negara memperlakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya kekerasan dan deskriminasi yang diterima LGBTI yang mayoritasnya adalah usia muda dan dewasa.
"Kekerasan yang diterima seperti kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi dan sosial dan semuanya memberi dampak negatif," kata Koordinator Nasional untuk Forum LGBTIQ Indonesia Yuli Rustinawati saat ditemuai di Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Menurut dia, sedikitnya laporan yang didalami menandakan masuk minimnya penerimaan, pengakuan dan perlindungan terhadap HAM LGBTI di Indonesia. Karena tidak semua kasus yang dialami dapat diproses secara hukum.
"Rasa Homophobia dan transphobia di masyarakat maupun aparat pemerintah penegak hukum mulai dari sikap bullying, stigma negatif dan orientasi seksual guna mendapatkan pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak asasinya," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, faktor terbesar yang diterima waria sebagian besar hanya karena mereka adalah waria. Hal ini disebabkan banyak keluarga mereka yang malu akan kehadirannya dan pada akhirnya banyak mereka yang diusir dari kampungnya. Populasi dari seluruh penduduk masyarakat 10 persen pupulasi atau 25 juta adalah LGBTI.
Yuli melanjutkan, dari 47 kasus yang didokementasikan saat ini belum ada satu kasuspun yang terselesaikan. "Untuk itu kita membiasakan kepada teman-teman untuk mendokumentasikan kasus-kasus yang dilaporkan," tegasnya.
Sebelumnya, Forum HAM LGBTIQ secara nasional melaporkan terdapat 47 kasus LGBTI (Gay, Bisexual, Trangender fan Intersex) yang dilakukan oleh aparat pemerintah, keluarga, lingkungan keseharianya yang bersedia untuk ditindak lanjuti.
Ketua Divisi Advokasi dan HAM Gaya Nusantara Kanis Suviati mengatakan, sepanjang dua tahun terakhir banyaknya kasus yang masuk ke dalam dokumentasi LGBTIQ hanya sedikit yang mau dilanjutkan kasusnya. Baik itu kasus lesbian, gay, waria dan bisexual.
"47 kasus itu yang dapat kami lanjutkan, namun banyak diantara mereka tidak ingin kasusnya diketahui banyak orang," katanya saat ditemui di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
"Kekerasan yang diterima seperti kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi dan sosial dan semuanya memberi dampak negatif," kata Koordinator Nasional untuk Forum LGBTIQ Indonesia Yuli Rustinawati saat ditemuai di Jakarta, Selasa (28/5/2013).
Menurut dia, sedikitnya laporan yang didalami menandakan masuk minimnya penerimaan, pengakuan dan perlindungan terhadap HAM LGBTI di Indonesia. Karena tidak semua kasus yang dialami dapat diproses secara hukum.
"Rasa Homophobia dan transphobia di masyarakat maupun aparat pemerintah penegak hukum mulai dari sikap bullying, stigma negatif dan orientasi seksual guna mendapatkan pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak asasinya," terangnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, faktor terbesar yang diterima waria sebagian besar hanya karena mereka adalah waria. Hal ini disebabkan banyak keluarga mereka yang malu akan kehadirannya dan pada akhirnya banyak mereka yang diusir dari kampungnya. Populasi dari seluruh penduduk masyarakat 10 persen pupulasi atau 25 juta adalah LGBTI.
Yuli melanjutkan, dari 47 kasus yang didokementasikan saat ini belum ada satu kasuspun yang terselesaikan. "Untuk itu kita membiasakan kepada teman-teman untuk mendokumentasikan kasus-kasus yang dilaporkan," tegasnya.
Sebelumnya, Forum HAM LGBTIQ secara nasional melaporkan terdapat 47 kasus LGBTI (Gay, Bisexual, Trangender fan Intersex) yang dilakukan oleh aparat pemerintah, keluarga, lingkungan keseharianya yang bersedia untuk ditindak lanjuti.
Ketua Divisi Advokasi dan HAM Gaya Nusantara Kanis Suviati mengatakan, sepanjang dua tahun terakhir banyaknya kasus yang masuk ke dalam dokumentasi LGBTIQ hanya sedikit yang mau dilanjutkan kasusnya. Baik itu kasus lesbian, gay, waria dan bisexual.
"47 kasus itu yang dapat kami lanjutkan, namun banyak diantara mereka tidak ingin kasusnya diketahui banyak orang," katanya saat ditemui di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (28/5/2013).
(mhd)