Keributan negeri ini
A
A
A
Massa di Palopo, Sulawesi Selatan mengamuk dan membakar beberapa gedung. Pemicunya adalah hasil pilkada. Pihak yang kalah merasa dicurangi dan melakukan tindakan anarkistis.
Sepekan sebelumnya sekelompok orang menyerbu Lapas Cebongan Sleman dan membunuh empat tahanan pelaku pembunuhan seorang anggota TNI. Aksi sekelompok massa bersenjata tersebut bak film actiondan menjadi pembicaraan di masyarakat. Banyak yang mengecam tindakan tersebut dan ada pula yang mendukung karena yang dibunuh konon preman.
Sebelum kerusuhan itu, negeri ini juga diributkan dengan pembocoran surat perintah penyidikan (sprindik) kasus Hambalang. Salah satu pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut terlibat dalam pembocoran sprindik yang menyebutkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka. “Keributan” di tubuh KPK pun terjadi. Ketua KPK Abraham Samad bahkan menyebut ada pihak yang ingin mengudeta dirinya.
Pernyataan itu semakin membuat gaduh karena ada perpecahan di tubuh KPK. Hasil penyelidikan Komite Etik yang diketuai Anies Baswesdan pun dinanti untuk menjawab misteri pembocor sprindik kasus Hambalang.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat (PD) secara aklamasi di kongres luar biasa (KLB). SBY terpilih sebagai ketua umum diikuti penunjukan dua menteri aktif untuk menjadi ketua harian. Putra SBY Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas pun masih dipercaya sebagai sekretaris jenderal (sekjen).
SBY bahkan dituding memperagakan dinasti politik. Rangkap jabatan yang sempat menuai kritikan dari dirinya justru SBY sendiri yang melakukan. Kegaduhan muncul lagi karena pemimpin negeri ini dianggap tidak memberikan contoh yang semestinya dalam menata negeri ini. Peristiwa-peristiwa tersebut beruntun dan datang silih berganti seolah menutup kasus-kasus besar seperti Century dan Hambalang yang menjadi hama bagi negeri ini.
Tak hanya mampu menutup kasus-kasus besar, fenomena-fenomena tersebut juga seolah mengubur rencana ke depan negeri ini untuk melangkah maju. Persoalan-persoalan bangsa ini menjadi terabaikan dan tak terurus dengan kejadian-kejadian tersebut. Lalu apakah peristiwa-peristiwa tersebut sengaja “diadakan” untuk mengaburkan kasus-kasus besar dan persoalan bangsa ini?
Pertanyaan itu wajar saja muncul di masyarakat karena memang pengalaman negeri ini selalu lupa dengan kasus-kasus besar ketika ada peristiwa lain yang menutupinya. Masyarakat kita yang gampang lupa dengan kasus-kasus besar selalu disuguhi peristiwa-peristiwa yang beriringan. Dengan begitu, masyarakat lupa dan pelaku kasus-kasus tersebut bersorak.
Sulit untuk membuktikan apakah memang peristiwaperistiwa tersebut memang disengaja untuk menutupi kasuskasus besar. Masyarakat pun tak perlu untuk membuktikan apakah memang peristiwa-peristiwa tersebut sengaja “diadakan” untuk menutupi kasus-kasus besar. Justru yang penting dilakukan masyarakat adalah terus mengontrol kasus-kasus besar yang merugikan bangsa dan rakyat.
Masyarakat jangan hanya terbuai dengan peristiwa-peristiwa lantas melupakan kasuskasus besar. Kita harus berani terus mengingatkan kepada pemimpin negeri ini untuk menuntaskan kasus-kasus besar dan persoalan bangsa ini. Jelang Pemilu 2014, kondisi semacam di atas kemungkinan akan sering terjadi.
Dua tahun ini yaitu 2013 dan 2014 merupakan tahun politik, tahun yang penuh dengan kepentingan politik dibandingkan kepentingan bangsa. Masyarakat harus semakin cermat dalam mengamati setiap peristiwa yang terjadi. Kita semua juga harus hatihati agar tidak terjebak pada kepentingan kelompok dan tetap fokus pada kepentingan bangsa ini.
