Harus ada evaluasi kinerja legislator incumbent
A
A
A
Sindonews.com - Evaluasi terhadap kinerja anggota DPR yang akan mencalonkan kembali (incumbent) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, harus dilakukan. Hal itu, perlu dilakukan, agara partai politik (Parpol) bisa menjalankan politik yang sehat.
Pasalnya, tidak semua lapisan masyarakat mengetahui, kerja apa saja yang sudah dilakukan para anggota DPR tersebut selama menjabat sebagai legislator di Senayan.
"Gerakan ini sebagai bangunan memulai politik yang sehat," ucap aktivis dari Gerakan Tagih Janji (GERGAJI), Abdullah Dahlan, dalam jumpa pers yang bertemakan “Tahun Politik: Lunasi Atau Ingkar Mandat?” di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2013).
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) ini menegaskan, praktik mafia anggaran yang terjadi di parlemen selama ini, tidak bisa dihentikan. "Parahnya, justru anggota DPR menjadi salah satu aktor di dalamnya," ucapnya.
Menurutnya, selain belum ada keseriusan dari pemerintah untuk menghentikan praktik semacam ini. Evaluasi terhadap anggota legislatif incumbent tersebut harus dilakukan, agar menghasilkan politikus yang berpihak kepada rakyat.
"Dalam kasus Hambalang, korupsi Alquran desain anggota DPR sebagai aktor sangat terlihat di situ. Ini mengkonstruksikan bahwa, komitmen transparansi anggaran tidak ada, sehingga melanggengkan praktik korupsi," tuturnya.
Selain itu, parahnya lagi, selama ini wakil rakyat tersebut lebih sibuk melakukan studi banding, tanpa menjawab program legislasi yang sudah dirancang. Bahkan, program legislasi juga menjadi instrumen untuk ditransaksionalkan seperti halnya Undang-undang (UU) Kesehatan.
"Selama ini belum maksimal fungsi parlemen, terkait mandat yang mereka jalankan. Fraksi di DPR juga tidak pernah menyebutkan kinerja anggotanya. Maka dari itu, momen ini menjadi penting untuk menentukan kerja parlemen ke depan," pungkasnya.
Sekedar informasi, sejumlah organisasi non pemerintah yang bergabung dalam GERGAJI diantaranya, ICW, Indonesia Parliamentary Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC).
Kemudian ada Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Transparency International Indonesia (TII), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Komite Pemilih Indonesia (TePI).
Pasalnya, tidak semua lapisan masyarakat mengetahui, kerja apa saja yang sudah dilakukan para anggota DPR tersebut selama menjabat sebagai legislator di Senayan.
"Gerakan ini sebagai bangunan memulai politik yang sehat," ucap aktivis dari Gerakan Tagih Janji (GERGAJI), Abdullah Dahlan, dalam jumpa pers yang bertemakan “Tahun Politik: Lunasi Atau Ingkar Mandat?” di daerah Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2013).
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) ini menegaskan, praktik mafia anggaran yang terjadi di parlemen selama ini, tidak bisa dihentikan. "Parahnya, justru anggota DPR menjadi salah satu aktor di dalamnya," ucapnya.
Menurutnya, selain belum ada keseriusan dari pemerintah untuk menghentikan praktik semacam ini. Evaluasi terhadap anggota legislatif incumbent tersebut harus dilakukan, agar menghasilkan politikus yang berpihak kepada rakyat.
"Dalam kasus Hambalang, korupsi Alquran desain anggota DPR sebagai aktor sangat terlihat di situ. Ini mengkonstruksikan bahwa, komitmen transparansi anggaran tidak ada, sehingga melanggengkan praktik korupsi," tuturnya.
Selain itu, parahnya lagi, selama ini wakil rakyat tersebut lebih sibuk melakukan studi banding, tanpa menjawab program legislasi yang sudah dirancang. Bahkan, program legislasi juga menjadi instrumen untuk ditransaksionalkan seperti halnya Undang-undang (UU) Kesehatan.
"Selama ini belum maksimal fungsi parlemen, terkait mandat yang mereka jalankan. Fraksi di DPR juga tidak pernah menyebutkan kinerja anggotanya. Maka dari itu, momen ini menjadi penting untuk menentukan kerja parlemen ke depan," pungkasnya.
Sekedar informasi, sejumlah organisasi non pemerintah yang bergabung dalam GERGAJI diantaranya, ICW, Indonesia Parliamentary Center (IPC), Indonesia Budget Center (IBC).
Kemudian ada Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (YAPPIKA), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Transparency International Indonesia (TII), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dan Komite Pemilih Indonesia (TePI).
(maf)