Hentikan konflik elite

Sabtu, 09 Februari 2013 - 06:47 WIB
Hentikan konflik elite
Hentikan konflik elite
A A A
Hiruk-pikuk politik nasional mengingatkan pada kekhawatiran tahun 2013 sebagai tahun prahara politik. Cara-cara berpolitik elite kita yang belum bisa menjadi contoh baik bagi masyarakat masih menjadi perbincangan seru di ruang publik.

Semakin tidak jelas mana pemimpin negara yang harus bekerja melayani masyarakat dan mana politikus yang tugas utamanya memperjuangkan kepentingan parpol maupun pribadinya.Semua campur aduk,saling terkam,saling serang,dan saling menyalahkan. Tapi, semuanya selalu dibingkai dalam kepura-puraan agar citra diri sebagai politikus santun yang alergi berebut kekuasaan tetap terjaga.

Pertikaian politik yang memanas ini mendorong pemikiran untuk mempertegas kembali pemisahan posisi kader parpol di lembaga negara dan kader parpol di parlemen maupun elite pimpinan parpol itu sendiri.Kabinet Indonesia Bersatu bentukan SBY-Boediono merangkul para kader parpol koalisi dengan maksud memperkuat kinerja pemerintahan dengan dukungan kuat di parlemen. Kabinet gado-gado (campuran profesional dan parpol) diandalkan SBY untuk kerja keras membangun bangsa.

Tapi,fakta berbicara lain.Kabinet hanya solid di awal,dan berantakan di tiga tahun terakhir. Kinerja kabinet semakin tidak fokus karena directionyang lemah dan semua jalan sendiri-sendiri.Penanganan persoalan publik menjadi lamban karena lemahnya koordinasi dan konsolidasi. Parpol koalisi tidak konsisten dengan sikapnya di awal untuk terus mengawal pemerintahan SBY-Boediono hingga 2014.

Kepemimpinan SBY-Boediono yang tidak tegas juga menjadi faktor yang membuat bingung para menteri dan jajarannya, baik yang berasal dari parpol maupun dari kalangan profesional. Ada semacam chaoskecil di lingkaran kabinet.Belum lagi kasus hukum yang membelit kader parpol koalisi yang semakin membuat jurang kepentingan internal pemerintahan semakin menganga.

Parpol yang kecewa karena wakilnya di pemerintahan tersangkut kasus korupsi melakukan pembelaan diri habishabisan bahkan membalas dendam. Jika Demokrat identik dengan korupsi Hambalang, parpol koalisi lain pun harus mendapat giliran.Ada semacam keinginan agar semua parpol juga harus kena stigma korupsi.Mati satu mati semua,begitu situasinya sekarang.

Tinggal menunggu giliran,kader parpol mana yang akan segera menyusul berurusan dengan KPK. Sungguh lingkaran setan yang membelenggu, menguras energi, dan sudah pasti merugikan rakyat. Kalau sibuk konflik terus,lantas kapan mereka bekerja untuk rakyat? Kalaupun kelihatan bekerja,pasti tidak bisa konsentrasi. Menteri-menteri nonparpol maupun menteri parpol yang ingin sungguh-sungguh bekerja juga akan gamang melihat situasi di kabinet. Serbasalah dan serbacanggung.

Akhirnya, mereka memilih tidak melakukan apa-apa (do nothing) untuk mencari aman. Situasi seperti ini membuat kita prihatin. Betapa kedewasaan berpolitik para elite kita masih jauh dari harapan meskipun reformasi telah bergulir lebih dari 10 tahun lalu. Ada anomali dalam kehidupan demokrasi kita. Para elite sering alpa bahwa masyarakat kita semakin cerdas dan kritis.Keterbukaan media massa serta peran media sosial seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para elite untuk bekerja sungguh-sungguh.

Setiap perilaku pejabat publik akan diawasi jutaan pasang mata di mana pun dan kapan pun.Tapi nyatanya, korupi masih jalan, pembohongan publik malah semakin sering terjadi. Legitimasi moral para elite kita sebagai pemimpin dan pengayom masyarakat sudah turun drastis. Celakanya masih banyak yang tidak sadar kalau mereka tidak lagi legitimate sebagai pejabat publik.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8146 seconds (0.1#10.140)