Hassan Wirajuda akui bertanggungjawab putuskan pelaksanaan
A
A
A
Sindonews.com - Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Nur Hassan Wirajuda mengaku bertanggungjawab dalam keputusan diadakannya penyelenggaraan seminar/konfrensi internasional Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tahun anggaran 2004-2005.
Dia menututkan, pada pemeriksaannya hari ini dirinya memang ditanya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemahamannya tentang UU Keuangan Negara 2003 dan UU Perbendaharaan Negara 2004.
Di mana dalam UU itu kata dia, ada pembinaan tanggung jawab antara menteri sebagai pengguna anggaran, Sekjen sebagai kuasa pengguna anggaran dan tanggungjawab satuan-satuan kerja atau panitia konferensi.
“UU jelas mengatur menegaskan tanggungjawab pada tingkatan itu,” kata Hassan, di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/12/12).
Selain itu, dia tidak ingin merespon berbagai pertanyaan apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertanggungjawab atau tidak. Menurutnya, keputusan pelaksanaan seminar/konfrensi internasional di Kemenlu menjadi tanggungjawabnya.
“Maka dari itu saya tidak berbicara dan tidak akan merespon apakah ini tanggungjawab presiden. Berbagai kebijakan presiden, saya sebagai Menlu yang memutuskan diadakannya konferensi-konferensi ini. Saya punya tanggungjawab. Tapi ada UU yang mengatur keuangan negara yang mengatur secara rinci di mana lokasi tanggugjawabnya,” paparnya.
Saat dimintai penegasan cara konferensi-konferensi internasional tersebut mendapat persetujuan dari Presiden SBY, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hubungan Luar Negeri/Internasional itu hanya menyampaikan, hal itu memiliki tingkatannya. Dia menyampaikan, yang pasti, dalam skala pertemuan tingkat menteri dan pertemuan tingkat summit dilaporkan kepada Presiden.
“Tapi ada pertemuan yang kecil-kecil yang sebetulnya sudah terjadwalkan sebelumnya atau yang baru diambil berdasarkan kebutuhan waktu itu. Jadi tergantung pada tingkatan,” tandasnya.
Mantan Ketua Satuan Tugas (Satgas) evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir Januari 2011 itu menyebutkan, misalnya penyelenggaran Tsunami Summit di awal 2005 dirinya hanya diberikan waktu tujuh hari oleh Presiden karena keadaannya darurat.
“Pak Presiden tanyakan, bisakah Pak Hasan mengadakan summit itu dalam tujuh hari? Saya bilang sanggup lah. Dan hadir 27 kepala negara dan pemimpin organisasi internasional. Tidak ada di seluruh dunia satu negara menyelenggarakan sumit dalam waktu tujuh hari dan itu berhasil baik,” tandasnya.
Sekedar diketahui, dalam kasus penyelenggaraan seminar/sidang internasional Tsunami Summit di Kemenlu 2004-2005, KPK sudah menetapkan Sudjadnan Parnohadiningrat, mantan Sekretaris Jenderal Kemenlu menjadi pejabat pembuat komitmen sebagai tersangka.
Sudjadnan Parnohadiningrat diduga menyalahgunakan kewenangan dalam program penyelenggaraan kegiatan yang menerugikan negara sekitar Rp18 miliar.
Sudjadnan ditetapkan menjadi tersangka sejak 21 November 2011 dengan sangkaan dari pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang (UU) No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHPidana.
Sudjadnan pun sudah divonis 20 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 19 Januari 2011.
Kasus itu sendiri berawal dari informasi yang diterima KPK terkait pengadaan/penyediaan mobil bagi delegasi-delegasi saat penyelenggaraan seminar tersebut. Diketahui saat pengadaan itu diduga ada penggunaan uang negara lebih dari miliaran rupiah.
