Dalami keterlibatan Saan, KPK tunggu vonis hakim
A
A
A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu putusan majelis hakim untuk mengusut keterlibatan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Saan Mustopha.
Saan disebut-sebut dalam perantara suap di kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Pasalnya, dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk Neneng Sri Wahyuni, menyebut penyerahan uang senilai 50 ribu dolar ke Wasekjen Partai Demokrat itu sebagai suap untuk pejabat di Kemenakertrans.
"Itu tergantung keputusan hakim. Apakah menerima kesimpulan tersebut," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/2/2013).
Pasalnya, dalam tuntutan tersebut masih berdasar hasil gelar perkara bersama antara pimpinan KPK dan jaksa. Kesimpulan itu sendiri berdasarkan sejumlah bukti dan fakta yang muncul selama persidangan.
“Itu baru akan kami tindaklanjuti setelah ada keputusan hukum tetap atas kasus itu,“ tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa KPK dalam surat tuntutan untuk Neneng Sriwahyuni, berkesimpulan bahwa pemberian uang sebesar 50 ribu dolar dari M Nazaruddin ke Saan Mustopa, guna memenangkan PT Anugerah Nusantara dalam proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2008.
"Untuk mengamankan agar proyek PLTS dapat dikerjakan terdakwa (Neneng), Nazaruddin memberi uang kepada pejabat Kemenakertrans," ujar Jaksa KPK Ahmad Burhanudin, ketika membacakan analisa yuridis tuntutan Neneng, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan.
Fakta lain, menurut Jaksa, pemberian uang tersebut pun atas persetujuan Neneng sebagai Dirkeu PT Anugrah. "Dan sesuai SOP PT Anugrah, setiap pengeluaran harus mendapat persetujun terdakwa (Neneng) selaku Dirkeu sesuai keterangan Yulianis, Oktarina Furi, dan didukung barang bukti kuitansi yang ditunjukan di persidangan," kata Jaksa.
Nazar sendiri, saat bersaksi di sidang 8 Januari 2013 menyebut keterlibatan Saan dalam proyek PLTS. Menurutnya, Saan menjadi perantara bagi PT Anugerah untuk memenangkan tender proyek PLTS.
Sementara itu, Saan membantah uang itu sebagai uang suap untuk pejabat Kemenaker. Ketika dihadirkan di persidangan pada Kamis, 20 Desember 2012, Saan mengakui memang pernah mendapat pinjaman uang sebesar 50 ribu dolar dari Nazaruddin.
Namun, Saan menegaskan, uang yang diterima 12 Agustus 2012 itu tidak terkait proyek PLTS, melainkan untuk memuluskan pencalegan dirinya.
Saan disebut-sebut dalam perantara suap di kasus korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Pasalnya, dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk Neneng Sri Wahyuni, menyebut penyerahan uang senilai 50 ribu dolar ke Wasekjen Partai Demokrat itu sebagai suap untuk pejabat di Kemenakertrans.
"Itu tergantung keputusan hakim. Apakah menerima kesimpulan tersebut," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (5/2/2013).
Pasalnya, dalam tuntutan tersebut masih berdasar hasil gelar perkara bersama antara pimpinan KPK dan jaksa. Kesimpulan itu sendiri berdasarkan sejumlah bukti dan fakta yang muncul selama persidangan.
“Itu baru akan kami tindaklanjuti setelah ada keputusan hukum tetap atas kasus itu,“ tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa KPK dalam surat tuntutan untuk Neneng Sriwahyuni, berkesimpulan bahwa pemberian uang sebesar 50 ribu dolar dari M Nazaruddin ke Saan Mustopa, guna memenangkan PT Anugerah Nusantara dalam proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tahun 2008.
"Untuk mengamankan agar proyek PLTS dapat dikerjakan terdakwa (Neneng), Nazaruddin memberi uang kepada pejabat Kemenakertrans," ujar Jaksa KPK Ahmad Burhanudin, ketika membacakan analisa yuridis tuntutan Neneng, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan.
Fakta lain, menurut Jaksa, pemberian uang tersebut pun atas persetujuan Neneng sebagai Dirkeu PT Anugrah. "Dan sesuai SOP PT Anugrah, setiap pengeluaran harus mendapat persetujun terdakwa (Neneng) selaku Dirkeu sesuai keterangan Yulianis, Oktarina Furi, dan didukung barang bukti kuitansi yang ditunjukan di persidangan," kata Jaksa.
Nazar sendiri, saat bersaksi di sidang 8 Januari 2013 menyebut keterlibatan Saan dalam proyek PLTS. Menurutnya, Saan menjadi perantara bagi PT Anugerah untuk memenangkan tender proyek PLTS.
Sementara itu, Saan membantah uang itu sebagai uang suap untuk pejabat Kemenaker. Ketika dihadirkan di persidangan pada Kamis, 20 Desember 2012, Saan mengakui memang pernah mendapat pinjaman uang sebesar 50 ribu dolar dari Nazaruddin.
Namun, Saan menegaskan, uang yang diterima 12 Agustus 2012 itu tidak terkait proyek PLTS, melainkan untuk memuluskan pencalegan dirinya.
(maf)