Bawaslu ciut hentikan penyelewengan dana bansos
A
A
A
Sindonews.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dinilai tidak memiliki keberanian untuk menghentikan Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) yang disinyalir menggunakan dana hibah maupun bantuan sosial (bansos) untuk kampanye mereka.
Anggota Komisi II DPR Akbar Faisal mengatakan, sebenarnya Bawaslu mengetahui adanya aliran dana kampanye yang diperoleh dari dana hibah maupun bansos. Politikus Partai Hanura ini menjelaskan, lembaga yang dipimpin Muhammad ini tidak memiliki keberanian.
"Ya sebenarnya ditemukan oleh Bawaslu, maka seharusnya dihentikan proses Pilkada itu, tetapi apa berani, katanya harganya terlalu mahal untuk memberhentikan Pilkada," kata Akbar kepada Sindonews di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2013).
Menurutnya, lebih mahal jika risiko yang ditimbulkan karena adanya aliran dana bansos maupun hibah untuk kampanye. Dirinya berpendapat, penggunaan dana tersebut adalah kebohongan besar yang berimplikasi pada kehidupan sosial masyarakat.
"Mahal dari mana, apa tidak lebih mahal dari resiko yang akan kita hadapi ke depan, bagaimana sistem sosial kita rusak dari Pilkada penuh kebohongan itu," tukasnya.
Akbar pun menyayangkan banyaknya aturan mengenai Pemilukada di Tanah Air, namun tidak ada yang membahas mengenai aliran dana kampanye ilegal tersebut. Sehingga korupsi politik itu terus berlanjut.
"Ini aturan terlalu banyak peraturan, tetapi kadang-kadang sudah sampai sejauh mana implementasinya," pungkasnya.
Untuk informasi, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC) merilis bahwa dana hibah dan bansos rentan diselewengkan untuk dana kampanye partai politik.
Anggota Komisi II DPR Akbar Faisal mengatakan, sebenarnya Bawaslu mengetahui adanya aliran dana kampanye yang diperoleh dari dana hibah maupun bansos. Politikus Partai Hanura ini menjelaskan, lembaga yang dipimpin Muhammad ini tidak memiliki keberanian.
"Ya sebenarnya ditemukan oleh Bawaslu, maka seharusnya dihentikan proses Pilkada itu, tetapi apa berani, katanya harganya terlalu mahal untuk memberhentikan Pilkada," kata Akbar kepada Sindonews di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2013).
Menurutnya, lebih mahal jika risiko yang ditimbulkan karena adanya aliran dana bansos maupun hibah untuk kampanye. Dirinya berpendapat, penggunaan dana tersebut adalah kebohongan besar yang berimplikasi pada kehidupan sosial masyarakat.
"Mahal dari mana, apa tidak lebih mahal dari resiko yang akan kita hadapi ke depan, bagaimana sistem sosial kita rusak dari Pilkada penuh kebohongan itu," tukasnya.
Akbar pun menyayangkan banyaknya aturan mengenai Pemilukada di Tanah Air, namun tidak ada yang membahas mengenai aliran dana kampanye ilegal tersebut. Sehingga korupsi politik itu terus berlanjut.
"Ini aturan terlalu banyak peraturan, tetapi kadang-kadang sudah sampai sejauh mana implementasinya," pungkasnya.
Untuk informasi, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Indonesia Budget Center (IBC) merilis bahwa dana hibah dan bansos rentan diselewengkan untuk dana kampanye partai politik.
(maf)