Sita paspor Anas, di luar kebiasan Kemenkum HAM
A
A
A
Sindonews.com - Kisruh di internal Partai Demokrat hingga saat ini belum terlihat ujung pangkalnya. Bahkan permasalahan yang terjadi terus merembet dan menjadi buah bibir di kalangan politikus.
Kasus terakhir, berhentinya Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari jabatannya. Hingga adanya penyitaan paspor milik mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu, dalam kasus Hambalang.
Diketahui, dari rentetan kasus dan tersangka yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baru kali ini ada tersangka yang secara paksa paspornya langsung diambil di kediaman tersangka.
Penyitaan paspor milik Anas Urbaningrum tersebut dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) di kediaman Anas.
Salah seorang petugas imigrasi, Satria mengatakan, pihaknya hanya menahan paspor milik Anas. "Iya saya kesini mengambil paspor Pak Anas. Hanya paspor Pak Anas saja yang kami bawa," jelasnya kepada wartawan, di rumah Anas, Jalan Teluk Semangka, Duren sawit, Jakarta Timur, Senin 26 Februari 2013.
Lebih lanjut dia mengatakan, tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran dari pihak imigrasi, agar Anas tidak kabur ke luar negeri. "Iya ada kekhawatiran untuk digunakan keluar negeri, jadi kami ambil paspornya," ucapnya.
Dari beberapa data yang dimiliki Sindonews, tidak ada satu kasus dan tersangka yang ditangani KPK, di mana paspornya disita langsung di kediaman tersangka. Bahkan, dalam kasus suap-menyuap impor daging, yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, apakah paspornya langsung disita di kediamannya?
Hal ini sejalan dengan pendapat dengan anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani. Dia menilai, penyitaan paspor milik Anas berlebihan.
"Pencabutan paspor memiliki motif politik. Banyak sekali yang dicekal tapi tidak ditarik, kenapa cuma Anas, ini betul-betul Anas dizalimi, ini menunjukkan kemarahan," ucap Yani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/2/2013).
Kemudian, masih dalam kasus yang sama, Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, yang jelas-jelas habis melakukan perjalanan ke Turki, paspornya tidak disita secara paksa oleh pihak terkait.
Begitupun juga dengan beberapa tersangka yang ditangani oleh KPK. Mulai dari Aulia Pohan (besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), Angelina Sondakh, Miranda S Gultom, M Nazaruddin, Rusli Zainal, hingga Nunun Nurbaeti, istri politikus PKS, Adang Daradjatun. Dari beberapa nama itu, tidak satupun paspor disita secara langsung di kediaman para tersangka tersebut.
Sedangkan untuk kasus penjemputan paksa, dari catatan hukum yang ditangani KPK, hanya mantan Bupati Buol, Amran Batalipu yang mengalaminya. Amran dijemput paksa oleh KPK di kediaman pribadinya di Buol, Sulawesi Tengah, pada 03.00 dini hari, Jumat 6 Juli 2012.
Tersangka kasus dugaan suap pengurusan hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan PT Hardaya Inti Plantations (HIP) itu dijemput paksa lantaran pernah melarikan diri dan berupaya melawan. "Tindakan tegas perlu dilakukan bagi pelaku-pelaku tindak pidana seperti ini,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto Bambang di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kasus terakhir, berhentinya Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari jabatannya. Hingga adanya penyitaan paspor milik mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu, dalam kasus Hambalang.
Diketahui, dari rentetan kasus dan tersangka yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baru kali ini ada tersangka yang secara paksa paspornya langsung diambil di kediaman tersangka.
Penyitaan paspor milik Anas Urbaningrum tersebut dilakukan langsung oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) di kediaman Anas.
Salah seorang petugas imigrasi, Satria mengatakan, pihaknya hanya menahan paspor milik Anas. "Iya saya kesini mengambil paspor Pak Anas. Hanya paspor Pak Anas saja yang kami bawa," jelasnya kepada wartawan, di rumah Anas, Jalan Teluk Semangka, Duren sawit, Jakarta Timur, Senin 26 Februari 2013.
Lebih lanjut dia mengatakan, tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran dari pihak imigrasi, agar Anas tidak kabur ke luar negeri. "Iya ada kekhawatiran untuk digunakan keluar negeri, jadi kami ambil paspornya," ucapnya.
Dari beberapa data yang dimiliki Sindonews, tidak ada satu kasus dan tersangka yang ditangani KPK, di mana paspornya disita langsung di kediaman tersangka. Bahkan, dalam kasus suap-menyuap impor daging, yang melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, apakah paspornya langsung disita di kediamannya?
Hal ini sejalan dengan pendapat dengan anggota Komisi III DPR, Ahmad Yani. Dia menilai, penyitaan paspor milik Anas berlebihan.
"Pencabutan paspor memiliki motif politik. Banyak sekali yang dicekal tapi tidak ditarik, kenapa cuma Anas, ini betul-betul Anas dizalimi, ini menunjukkan kemarahan," ucap Yani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (26/2/2013).
Kemudian, masih dalam kasus yang sama, Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin, yang jelas-jelas habis melakukan perjalanan ke Turki, paspornya tidak disita secara paksa oleh pihak terkait.
Begitupun juga dengan beberapa tersangka yang ditangani oleh KPK. Mulai dari Aulia Pohan (besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono), Angelina Sondakh, Miranda S Gultom, M Nazaruddin, Rusli Zainal, hingga Nunun Nurbaeti, istri politikus PKS, Adang Daradjatun. Dari beberapa nama itu, tidak satupun paspor disita secara langsung di kediaman para tersangka tersebut.
Sedangkan untuk kasus penjemputan paksa, dari catatan hukum yang ditangani KPK, hanya mantan Bupati Buol, Amran Batalipu yang mengalaminya. Amran dijemput paksa oleh KPK di kediaman pribadinya di Buol, Sulawesi Tengah, pada 03.00 dini hari, Jumat 6 Juli 2012.
Tersangka kasus dugaan suap pengurusan hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan PT Hardaya Inti Plantations (HIP) itu dijemput paksa lantaran pernah melarikan diri dan berupaya melawan. "Tindakan tegas perlu dilakukan bagi pelaku-pelaku tindak pidana seperti ini,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto Bambang di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
(maf)