Orang kaya masih disubsidi

Kamis, 18 April 2013 - 07:12 WIB
Orang kaya masih disubsidi
Orang kaya masih disubsidi
A A A
Kebijakan pemerintah terkait pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah mengerucut pada keputusan pemberlakuan dua harga premium.

Rencana kebijakan yang sudah mulai disosialisasikan kepada pemerintah daerah telah mendapat lampu hijau. Kalau tidak ada perubahan lagi, kebijakan dua harga premium sebesar Rp4.500 per liter untuk pengendara sepeda motor dan angkutan umum dan sekitar Rp6.500 per liter bagi mobil pribadi, akan diumumkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) awal Mei mendatang. Meski belum ada keputusan resmi, proses untuk menaikkan harga BBM bersubsidi yang dikenald engan kebijakan premium dua harga itu, telah melalui perdebatan yang panjang terutama menyangkut dampaknya terhadap masyarakat yang kurang mampu.

Pasalnya setiap kenaikan harga BBM, otomatis mendongkrak angka inflasi yang bisa melemahkan daya beli masyarakat. Karena itu, usulan ekstrem yang mencabut total subsidi BBM dengan menaikkan harga premium sebesar Rp9.500 per liter tidak dilirik, sebagai jalan tengah pemerintah memilih menaikkan harga sebesar Rp2.000 untuk mobil pelat hitam, dan harga tetap bagi pemilik kendaraan roda dua dan angkutan umum. Kebijakan jalan tengah tersebut memang tidak serta-merta menghapus subsidi untuk mobil pribadi.

Berdasarkan hitung-hitungan pemerintah, subsidi BBM yang dinikmati orang kaya sebesar Rp3.000 per liter sebab harga keekonomian (tanpa subsidi) premium sekitar Rp9.500 per liter. Memang, kenaikan harga sebesar Rp2.000 per liter menjadi Rp6.500 per liter masih jauh dari harga keekonomian, namun tetap harus dihargai upaya pemerintah untuk keluar dari tekanan subsidi yang tidak tepat sasaran itu. Dengan kebijakan tersebut kalau jadi diberlakukan pemerintah sudah bisa menghemat anggaran sebesar Rp21 triliun tahun ini.

Kebijakan menaikkan harga BBM memang kebijakan yang rawan, sehingga perlu disosialisasikan sedini mungkin sebelum diberlakukan bahkan sejak kebijakan tersebut dirancang. Sebagai langkah awal sosialisasi sekaligus meminta masukan sebelum kebijakan premium dua harga itu dilempar ke publik, pemerintah pusat sudah menggelar rapat koordinasi dengan para gubernur. Rapat koordinasi tersebut merekomendasikan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.

“Enggak ada yang enggak setuju,” ungkap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kemarin. Dukungan para gubernur itu sejalan dengan sikap pengusaha yang berkecimpung dalam bisnis minyak dan gas bumi. Menyambut implementasi kebijakan tersebut, pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) siap menyukseskan. Sementara Pertamina sudah membuat kebijakan khusus, yakni menyiapkan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terpisah antara pemakai BBM subsidi seharga Rp4.500 per liter dan Rp6.500 per liter, sehingga memudahkan untuk mengontrolnya.

Bagaimana dengan industri automotif? Kalangan pelaku industri automotif cenderung diam saja. Apakah pertanda diam tersebut tidak akan mengganggu penjualan automotif tahun ini yang diprediksi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencapai 1,1 juta unit? Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut sudah diantisipasi pengusaha, apalagi kenaikan harga tersebut masih dalam batas wajar.

“Kami sudah berbicara dengan pelaku industri automotif, mereka tak ada masalah,” papar MS Hidayat. Boleh jadi pengusaha yang bergerak di sektor automotif lebih tenang karena ada kepastian kenaikan harga. Yang masih menghantui adalah sejauh mana pengaruhnya terhadap laju kenaikan angka inflasi menyambut kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000 per liter.

Bank Indonesia memperkirakan angka inflasi akan terkerek sekitar 0,7%, namun hanya bersifat jangka pendek. Jadi, walaupun terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah tidak perlu mengubah target inflasi sebesar 4% plus minus 1%. Lalu, tunggu apa lagi?.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5165 seconds (0.1#10.140)