Kuncinya di Personal

Rabu, 10 April 2013 - 06:57 WIB
Kuncinya di Personal
Kuncinya di Personal
A A A
Jika mayoritas pemegang saham tidak percaya dengan kinerja manajemen, perusahaan tentu harus menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB).

Bila tingkat ketidakpercayaan itu tinggi, yang terjadi adalah penggantian organisasi manajemen. Perombakan jajaran komisaris, direksi, hingga tingkat manajer bisa dilakukan. Artinya ketika mayoritas pemegang saham sudah tidak percaya, akan ada reorganisasi manajemen tersebut. Bayangkan jika itu terjadi di negara ini. Rakyat sebagai pemegang saham dari negeri ini tidak percaya dengan pemerintahan (manajemen).

Rakyat ingin melakukan reorganisasi. Inilah yang terjadi di negeri ini jika kita melihat dari jajak pendapat dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan lemahnya kepercayaan publik terhadap hukum. Tak hanya survei LSI yang menyatakan itu, tapi juga kasus penembakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) maupun pascakasus tersebut.

Kasus Lapas Cebongan merupakan contoh konkret dari ketidakpercayaan di negeri ini. Fenomena pascapengungkapan kasus ini pun menandakan bagaimana masyarakat tidak percaya dengan aparat penegak hukum. Banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mengecam keras tindakan oknum 11 anggota Kopassus yang menembak empat tahanan di Lapas Cebongan.

Namun, banyak juga masyarakat yang mendukung langkah 11 anggota Kopassus tersebut dalam menyelesaikan persoalan premanisme. Banyak spanduk di jalan-jalan di Yogya serta Solo dan broadcast message soal dukungan cara oknum Kopassus tersebut menunjukkan bahwa masyarakat tidak percaya lagi dengan aparat penegak hukum dalam memberantas premanisme. Ini fenomena yang unik karena apa pun alasannya, cara yang dilakukan oknum Kopassus tersebut salah di sisi hukum.

Bahkan banyak LSM yang menganggap bahwa apa yang terjadi di Lapas Cebongan tersebut pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang harusnya bukan masuk ranah pidana. Namun, fenomena terbalik didapatkan di masyarakat secara nyata. Banyak masyarakat justru mendukung langkah di luar hukum tersebut. Fenomena ini sungguh menyedihkan.

Dukungan masyarakat terhadap cara yang salah pun bukan salah masyarakat dalam menyikapi fenomena tersebut, melainkan lebih pada ketidakpercayaan mereka terhadap hukum yang ada di negeri ini. Sikap masyarakat ini dipicu karena masih banyak masyarakat menyaksikan semua lembaga hukum lebih banyak memainkan hukum seenaknya sendiri tanpa menjunjung tinggi rasa keadilan.

Masyarakat masih melihat, siapa yang kuat, bukan siapa yang benar dalam memenangkan hukum. Hukum dianggap tak berpihak kepada mereka yang lemah. Jelas ini kritik keras kepada pemerintah untuk yang kesekiankalinya. Fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum sudah terjadi jauh-jauh hari dengan cara main hakim sendiri atau hukum rimba yang dikedepankan dalam menyelesaikan persoalan hukum.

Perlu ada terobosan dan manajemen hukum yang benar dalam menyelesaikan persoalan hukum di negeri ini. Berbagai sistem dan cara sudah digunakan pemerintah, namun hasilnya tetap nihil karena masih ada masyarakat yang tidak percaya dengan hukum. Persoalan hukum di negeri ini sepertinya sulit diselesaikan meski manajemen penegakan hukum sudah dibenahi berulangkali.

Persoalannya bukan pada bagaimana atau dengan cara apa hukum di negeri bisa ditegakkan dan kembali mendapat kepercayaan masyarakat. Persoalannya adalah di personal pelaksana manajemen penegakan hukum tersebut.

Sebagus apa pun manajemen penegakan hukum di negeri ini, jika eksekusi dari personal masih lemah, tak beretika, dan tak berintegritas, mustahil hukum di negeri ini bisa diselesaikan. Negeri ini butuh sosok yang bisa dan berani melakukan perubahan. Negeri ini butuh change leadership,bukan change manager.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6630 seconds (0.1#10.140)