Diperiksa KPK, Adhyaksa bawa draf Hambalang
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Adhyaksa Dault menjelaskan, dirinya membawa salah satu berkas yang isinya draf sertifikat tanah Hambalang.
Adhyaksa menjelaskan, bahan tersebut akan disampaikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Bahan ini saya bawa untuk menguatkan (kesaksian)," kata Adhyaksa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/4/2013).
Dia menjelaskan, seperti pemeriksaan Desember 2012, sertifikat Hambalang yang dibangun di atas lahan seluas 32 hektar merupakan aset Kemenpora yang dihibahkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Namun, ketika dirinya dilantik sebagai Menpora pada 18 Oktober 2004 secara de jure, belum menjabat sebagai menteri karena belum memiliki kantor, hingga akhirnya dilebur dari Dirjen Olahraga menjadi Kemenpora.
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah adanya penyatuan itu, diketahui di lahan tersebut telah terdapat satu bangunan rumah ibadah dan dua rumah yang diberi pagar.
"Peleburan itulah sudah ada aset satu buah mesjid dan dua buah rumah dan dipagar dengan 30 hektar lebih karena itu aset dari Diknas, secara de facto tanggal 18 September 2005 barulah saya menjadi penuh menjadi menpora," jelasnya.
Namun, setelah menjabat sebagai menteri, dia memerintahkan agar proyek tersebut diberhentikan karena belum memiliki sertifikat. Adhyaksa mengaku heran, meski belum bersertifikat, tetapi sudah ada bangunan di atas lahan tersebut.
Tetapi akhirnya dia mengetahui laporan dari Diknas, bahwa bangunan itu milik PT Buana Estate Probosutedjo, yang diketahui telah habis masa Hak Huna Usahanya (HGU).
"Nah setelah 18 September (menjadi menteru) saya minta setop pembangunan karena tidak ada sertifikat, kenapa sudah ada masjid karena Pak Probo katanya HGU sudah habis masanya," ungkapnya.
"Kalau gitu kita urus sertifikatnya. Urus punya urus tidak keluar-keluar, saya urus ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) saya tanya Pak Djoyo (Ketua BPN saat itu) katanya HGU-nya belum keluar," imbuhnya.
Selanjutnya, di akhir masa jabatannya pada tahun 2009 anggaran disiapkan dana sebesar Rp125 milyar, namun masih diberi bintang oleh DPR RI.
"Karena di 2006 saya buat masterplan, berdasarkan analisa hydrologi dan geologi di situ, maka itu tanah yang dibikin dua lantai ke atas dua lantai ke bawah, kontur tanahnya begitu karena hanya Rp125 miliar rupiah" bebernya.
"Setelah selesai (masa jabatan) kan dan tidak cair karena tidak ada sertifikat, setelah (jabatan) saya selesai 2010 ternyata kemudian itu proyek menjadi triliunan, jadi masalahnya di 2010. Nah begitulah di akhir masa jabatan saya," tandasnya.
Adhyaksa menjelaskan, bahan tersebut akan disampaikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Bahan ini saya bawa untuk menguatkan (kesaksian)," kata Adhyaksa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/4/2013).
Dia menjelaskan, seperti pemeriksaan Desember 2012, sertifikat Hambalang yang dibangun di atas lahan seluas 32 hektar merupakan aset Kemenpora yang dihibahkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Namun, ketika dirinya dilantik sebagai Menpora pada 18 Oktober 2004 secara de jure, belum menjabat sebagai menteri karena belum memiliki kantor, hingga akhirnya dilebur dari Dirjen Olahraga menjadi Kemenpora.
Lebih lanjut dia mengatakan, setelah adanya penyatuan itu, diketahui di lahan tersebut telah terdapat satu bangunan rumah ibadah dan dua rumah yang diberi pagar.
"Peleburan itulah sudah ada aset satu buah mesjid dan dua buah rumah dan dipagar dengan 30 hektar lebih karena itu aset dari Diknas, secara de facto tanggal 18 September 2005 barulah saya menjadi penuh menjadi menpora," jelasnya.
Namun, setelah menjabat sebagai menteri, dia memerintahkan agar proyek tersebut diberhentikan karena belum memiliki sertifikat. Adhyaksa mengaku heran, meski belum bersertifikat, tetapi sudah ada bangunan di atas lahan tersebut.
Tetapi akhirnya dia mengetahui laporan dari Diknas, bahwa bangunan itu milik PT Buana Estate Probosutedjo, yang diketahui telah habis masa Hak Huna Usahanya (HGU).
"Nah setelah 18 September (menjadi menteru) saya minta setop pembangunan karena tidak ada sertifikat, kenapa sudah ada masjid karena Pak Probo katanya HGU sudah habis masanya," ungkapnya.
"Kalau gitu kita urus sertifikatnya. Urus punya urus tidak keluar-keluar, saya urus ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) saya tanya Pak Djoyo (Ketua BPN saat itu) katanya HGU-nya belum keluar," imbuhnya.
Selanjutnya, di akhir masa jabatannya pada tahun 2009 anggaran disiapkan dana sebesar Rp125 milyar, namun masih diberi bintang oleh DPR RI.
"Karena di 2006 saya buat masterplan, berdasarkan analisa hydrologi dan geologi di situ, maka itu tanah yang dibikin dua lantai ke atas dua lantai ke bawah, kontur tanahnya begitu karena hanya Rp125 miliar rupiah" bebernya.
"Setelah selesai (masa jabatan) kan dan tidak cair karena tidak ada sertifikat, setelah (jabatan) saya selesai 2010 ternyata kemudian itu proyek menjadi triliunan, jadi masalahnya di 2010. Nah begitulah di akhir masa jabatan saya," tandasnya.
(maf)