Ketua DPP Demokrat diperiksa KPK
A
A
A
Sindonews.com - Ketua DPP Partai Demokrat Umar Arsal diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus penerimaan hadiah proyek pembangunan sport center, Hambalang, Jawa Barat.
Umar yang juga anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum (AU).
"Yang bersangkutan diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka AU," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2013).
Selain Umar, penyidik juga berencana melakukan pemanggilan terhadap Harjito selaku pegawai PT ACC Kwitang. Harjito juga akan diperiksa sebagai saksi.
Sekadar diketahui, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dijadikan tersangka karena ditenggarai menerima gratifikasi berupa mobil, ketika dirinya masih menjabat sebagai anggota DPR.
Anas selaku penyelenggaraa negara diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan kewenangannya itu.
Atas perbuatan itu, mantan Ketua Umum PB HMI disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31/99 sebagaimana telah diubah menjadi UU 20/2001 tentang UU Pemberantasan tindak pidana korupsi.
Umar yang juga anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrat diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum (AU).
"Yang bersangkutan diperiksa kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka AU," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/4/2013).
Selain Umar, penyidik juga berencana melakukan pemanggilan terhadap Harjito selaku pegawai PT ACC Kwitang. Harjito juga akan diperiksa sebagai saksi.
Sekadar diketahui, mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dijadikan tersangka karena ditenggarai menerima gratifikasi berupa mobil, ketika dirinya masih menjabat sebagai anggota DPR.
Anas selaku penyelenggaraa negara diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan kewenangannya itu.
Atas perbuatan itu, mantan Ketua Umum PB HMI disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31/99 sebagaimana telah diubah menjadi UU 20/2001 tentang UU Pemberantasan tindak pidana korupsi.
(mhd)