KPK tersandera kepentingan politik
A
A
A
Sindonews.com - Komite Etik yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera menelusuri penyebab dan siapa pembocor draf surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) Anas Urbangingrum hingga beredar ke masyarakat. Hasilnya harus diungkap ke publik.
"Ini ujian bari itegritas KPK, maka masalah ini harus ditelusuri, dan diungkap ke publik, siapa dan apa motivasi pelaku," ujar pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens kepada Sindonews, Jumat (22/2/2013).
Boni menduga, apa yang terjadi di KPK saat ini terdapat intervensi politik, lalu ada pemain di tubuh lembaga superbody itu.
"Bagi saya, siapapun yang bermain, jelas ada indikasi intervensi politik terhadap kerja hukum KPK," tukasnya menduga.
Menurut Boni, kasus Anas Urbaningrum sangat politis. Maka, berdasarkan hipotesanya, terdapat tanda politik yang bermain dalam sprindik tersebut, sehingga perlu dituntaskan agar KPK tidak disandera kepentingan politik.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengakui jika draf sprindik yang beredar di masyarakat melalui media massa benar berasal dari KPK. Namun, KPK belum mengetahui, bagaimana draf itu bisa keluar, dan siapa yang membocorkannya.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, tim investigasi mengusulkan kepada pimpinan KPK segera menindaklanjuti hasil temuan tersebut, dengan membentuk Komite Etik.
"Tetapi, pembentukan komite etik bukan berarti sudah ada kesimpulan bahwa ada pembocor dari KPK," ungkap Johan dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 21 Februari 2013.
Menurut Johan Komite etik dibentuk bukan karena ada kesalahan pada level pimpinan. Namun, karena besarnya ruang lingkup dugaan kesalahan bocornya dokumen tersebut.
"Jadi nanti penelusuran akan dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya unsur pegawai, tapi juga pimpinan KPK," jelas Johan.
"Ini ujian bari itegritas KPK, maka masalah ini harus ditelusuri, dan diungkap ke publik, siapa dan apa motivasi pelaku," ujar pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens kepada Sindonews, Jumat (22/2/2013).
Boni menduga, apa yang terjadi di KPK saat ini terdapat intervensi politik, lalu ada pemain di tubuh lembaga superbody itu.
"Bagi saya, siapapun yang bermain, jelas ada indikasi intervensi politik terhadap kerja hukum KPK," tukasnya menduga.
Menurut Boni, kasus Anas Urbaningrum sangat politis. Maka, berdasarkan hipotesanya, terdapat tanda politik yang bermain dalam sprindik tersebut, sehingga perlu dituntaskan agar KPK tidak disandera kepentingan politik.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengakui jika draf sprindik yang beredar di masyarakat melalui media massa benar berasal dari KPK. Namun, KPK belum mengetahui, bagaimana draf itu bisa keluar, dan siapa yang membocorkannya.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, tim investigasi mengusulkan kepada pimpinan KPK segera menindaklanjuti hasil temuan tersebut, dengan membentuk Komite Etik.
"Tetapi, pembentukan komite etik bukan berarti sudah ada kesimpulan bahwa ada pembocor dari KPK," ungkap Johan dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 21 Februari 2013.
Menurut Johan Komite etik dibentuk bukan karena ada kesalahan pada level pimpinan. Namun, karena besarnya ruang lingkup dugaan kesalahan bocornya dokumen tersebut.
"Jadi nanti penelusuran akan dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya unsur pegawai, tapi juga pimpinan KPK," jelas Johan.
(lns)