Dari pengembangan itu, KPK Jilid II kemudian menemukan keterlibatan Sudjadnan dalam penyalahgunaan kewenangan. Selain itu Sudjadnan juga sempat diduga terlibat dalam proyek renovasi gedung KBRI Singapura.
Dia menututkan, pada pemeriksaannya hari ini dirinya memang ditanya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemahamannya tentang UU Keuangan Negara 2003 dan UU Perbendaharaan Negara 2004.
Di mana dalam UU itu kata dia, ada pembinaan tanggung jawab antara menteri sebagai pengguna anggaran, Sekjen sebagai kuasa pengguna anggaran dan tanggungjawab satuan-satuan kerja atau panitia konferensi.
“UU jelas mengatur menegaskan tanggungjawab pada tingkatan itu,” kata Hassan, di depan Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/12/12).
Selain itu, dia tidak ingin merespon berbagai pertanyaan apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertanggungjawab atau tidak. Menurutnya, keputusan pelaksanaan seminar/konfrensi internasional di Kemenlu menjadi tanggungjawabnya.
“Maka dari itu saya tidak berbicara dan tidak akan merespon apakah ini tanggungjawab presiden. Berbagai kebijakan presiden, saya sebagai Menlu yang memutuskan diadakannya konferensi-konferensi ini. Saya punya tanggungjawab. Tapi ada UU yang mengatur keuangan negara yang mengatur secara rinci di mana lokasi tanggugjawabnya,” paparnya.
Saat dimintai penegasan cara konferensi-konferensi internasional tersebut mendapat persetujuan dari Presiden SBY, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Bidang Hubungan Luar Negeri/Internasional itu hanya menyampaikan, hal itu memiliki tingkatannya. Dia menyampaikan, yang pasti, dalam skala pertemuan tingkat menteri dan pertemuan tingkat summit dilaporkan kepada Presiden.
“Tapi ada pertemuan yang kecil-kecil yang sebetulnya sudah terjadwalkan sebelumnya atau yang baru diambil berdasarkan kebutuhan waktu itu. Jadi tergantung pada tingkatan,” tandasnya.
Mantan Ketua Satuan Tugas (Satgas) evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) di Mesir Januari 2011 itu menyebutkan, misalnya penyelenggaran Tsunami Summit di awal 2005 dirinya hanya diberikan waktu tujuh hari oleh Presiden karena keadaannya darurat.
“Pak Presiden tanyakan, bisakah Pak Hasan mengadakan summit itu dalam tujuh hari? Saya bilang sanggup lah. Dan hadir 27 kepala negara dan pemimpin organisasi internasional. Tidak ada di seluruh dunia satu negara menyelenggarakan sumit dalam waktu tujuh hari dan itu berhasil baik,” tandasnya.
Sekedar diketahui, dalam kasus penyelenggaraan seminar/sidang internasional Tsunami Summit di Kemenlu 2004-2005, KPK sudah menetapkan Sudjadnan Parnohadiningrat, mantan Sekretaris Jenderal Kemenlu menjadi pejabat pembuat komitmen sebagai tersangka.
Sudjadnan Parnohadiningrat diduga menyalahgunakan kewenangan dalam program penyelenggaraan kegiatan yang menerugikan negara sekitar Rp18 miliar.
Sudjadnan ditetapkan menjadi tersangka sejak 21 November 2011 dengan sangkaan dari pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang (UU) No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHPidana.
Sudjadnan pun sudah divonis 20 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 19 Januari 2011.
Kasus itu sendiri berawal dari informasi yang diterima KPK terkait pengadaan/penyediaan mobil bagi delegasi-delegasi saat penyelenggaraan seminar tersebut. Diketahui saat pengadaan itu diduga ada penggunaan uang negara lebih dari miliaran rupiah.
Dari pengembangan itu, KPK Jilid II kemudian menemukan keterlibatan Sudjadnan dalam penyalahgunaan kewenangan. Selain itu Sudjadnan juga sempat diduga terlibat dalam proyek renovasi gedung KBRI Singapura.
(rsa)