Draf Sprindik bocor, pengawasan internal KPK harus diperketat
A
A
A
Sindonews.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari menyambut gembira hasil putusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembocoran draf surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum sebagai tersangka Hambalang. Ia menilai putusan itu sudah cukup adil.
"Komite Etik mengungkap fakta kebocoran draf sprindik dan memberikan penghukuman yang sesuai dengan gradasi kesalahan pimpinan KPK," ujarnya melalui pesan singkat kepada Sindonews, Kamis (4/4/2013).
Menurut Eva, tindakan kurang hati-hati dan waspada Abraham Samad sudah sepantasnya dihukum dalam bentuk teguran.
"Ke depan, memang harus ada pengetatan pengawasan internal bukan saja berkaitan dengan pembocoran draf sprindik tapi yang terutama adalah pembocoran BAP atau hasil sadapan pembicaraan KPK untuk kasus-kasus yang tengah disidik juga harus dihentikan," jelasnya.
Karena, lanjutnya, bisa mempengaruhi proses hukum yang tengah berlangsung selain juga berkaitan dengan hak azasi manusia (HAM) seseorang yang menjadi terduga atau tersangka.
"Jadi jika dibanding pembocoran draf sprindik maka kasus pembocoran BAP lebih serius. Jadi pembocor draf sprindik (oleh Abraham Samad) tidak ada pidanannya karena dia bukan pelaku utama," tegasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika Komite Etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
"Komite Etik mengungkap fakta kebocoran draf sprindik dan memberikan penghukuman yang sesuai dengan gradasi kesalahan pimpinan KPK," ujarnya melalui pesan singkat kepada Sindonews, Kamis (4/4/2013).
Menurut Eva, tindakan kurang hati-hati dan waspada Abraham Samad sudah sepantasnya dihukum dalam bentuk teguran.
"Ke depan, memang harus ada pengetatan pengawasan internal bukan saja berkaitan dengan pembocoran draf sprindik tapi yang terutama adalah pembocoran BAP atau hasil sadapan pembicaraan KPK untuk kasus-kasus yang tengah disidik juga harus dihentikan," jelasnya.
Karena, lanjutnya, bisa mempengaruhi proses hukum yang tengah berlangsung selain juga berkaitan dengan hak azasi manusia (HAM) seseorang yang menjadi terduga atau tersangka.
"Jadi jika dibanding pembocoran draf sprindik maka kasus pembocoran BAP lebih serius. Jadi pembocor draf sprindik (oleh Abraham Samad) tidak ada pidanannya karena dia bukan pelaku utama," tegasnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika Komite Etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
(kur)