Industri TPT Bisa Stagnan
A
A
A
Persoalan domestik bakal lebih berat mengganjal kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dibandingkan krisis ekonomi global yang menekan laju ekspor pada tahun lalu.
Tantangan yang berat itu datang beruntun dari dampak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) untuk beberapa wilayah yang mencapai kenaikan sekitar 40persen lebih dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen yang menandai datangnya tahun 2013 ini.
Dua persoalan tersebut melengkapi ganjalan kinerja industri TPT sebelumnya yang meliputi serbuan impor produk TPT terutama dari China,krisis ekonomi global berkepanjangan yang membuat negara tujuan ekspor kehilangan daya beli, dan regulasi pemerintah tentang kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) yang menghambat pertumbuhan sektor industri TPT secara tidak langsung.
Dengan kondisi demikian, para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut diliputi kekhawatiran serius. Kekhawatiran para pelaku bisnis tersebut bisa dimaklumi mengingat kinerja industri TPT yang terus merosot dalam tiga tahun terakhir ini. Diperkirakan realisasi penjualan tahun lalu hanya mencapai senilai USD20,2 miliar atau menyusut sekitar 2% dari senilai USD20,6 miliar pada 2011.
Anjloknya penjualan tersebut dipicu turunnya nilai ekspor dari USD13,2 miliar menjadi USD12,6 miliar akibat sejumlah negara tujuan ekspor masih berjuang keluar dari krisis ekonomi global. Berangkat dari kinerja industri TPT tahun lalu yang anjlok itu, para pelaku bisnis sektor tersebut semakin yakin tahun ini lebih sulit untuk mendongkrak penjualan,bahkan sangat besar kemungkinan angka produksi ikut terpangkas.
Sebagai dampak dari kenaikan UMP dan TDL,para pengusaha terpaksa mengoreksi ulang biaya produksi karena kenaikan biaya dua komponen itu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan produksi perusahaan. Dampak dari kenaikan UMP tahun ini, berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mulai menyeret dua perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Tangerang.
Kedua perusahaan itu (tekstil dan garmen) sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 2.300 pekerja. Selain itu, perusahaan tekstil dan garmen tersebut akan direlokasi ke Jawa Tengah dan Jawa Barat.
“Itu laporan resmi yang masuk ke API,” ungkap Ketua Umum API Ade Sudrajat awal pekan ini. Beban industri TPT semakin lengkap menyusul kenaikan TDL sebesar 15 persen secara berkala pada tahun ini.
Berdasarkan hitunghitungan API atas pasokan listrik terhadap industri TPT cukup signifikan. Sebagai contoh, untuk industri pertenunan biaya pemenuhan kebutuhan listrik mengambil porsi sekitar 14,4 persen dari biaya produksi.
Pemerintah sudah menegaskan hanya bisa mendengar keluhan, tetapi tidak akan mengoreksi lagi kenaikan TDL yang diberlakukan per 1 Januari lalu.
Sementara itu, hambatan yang datang dari luar semakin menakutkan, terutama serbuan impor produk TPT.Tahun lalu, kabarnya lonjakan impor produk TPT mencapai 50 persen saat menjelang Lebaran.Angka impor diprediksi bakal terus melonjak menyusul anjloknya daya saing perusahaan domestik yang didera kenaikan UMP dan TDL.
Adapun ekspor ke negara yang selama ini menjadi langganan di kawasan Eropa belum pulih dari pengaruh krisis ekonomi global. Harapan satu-satunya yang bisa memberi ruang gerak pengusaha TPT adalah revisi Peraturan Menteri Keuangan No 253 Tahun 2011 tentang pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor dan bahan untuk diolah dengan tujuan ekspor atau lebih dikenal dengan KITE.
Regulasi tersebut malah membuat repot pengusaha TPT,selain harus membayar pajak pertambahan nilai (PPN) di depan, juga menyebabkan proses restitusi pajak semakin lama yang mengganggu permodalan perusahaan.Tahun 2013 ternyata tahun penuh kendala buat industri TPT.
