Komite Etik dinilai terlalu bertoleransi pada Samad
A
A
A
Sindonews.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman merasa tidak puas dengan hasil putusan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.
"Hasil putusan Komite Etik menurut saya masih mengambang. Teguran tertulis terhadap Samad menunjukkan ada toleransi yang besar," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (4/4/2013).
Boyamin mengatakan, terkadang Komite Etik itu menjadi lembek karena dalam posisi membela lembaganya. Pasalnya, ada kekhawatiran jika terlalu tegas malah memperburuk nama lembaga.
"Komite Etik dalam posisi membela dalam tanda petik jadinya. Kalau Komite Etik rata-rata berbicara sopan santun, ada aib malah ditutupi," tandasnya.
Menurutnya, kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh pimpinan KPK tidak boleh diberikan toleransi. Agar kejadian yang sama tidak terus terulang di masa yang akan datang.
"Istilah kita zero toleransi. Agar nanti tidak dicontoh pimpinan KPK lainnya, begitu juga lembaga-lembaga lain. Jadi hasil putusan Komite Etik terlalu tinggi toleransinya," ujarnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika komite etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
"Hasil putusan Komite Etik menurut saya masih mengambang. Teguran tertulis terhadap Samad menunjukkan ada toleransi yang besar," ujarnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (4/4/2013).
Boyamin mengatakan, terkadang Komite Etik itu menjadi lembek karena dalam posisi membela lembaganya. Pasalnya, ada kekhawatiran jika terlalu tegas malah memperburuk nama lembaga.
"Komite Etik dalam posisi membela dalam tanda petik jadinya. Kalau Komite Etik rata-rata berbicara sopan santun, ada aib malah ditutupi," tandasnya.
Menurutnya, kesalahan sekecil apapun yang dilakukan oleh pimpinan KPK tidak boleh diberikan toleransi. Agar kejadian yang sama tidak terus terulang di masa yang akan datang.
"Istilah kita zero toleransi. Agar nanti tidak dicontoh pimpinan KPK lainnya, begitu juga lembaga-lembaga lain. Jadi hasil putusan Komite Etik terlalu tinggi toleransinya," ujarnya.
Seperti diberitakan Sindonews sebelumnya, meski Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tidak terbukti secara langsung terlibat dalam bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum namun tak lepas dari sanksi.
Abraham Samad dianggap telah melanggar kode etik sebagai Pimpinan KPK berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf b dan d, serta Pasal 6 ayat (1) huruf b, d, r dan v. Dengan pasal itu, Abraham Samad dijatuhi sanksi teguran tertulis dari Komite Etik.
Ada beberapa hal yang dianggap memberatkan, pertama, Abraham telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasus di lembaga antikorupsi itu termasuk kasus Anas.
"Telah melakukan komunikasi dengan pihak eksternal KPK terkait kasus-kasu di KPK termasuk kasus Anas," jelas Anggota Komite Etik, Abdullah Hehamahua dalam sidang putusan Komite Etik di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2013.
Kedua, Abraham juga dinilai tidak segera melakukan koordinasi dengan Pimpinan KPK lainnya setelah bocornya sprindik milik Anas, hal ini lah yang dianggap ikut memberatkan sanksinya dalam sidang Komite Etik.
"Ketiga, Abraham samad tidak setuju blackberry-nya dilakukan kloning, tindakan tersebut tidak kooperatif," lanjutnya.
Terakhir menurut Komite Etik adalah munculnya pernyataan Abraham Samad di media bahwa Komite Etik merekayasa permasalahan tersebut dan ada upaya menjatuhkan dirinya dari jabatan sebagai Ketua KPK melalui penuntasan kasus bocornya sprindik milik Anas Urbaningrum.
"Mendahului pernyataan jika komite etik merekayasa, yang menyebut dalam media bahwa sprindik upaya menjatuhkan saya (Abraham) dalam pemberitaan media massa," tuntasnya.
(kri)