Isu pelengseran Ketua KPK sarat kepentingan politik
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) Febriansyah menuturkan, dalam proses kerja Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), muncul berbagai spekulasi. Khususnya isu kudeta terhadap jabatan Ketua KPK dan pelemahan terhadap proses hukum kasus Bank Century.
"Spekulasi tersebut tentu tidak berdasar dan cenderung hanyalah komentar politik yang tidak memiliki kekuatan hukum," ujar peneliti ICW, Febriansyah di kantor YLBHI, jalan Diponegoro No.74, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2013).
Menurutnya, Tim Komite etik KPK justru dibentuk dan disetujui oleh semua pimpinan KPK. Sehingga, proses dan hasil Komite Etik ini harus dipahami sebagai bagian dan mekanisme kelembagaan di internal KPK yang sah secara hukum.
"Berdasarkan pasal 30 ayat (11) Undang-Undang No.30 tahun 2002, pimpinan KPK dan jabatan Ketua KPK dipilih oleh DPR. Sehingga, proses di Komite Etik ini tidak ada hubungannya dengan pergantian jabatan Ketua KPK atau pimpinan KPK," katanya.
Lebih lanjut ia menegaskan, proses Komite Etik tidak ada hubungan dengan penanganan seluruh kasus korupsi yang ditangani KPK. Misalnya, terkait skandal bailout Bank Century, Anas Urbaningrum di proyek sport center Hambalang, simulator SIM Korlantas Polri, impor daging sapi dan kasus lainnya.
"Karena masa depan penanganan kasus korupsi di KPK tidak tergantung pada satu pimpinan saja, melainkan tunduk pada mekanisme pengambilan keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan Undang-Undang (UU) KPK," lanjutnya.
Dia menambahkan, penanganan kasus skandal Bank Century tidak mungkin mundur, karena KPK telah melakukan penyidikan. Apalagi, KPK tidak dapat menerbitkan Surat Penghentian Proses Penyidikan (SP3).
"Selain itu, publik akan terus mengawal penuntasan kasus skandal bank Century di KPK hingga tuntas,"pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komite Etik Anies Baswedan sudah menyampaikan ada indikasi kasus bocornya draf sprindik KPK atas nama Anas Urbaningrum melibatkan kalangan internal KPK. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mengarah pada pelanggaran tindak pidana.
"Spekulasi tersebut tentu tidak berdasar dan cenderung hanyalah komentar politik yang tidak memiliki kekuatan hukum," ujar peneliti ICW, Febriansyah di kantor YLBHI, jalan Diponegoro No.74, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2013).
Menurutnya, Tim Komite etik KPK justru dibentuk dan disetujui oleh semua pimpinan KPK. Sehingga, proses dan hasil Komite Etik ini harus dipahami sebagai bagian dan mekanisme kelembagaan di internal KPK yang sah secara hukum.
"Berdasarkan pasal 30 ayat (11) Undang-Undang No.30 tahun 2002, pimpinan KPK dan jabatan Ketua KPK dipilih oleh DPR. Sehingga, proses di Komite Etik ini tidak ada hubungannya dengan pergantian jabatan Ketua KPK atau pimpinan KPK," katanya.
Lebih lanjut ia menegaskan, proses Komite Etik tidak ada hubungan dengan penanganan seluruh kasus korupsi yang ditangani KPK. Misalnya, terkait skandal bailout Bank Century, Anas Urbaningrum di proyek sport center Hambalang, simulator SIM Korlantas Polri, impor daging sapi dan kasus lainnya.
"Karena masa depan penanganan kasus korupsi di KPK tidak tergantung pada satu pimpinan saja, melainkan tunduk pada mekanisme pengambilan keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan Undang-Undang (UU) KPK," lanjutnya.
Dia menambahkan, penanganan kasus skandal Bank Century tidak mungkin mundur, karena KPK telah melakukan penyidikan. Apalagi, KPK tidak dapat menerbitkan Surat Penghentian Proses Penyidikan (SP3).
"Selain itu, publik akan terus mengawal penuntasan kasus skandal bank Century di KPK hingga tuntas,"pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komite Etik Anies Baswedan sudah menyampaikan ada indikasi kasus bocornya draf sprindik KPK atas nama Anas Urbaningrum melibatkan kalangan internal KPK. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mengarah pada pelanggaran tindak pidana.
(kur)