DPR diminta cabut pasal penghinaan presiden
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta, agar DPR segera mencabut pasal 265 Rancangan Undang-Undang Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang penghinaan terhadap presiden.
"DPR harus mencabut Pasal 265 RUU KUHP tentang penghinaan terhadap presiden. Soalnya di tahun 2006 pasal tersebut sudah pernah dicabut dan dikubur Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Neta melalui rilisnya di Jakarta, Minggu (14/4/2013).
Tahun 2006, sambung Neta, MK telah mencabut pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUHP tentang penghinaan presiden. Soalnya, pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden.
"Jika pasal ini tetap dimasukkan, berarti pemerintah sebagai pembuat RUU KUHP dan DPR sebagai pembahasnya telah melanggar konstitusi," tandasnya.
Kini masih ada upaya menyelundupkan pasal penghinaan Presiden dalam RUU KUHP. Upaya penyelundupan ini menunjukkan rendahnya moralitas hukum pemerintah. Sebab, pasal yang sudah dikubur MK masih diupayakan untuk dihidupkan lagi.
"Padahal pemaksaan itu bisa membuat pemerintah dan DPR dinilai melanggar konstitusi. Jika pemerintah dan DPR melanggar konstitusi, legalitasnya tentu patut dipertanyakan," pungkasnya.
"DPR harus mencabut Pasal 265 RUU KUHP tentang penghinaan terhadap presiden. Soalnya di tahun 2006 pasal tersebut sudah pernah dicabut dan dikubur Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Neta melalui rilisnya di Jakarta, Minggu (14/4/2013).
Tahun 2006, sambung Neta, MK telah mencabut pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUHP tentang penghinaan presiden. Soalnya, pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden.
"Jika pasal ini tetap dimasukkan, berarti pemerintah sebagai pembuat RUU KUHP dan DPR sebagai pembahasnya telah melanggar konstitusi," tandasnya.
Kini masih ada upaya menyelundupkan pasal penghinaan Presiden dalam RUU KUHP. Upaya penyelundupan ini menunjukkan rendahnya moralitas hukum pemerintah. Sebab, pasal yang sudah dikubur MK masih diupayakan untuk dihidupkan lagi.
"Padahal pemaksaan itu bisa membuat pemerintah dan DPR dinilai melanggar konstitusi. Jika pemerintah dan DPR melanggar konstitusi, legalitasnya tentu patut dipertanyakan," pungkasnya.
(mhd)