Vonis ringan Angie bangun distrust terhadap Pengadilan Tipikor

Sabtu, 12 Januari 2013 - 06:59 WIB
Vonis ringan Angie bangun...
Vonis ringan Angie bangun distrust terhadap Pengadilan Tipikor
A A A
Sindonews.com - Selain tidak memberikan efek jera baik kepada si tervonis maupun koruptor lainnya, vonis ringan terhadap Angelina Sondakh dikhawatirkan bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan tindak pidana korupsi
(Tipikor). Apalagi, Angie selama ini bisa dikatakan tidak kooperatif, karena tidak menyebut nama-nama lain yang pasti diketahuinya terlibat.

"Padahal hakikat utama dari pemberian vonis adalah untuk memberikan efek jera, baik kepada terdakwa maupun kepada masyarakat lain," ujar pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Muradi, saat dihubungi Sindonews, Jumat (12/1/2013).

Selain itu, kata Muradi, vonis ringan itu akan menimbulkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, akan muncul anggapan KPK kurang bekerja maksimal dalam pengungkapan berbagai kasus korupsi lainnya.

"Vonis ringan itu membangun distrust masyarakat. Saya berpendapat ini pelecahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," tandas pemerhati korupsi ini.

Sekedar informasi, dalam vonis Angie kemarin, majelis hakim menyatakan, terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tipikor secara berlanjut sebagaimana diatur dalam pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Hal itu bebernya sebagaimana tertuang dalam dakwaan ketiga.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan denda Rp250 juta, yang tidak bisa dibayar diganti dengan hukuman 6 bulan kurungan penjara. Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp10 ribu," ungkap ketua majelis hakim Sudjatmiko saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1/13).

Padahal dalam dakwaan KPK menggunakan 3 dakwaan alternatif yakni, pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Kedua, pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Ketiga pasal 11 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 64 ayat (1).

Hakim juga menyatakan, dakwaan dan tuntutan jaksa yang menyebutkan bahwa Angie menerima Rp12,580 miliar dan USD2,350 juta tidak terbukti. Pasalnya dari fakta persidangan yang disampaikan oleh keterangan sejumlah saksi dibawah sumpah uang yang diterima terdakwa baik melalui transfer atau pun penerimaan tunai lewat dua orang kurir Angie yakni Jefry dan Alex angka tersebut tidak valid.

Menurut hakim yang terbukti adalah jumlah uang yang diterima terdakwa senilai Rp2,580 m dan USD1,200 juta sebagai bentuk realisasi janji PT Group Permai atas kesanggupan terdakwa mengiring anggaran yang terkait proyek Kemendiknas.

Majelis hakim pun menolak pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor yang digunakan jaksa dalam dakwaan dan tuntutan Angie. Menurut hakim uang suap yang diterima Angie berasal dari kas keuangan PT Group Permai, bukan uang negara. Jika uang suap tersebut adalah uang negara hakim bisa memutuskan pasal 18 untuk perampasan harta Angie.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9008 seconds (0.1#10.140)