Kecewa terhadap JPU, Hartati curhat lewat pledoi
A
A
A
Sindonews.com- Terdakwa Siti Hartati Murdaya mempertanyakan fakta mengenai perbuatan dan unsur-unsur dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus Buol. Pasalnya, mantan anggota dewan pembina partai Demokrat itu menilai tidak ada satupun fakta yang terbukti dalam persidangan.
Nota pembelaan pribadi Hartati setebal 34 halaman yang bertajuk 'Nota Pembelaan untuk Menemukan Keadilan. Masih Adakah Keadilan? Air Susu Dibalas dengan Air Tuba' ini juga memuat seluruh fakta-fakta yuridis yang tidak dimasukkan dalam tuntutan jaksa.
Tim kuasa hukum Hartati, Patra M Zen menjelaskan, dalam proses persidangan selama ini terungkap bahwa surat-surat yang selama ini digembar-gemborkan KPK terkait dengan pengurusan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) ternyata bukan syarat dan tidak diperlukan oleh PT IUP.
Proses perizinan PT CCM/PT HIP sudah dilakukan sejak 1998 sebelum penerbitan Peraturan Kepala BPN 2/1999 yang membatasi lahan perkebunan maksimum 20.000 ha untuk satu perusahaan. Tiga surat yang ditandatangani oleh Amran itu merupakan permintaan arahan dan kebijakan Gubernur Sulawesi Tengah dan Menteri Agraria/Kepala BPN terkait dengan perubahan regulasi mengenai pembatasan penguasaan.
Patra juga mengatakan, jaksa tidak bisa menunjukan perbuatan dan unsur-unsur pasal yang didakwakan. Hal ini pun didukung oleh alat bukti yang saling bersesuaian antara satu dengan yang lain berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa sendiri.
"Rekaman percakapan yang diperdengarkan di persidangan bertujuan untuk 'memperdaya' masyarakat agar dibuat percaya bahwa terdakwa bersalah. Dalam hukum acara pidana, bukti rekaman merupakan alat bukti petunjuk yang hanya dapat dipergunakan (limitatif) yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa."
"Rekaman percakapan tanpa didukung persesuaian dengan keterangan saksi, surat dan terdakwa bukanlan alat bukti," lanjutnya.
Patra juga melanjutkan, dari fakta-fakta hukum di persidangan jaksa tidak bisa membuktikan adanya unsur 'kesengajaan', 'niat jahat' dan 'keinsyafan bersama' dari terdakwa Yani Ansori dan Gondo Sudjono, melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan jaksa.
"Berdasarkan doktrin hukum, yurisprudensi yang juga dikuatkan oleh keterangan ahli Eva Ahyani Zulfa, SH. (ahli hukum pidana), jika perbuatan dan unsur-unsur pasal tidak terbukti dan/atau tidak dapat dibuktikan oleh penuntut umum," tandasnya.
Nota pembelaan pribadi Hartati setebal 34 halaman yang bertajuk 'Nota Pembelaan untuk Menemukan Keadilan. Masih Adakah Keadilan? Air Susu Dibalas dengan Air Tuba' ini juga memuat seluruh fakta-fakta yuridis yang tidak dimasukkan dalam tuntutan jaksa.
Tim kuasa hukum Hartati, Patra M Zen menjelaskan, dalam proses persidangan selama ini terungkap bahwa surat-surat yang selama ini digembar-gemborkan KPK terkait dengan pengurusan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) ternyata bukan syarat dan tidak diperlukan oleh PT IUP.
Proses perizinan PT CCM/PT HIP sudah dilakukan sejak 1998 sebelum penerbitan Peraturan Kepala BPN 2/1999 yang membatasi lahan perkebunan maksimum 20.000 ha untuk satu perusahaan. Tiga surat yang ditandatangani oleh Amran itu merupakan permintaan arahan dan kebijakan Gubernur Sulawesi Tengah dan Menteri Agraria/Kepala BPN terkait dengan perubahan regulasi mengenai pembatasan penguasaan.
Patra juga mengatakan, jaksa tidak bisa menunjukan perbuatan dan unsur-unsur pasal yang didakwakan. Hal ini pun didukung oleh alat bukti yang saling bersesuaian antara satu dengan yang lain berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa sendiri.
"Rekaman percakapan yang diperdengarkan di persidangan bertujuan untuk 'memperdaya' masyarakat agar dibuat percaya bahwa terdakwa bersalah. Dalam hukum acara pidana, bukti rekaman merupakan alat bukti petunjuk yang hanya dapat dipergunakan (limitatif) yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa."
"Rekaman percakapan tanpa didukung persesuaian dengan keterangan saksi, surat dan terdakwa bukanlan alat bukti," lanjutnya.
Patra juga melanjutkan, dari fakta-fakta hukum di persidangan jaksa tidak bisa membuktikan adanya unsur 'kesengajaan', 'niat jahat' dan 'keinsyafan bersama' dari terdakwa Yani Ansori dan Gondo Sudjono, melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan jaksa.
"Berdasarkan doktrin hukum, yurisprudensi yang juga dikuatkan oleh keterangan ahli Eva Ahyani Zulfa, SH. (ahli hukum pidana), jika perbuatan dan unsur-unsur pasal tidak terbukti dan/atau tidak dapat dibuktikan oleh penuntut umum," tandasnya.
(kri)