MAKI desak KPK segera tangkap Bupati Seram Timur
A
A
A
Sindonews.com - Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) meminta KPK, agar bertindak tegas terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Terlebih, dengan nilai kerugian besar yang mencapai hingga ratusan miliar rupiah.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyatakan, kasus dugaan korupsi, penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati Seram Bagian Timur (BT), Abdullah Vanath, nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah, sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
"Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK, agar kredibelitas KPK di mata masyarakat tetap baik. Tidak seperti sekarang, banyak masyarakat menilai KPK sudah tebang pilih,” ucap Boyamin, lewat rilisnya yang diterima Sindonews, Minggu (17/2/2013).
Menurutnya, kasus korupsi besar yang diduga melibatkan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath ini, harus secepat munkin diproses oleh KPK. Karena tingkat kerugiannya cukup besar dan sudah semestinya mendapat perhatian khusus dari KPK.
”Jika tidak, apalagi sampai berlarut-larut akan ditertawai oleh mereka yang selama ini merasa ’bebas’ meski telah melakukan praktik korupsi hingga ratusan miliar rupiah. Untuk itu, MAKI meminta KPK untuk segera menangkap Bupati SBT Maluku Abdulah Vanath,” tegasnya
Lebih lanjut dia mengatakan, KPK harus menunjukan kewibawaannya dengan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath ini.
”Tangkap langsung dan proses secepatnya. Karena jika tidak secepatnya, dikhawatirkan yang bersangkutan akan mengulangi praktik-praktik korupsinya, bahkan dengan nilai yang lebih besar dari sebelumnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparans (Komits) melakukan aksi unjuk rasa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta, Rabu 13 Februari 2013.
Komits melansir sejumlah data dugaan penyimpangan, korupsi dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath. Juru bicara KOMITs, Tommy DJ, menyatakan dugaan korupsi Abdullah Vanath di antaranya diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu.
Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp4.138.598.887 dari total dana blokir Rp12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp1.635.328.419.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007, BPK menemukan lima kali pencairan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) senilai Rp2.364.733.419 yang tidak sesuai peruntukannya, termasuk pencairan hanya menggunakan disposisi Bupati Abdullah Vanath sebesar Rp1.635.328.419 dari total anggaran Rp2.958.054.811.
”Padahal realisasi sebenarnya dari pencairan anggaran sebanyak itu hanya Rp765.995.000. Dengan temuan tersebut, Abdullah Vanath harus bertanggung jawab karena patut diduga keterlibatan dirinya atas berbagai kebijakan terhadap program atau kegiatan proyek yang diaksanakan oleh SKPD-SKPD di SBT yang merugikan keuangan daerah,” tegas Tommy.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyatakan, kasus dugaan korupsi, penyimpangan dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati Seram Bagian Timur (BT), Abdullah Vanath, nilainya cukup besar hingga ratusan miliar rupiah, sehingga sudah merugikan rakyat dan negara Indonesia.
"Melihat kasus besar seperti itu, sudah seharusnya KPK segera menindaklanjuti laporan masyarakat ke KPK, agar kredibelitas KPK di mata masyarakat tetap baik. Tidak seperti sekarang, banyak masyarakat menilai KPK sudah tebang pilih,” ucap Boyamin, lewat rilisnya yang diterima Sindonews, Minggu (17/2/2013).
Menurutnya, kasus korupsi besar yang diduga melibatkan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath ini, harus secepat munkin diproses oleh KPK. Karena tingkat kerugiannya cukup besar dan sudah semestinya mendapat perhatian khusus dari KPK.
”Jika tidak, apalagi sampai berlarut-larut akan ditertawai oleh mereka yang selama ini merasa ’bebas’ meski telah melakukan praktik korupsi hingga ratusan miliar rupiah. Untuk itu, MAKI meminta KPK untuk segera menangkap Bupati SBT Maluku Abdulah Vanath,” tegasnya
Lebih lanjut dia mengatakan, KPK harus menunjukan kewibawaannya dengan menindaklanjuti laporan dugaan korupsi Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath ini.
”Tangkap langsung dan proses secepatnya. Karena jika tidak secepatnya, dikhawatirkan yang bersangkutan akan mengulangi praktik-praktik korupsinya, bahkan dengan nilai yang lebih besar dari sebelumnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparans (Komits) melakukan aksi unjuk rasa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kuningan, Jakarta, Rabu 13 Februari 2013.
Komits melansir sejumlah data dugaan penyimpangan, korupsi dan gratifikasi yang diduga dilakukan Bupati SBT Maluku Abdullah Vanath. Juru bicara KOMITs, Tommy DJ, menyatakan dugaan korupsi Abdullah Vanath di antaranya diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu.
Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp4.138.598.887 dari total dana blokir Rp12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp1.635.328.419.
Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007, BPK menemukan lima kali pencairan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) senilai Rp2.364.733.419 yang tidak sesuai peruntukannya, termasuk pencairan hanya menggunakan disposisi Bupati Abdullah Vanath sebesar Rp1.635.328.419 dari total anggaran Rp2.958.054.811.
”Padahal realisasi sebenarnya dari pencairan anggaran sebanyak itu hanya Rp765.995.000. Dengan temuan tersebut, Abdullah Vanath harus bertanggung jawab karena patut diduga keterlibatan dirinya atas berbagai kebijakan terhadap program atau kegiatan proyek yang diaksanakan oleh SKPD-SKPD di SBT yang merugikan keuangan daerah,” tegas Tommy.
(maf)