Surat KPU jadi bukti pelanggaran kode etik
A
A
A
Sindonews.com - Surat Komisi Pemilihan Umum (KPU) tertanggal 11 Februari 2013 dengan nomor 94/KPU/II/2013 dinilai menjadi salah satu bukti pelanggaran kode etik yang dilakukannya.
Surat yang dianggap sebagai bukti pelanggaran KPU itu disampaikan Direktur Eksekutif Correct Jakarta, Refly Harun.
"Enggak perlu data. Data kan cukup satu pada surat KPU tanggal 11 Februari itu sudah kita sampaikan. Surat itu kan menyampaikan tidak dapat melaksanakan keputusan Bawaslu, itu kan faktanya," kata Refly di ruang sidang DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2013).
"Sudah cukup itu juga. Enggak perlu lagi yang lain. Sudah cukup bahwa ada surat dari KPU tidak mau menjalankan putusan Bawaslu, itu sudah faktanya," lanjutnya.
Dia mengatakan, dengan tidak melanjutkan rekomendasi Bawaslu untuk menyertakan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai partai peserta Pemilu 2014 maka pelanggaran itu dilakukan oleh seluruh Komisioner KPU bukan individu.
"Ya semuanya, karena itu kan keputusan kolektif kolegial. Tapi sekali lagi ini 'nothing personal'," terangnya.
Refly menampik jika laporannya ke DKPP karena ada unsur kedekatan dengan Bawaslu sehingga pengaduan yang disampaikannya sama dengan yang diajukan lembaga pengawasan tersebut.
"Kalau dibilang masalah kedekatan ini enggak bener, saya deket dengan Bawaslu, kenapa? Saya juga dekat dengan Hadar Gumay (Komisioner KPU) sudah saya kenal belasan tahun. Jadi enggak benar, tapi saya mau menegakkan aturan saja," pungkasnya.
Surat yang dianggap sebagai bukti pelanggaran KPU itu disampaikan Direktur Eksekutif Correct Jakarta, Refly Harun.
"Enggak perlu data. Data kan cukup satu pada surat KPU tanggal 11 Februari itu sudah kita sampaikan. Surat itu kan menyampaikan tidak dapat melaksanakan keputusan Bawaslu, itu kan faktanya," kata Refly di ruang sidang DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2013).
"Sudah cukup itu juga. Enggak perlu lagi yang lain. Sudah cukup bahwa ada surat dari KPU tidak mau menjalankan putusan Bawaslu, itu sudah faktanya," lanjutnya.
Dia mengatakan, dengan tidak melanjutkan rekomendasi Bawaslu untuk menyertakan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sebagai partai peserta Pemilu 2014 maka pelanggaran itu dilakukan oleh seluruh Komisioner KPU bukan individu.
"Ya semuanya, karena itu kan keputusan kolektif kolegial. Tapi sekali lagi ini 'nothing personal'," terangnya.
Refly menampik jika laporannya ke DKPP karena ada unsur kedekatan dengan Bawaslu sehingga pengaduan yang disampaikannya sama dengan yang diajukan lembaga pengawasan tersebut.
"Kalau dibilang masalah kedekatan ini enggak bener, saya deket dengan Bawaslu, kenapa? Saya juga dekat dengan Hadar Gumay (Komisioner KPU) sudah saya kenal belasan tahun. Jadi enggak benar, tapi saya mau menegakkan aturan saja," pungkasnya.
(lns)