Tantangan yang berat itu datang beruntun dari dampak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) untuk beberapa wilayah yang mencapai kenaikan sekitar 40persen lebih dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 15 persen yang menandai datangnya tahun 2013 ini.
Dua persoalan tersebut melengkapi ganjalan kinerja industri TPT sebelumnya yang meliputi serbuan impor produk TPT terutama dari China,krisis ekonomi global berkepanjangan yang membuat negara tujuan ekspor kehilangan daya beli, dan regulasi pemerintah tentang kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) yang menghambat pertumbuhan sektor industri TPT secara tidak langsung.
Dengan kondisi demikian, para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut diliputi kekhawatiran serius. Kekhawatiran para pelaku bisnis tersebut bisa dimaklumi mengingat kinerja industri TPT yang terus merosot dalam tiga tahun terakhir ini. Diperkirakan realisasi penjualan tahun lalu hanya mencapai senilai USD20,2 miliar atau menyusut sekitar 2% dari senilai USD20,6 miliar pada 2011.
Anjloknya penjualan tersebut dipicu turunnya nilai ekspor dari USD13,2 miliar menjadi USD12,6 miliar akibat sejumlah negara tujuan ekspor masih berjuang keluar dari krisis ekonomi global. Berangkat dari kinerja industri TPT tahun lalu yang anjlok itu, para pelaku bisnis sektor tersebut semakin yakin tahun ini lebih sulit untuk mendongkrak penjualan,bahkan sangat besar kemungkinan angka produksi ikut terpangkas.
Sebagai dampak dari kenaikan UMP dan TDL,para pengusaha terpaksa mengoreksi ulang biaya produksi karena kenaikan biaya dua komponen itu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan produksi perusahaan. Dampak dari kenaikan UMP tahun ini, berdasarkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mulai menyeret dua perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Tangerang.
Kedua perusahaan itu (tekstil dan garmen) sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 2.300 pekerja. Selain itu, perusahaan tekstil dan garmen tersebut akan direlokasi ke Jawa Tengah dan Jawa Barat.
“Itu laporan resmi yang masuk ke API,” ungkap Ketua Umum API Ade Sudrajat awal pekan ini. Beban industri TPT semakin lengkap menyusul kenaikan TDL sebesar 15 persen secara berkala pada tahun ini.
Berdasarkan hitunghitungan API atas pasokan listrik terhadap industri TPT cukup signifikan. Sebagai contoh, untuk industri pertenunan biaya pemenuhan kebutuhan listrik mengambil porsi sekitar 14,4 persen dari biaya produksi.
Pemerintah sudah menegaskan hanya bisa mendengar keluhan, tetapi tidak akan mengoreksi lagi kenaikan TDL yang diberlakukan per 1 Januari lalu.
Sementara itu, hambatan yang datang dari luar semakin menakutkan, terutama serbuan impor produk TPT.Tahun lalu, kabarnya lonjakan impor produk TPT mencapai 50 persen saat menjelang Lebaran.Angka impor diprediksi bakal terus melonjak menyusul anjloknya daya saing perusahaan domestik yang didera kenaikan UMP dan TDL.
Adapun ekspor ke negara yang selama ini menjadi langganan di kawasan Eropa belum pulih dari pengaruh krisis ekonomi global. Harapan satu-satunya yang bisa memberi ruang gerak pengusaha TPT adalah revisi Peraturan Menteri Keuangan No 253 Tahun 2011 tentang pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor dan bahan untuk diolah dengan tujuan ekspor atau lebih dikenal dengan KITE.
Regulasi tersebut malah membuat repot pengusaha TPT,selain harus membayar pajak pertambahan nilai (PPN) di depan, juga menyebabkan proses restitusi pajak semakin lama yang mengganggu permodalan perusahaan.Tahun 2013 ternyata tahun penuh kendala buat industri TPT.
(lns)