Sepekan sebelumnya sekelompok orang menyerbu Lapas Cebongan Sleman dan membunuh empat tahanan pelaku pembunuhan seorang anggota TNI. Aksi sekelompok massa bersenjata tersebut bak film actiondan menjadi pembicaraan di masyarakat. Banyak yang mengecam tindakan tersebut dan ada pula yang mendukung karena yang dibunuh konon preman.
Sebelum kerusuhan itu, negeri ini juga diributkan dengan pembocoran surat perintah penyidikan (sprindik) kasus Hambalang. Salah satu pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut terlibat dalam pembocoran sprindik yang menyebutkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka. “Keributan” di tubuh KPK pun terjadi. Ketua KPK Abraham Samad bahkan menyebut ada pihak yang ingin mengudeta dirinya.
Pernyataan itu semakin membuat gaduh karena ada perpecahan di tubuh KPK. Hasil penyelidikan Komite Etik yang diketuai Anies Baswesdan pun dinanti untuk menjawab misteri pembocor sprindik kasus Hambalang.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terpilih sebagai ketua umum Partai Demokrat (PD) secara aklamasi di kongres luar biasa (KLB). SBY terpilih sebagai ketua umum diikuti penunjukan dua menteri aktif untuk menjadi ketua harian. Putra SBY Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas pun masih dipercaya sebagai sekretaris jenderal (sekjen).
SBY bahkan dituding memperagakan dinasti politik. Rangkap jabatan yang sempat menuai kritikan dari dirinya justru SBY sendiri yang melakukan. Kegaduhan muncul lagi karena pemimpin negeri ini dianggap tidak memberikan contoh yang semestinya dalam menata negeri ini. Peristiwa-peristiwa tersebut beruntun dan datang silih berganti seolah menutup kasus-kasus besar seperti Century dan Hambalang yang menjadi hama bagi negeri ini.
Tak hanya mampu menutup kasus-kasus besar, fenomena-fenomena tersebut juga seolah mengubur rencana ke depan negeri ini untuk melangkah maju. Persoalan-persoalan bangsa ini menjadi terabaikan dan tak terurus dengan kejadian-kejadian tersebut. Lalu apakah peristiwa-peristiwa tersebut sengaja “diadakan” untuk mengaburkan kasus-kasus besar dan persoalan bangsa ini?
Pertanyaan itu wajar saja muncul di masyarakat karena memang pengalaman negeri ini selalu lupa dengan kasus-kasus besar ketika ada peristiwa lain yang menutupinya. Masyarakat kita yang gampang lupa dengan kasus-kasus besar selalu disuguhi peristiwa-peristiwa yang beriringan. Dengan begitu, masyarakat lupa dan pelaku kasus-kasus tersebut bersorak.
Sulit untuk membuktikan apakah memang peristiwaperistiwa tersebut memang disengaja untuk menutupi kasuskasus besar. Masyarakat pun tak perlu untuk membuktikan apakah memang peristiwa-peristiwa tersebut sengaja “diadakan” untuk menutupi kasus-kasus besar. Justru yang penting dilakukan masyarakat adalah terus mengontrol kasus-kasus besar yang merugikan bangsa dan rakyat.
Masyarakat jangan hanya terbuai dengan peristiwa-peristiwa lantas melupakan kasuskasus besar. Kita harus berani terus mengingatkan kepada pemimpin negeri ini untuk menuntaskan kasus-kasus besar dan persoalan bangsa ini. Jelang Pemilu 2014, kondisi semacam di atas kemungkinan akan sering terjadi.
Dua tahun ini yaitu 2013 dan 2014 merupakan tahun politik, tahun yang penuh dengan kepentingan politik dibandingkan kepentingan bangsa. Masyarakat harus semakin cermat dalam mengamati setiap peristiwa yang terjadi. Kita semua juga harus hatihati agar tidak terjebak pada kepentingan kelompok dan tetap fokus pada kepentingan bangsa ini.
(stb)