Tidak adanya kepastian hukum, pengusaha jadi objek pemerasan

Jum'at, 01 Februari 2013 - 17:21 WIB
Tidak adanya kepastian...
Tidak adanya kepastian hukum, pengusaha jadi objek pemerasan
A A A
Sindonews.com- Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi, menegaskan bahwa kalangan pengusaha sering diperas oleh pejabat pemerintah, dikarenakan tidak adanya kepastian hukum dalam iklim investasi di Indonesia.

"Kesalahan kebijakan dan ketidakpastian hukum menjadi penyebab pemerasan dimana-mana. Ini bikin kapok pengusaha dan kalangan investor," kata Sofyan Wanandi melalui rilis yang diterima Sindnews kepada wartawan Jumat (1/2/2013).

Sebagaimana diketahui, akhir-akhir ini terdapat keresahan karena kalangan pengusaha yang menjadi obyek pemerasan oleh pejabat justru dijadikan tersangka dengan dakwaan telah memberikan suap kepada pejabat negara.

Salah satu yang diseret ke pengadilan adalah pengusaha Hartati Murdaya yang dimintai dana oleh Bupati Buol dengan dalih untuk kepentingan kampanye pemilukada. Namun akhirnya, justru Hartati ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tuduhan telah memberikan suap.

Menurut Sofyan Wanandi, kalangan pengusaha tidak bisa berbuat apa-apa ketika seorang pejabat meminta dana baik dengan cara baik-baik maupun dengan cara sedikit menekan dan bertendensi pemerasan.

"Pengusaha tidak bisa berbuat apa-apa selain memenuhi permintaan dana oleh pejabat, apalagi pengusaha yang telah lama menanamkan modalnya. Sebab dia telah berinvestasi besar dan tentu tidak ingin investasinya hilang. Lain soal ketika seorang pengusaha itu baru mulai berinvestasi, tentu dia bisa dengan gampang menolak permintaan dana itu," katanya.

Ia menilai, tidak adanya sinkronisasi antar aturan dan buruknya koordinasi antara pusat dan daerah dalam mengeluarkan kebijakan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam iklim investasi. Kondisi ini membuat kalangan investor takut untuk menanamkan modalnya, sebab kepastian hukum adalah segala-galanya untuk berinvestasi jangka panjang.

Sofyan mencontohkan banyak masalah terjadi di bidang investasi yang membutuhkan lahan yang luas, seperti investasi di bidang perkebunan, kehutanan, maupun pertambangan. Kerap kali terjadi benturan antara aturan tentang tata ruang dengan perhutanan.

"Banyak kasus seorang kepala daerah mengeluarkan izin atas lahan karena mengacu pada tata ruang, sedangkan pihak perhutanan menganggap izin itu ilegal karena diberikan di atas tanah hutan lindung," katanya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, pihaknya banyak mendapat laporan adanya overlaping izin yang diberikan oleh dua orang kepala daerah di dua periode yang berbeda. Keputusan yang dikeluarkan oleh seorang bupati bisa saja kemudian dianulir atau dirubah oleh bupati berikutnya, sehingga menimbulkan ketidak-pastian hukum bagi pengusaha untuk berinvestasi di daerah.

Mestinya ada sinkronisasi aturan karena jika sinkronisasi itu dilakukan tentu tidak ada tumpang tindih fungsi dan perizinan. Kalau tidak ada sinkronisasi akibatnya sering terjadi konflik dimana-mana. Ini preseden buruk bagi iklim investasi.

Ia kembali mencontohkan, misalnya ada izin untuk perkebunan kelapa sawit dan yang mendapat hak itu kemudian berinvestasi menanam kelapa sawitnya. Namun, tiba-tiba keluar izin bagi pengusaha lain untuk pertambangan batubara di lahan yang sama. Hal-hal seperti ini banyak terjadi di daerah sehingga menjadi sumber konflik.

"Apakah itu disengaja atau tidak ada koordinasi, tapi pengusaha yang datang dan merasakan investasinya berujung konflik," jelasnya.

Sofyan menambahkan, masalah-masalah yang muncul dalam berinvestasi itu menjadi tanggungjawab dari pusat sampai daerah. Sebab, mereka tidak pernah berkoordinasi sehingga mengeluarkan kebijakan yang overlaping. Disisi lain, kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengeruk untung.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9073 seconds (0.1#10.140)